part. 21

1.7K 135 7
                                    

Setelah kejadian beberapa saat yang lalu membuat Sunghoon belum sadarkan diri. Dia masih menutup matanya rapat seperti sedang bermimpi indah.

Di ruangan itu ada Jay yang setia menemani adik tirinya itu menunggu Sunghoon membuka matanya. Juga ada Almera yang menemani Jay dia adalah adiknya juga.

Tentunya juga dia adalah adik Sunghoon karena Almera anak kandung Irene dan Taehyung tentunya masih satu rahim dengan Sunghoon. Sedangkan Jay hanya anak sepupunya Taehyung namun ia tinggal bersama Irene dan Taehyung selama ini. Nasibnya hampir sama dengan Sunghoon bedanya kedua orang tua Jay meninggal akibat kecelakaan. Bedanya lagi Jay memiliki kasih sayang dari kedua orang tua angkatnya.

"... Ra..! Panggil dokter sekarang!" Panik Jay ketika mendengar suara pendeteksi detak jantung berbunyi tak biasannya dan tubuh Sunghoon yang kejang-kejang mendadak menandakan keadaan Sunghoon terancam.

Jay berjanji pada dirinya sendiri jika terjadi apa-apa dengan Sunghoon tidak segan-segan dia akan memasukkan ketiga temannya itu ke jeruji besi. Mungkin lebih parah dari itu. Nyawa harus di bayar dengan nyawa bukan?

Almera yang melihat itu semua hanya diam mematung seketika seolah dunia senyap tanpa suara.

"ALMERA AYO CEPETAN!" tersadar dengan apa yang abangnya itu katakan, Almera langsung keluar memanggil dokter dan suster yang berada di sekitarnya. Tidak lama dokter Reyhan dan suster bela juga suster lainnya yang menangani Sunghoon pun datang berjalan menuju kamar.

"Tolong kalian tunggu diluar, biar kami yang tangani Sunghoon" ucap suster seraya mendorong halus Jay keluar dengan keadaan Jay yang masih menangis prustasi.

Almera membantu Jay duduk "plis bang, Lo harus tenang, Sunghoon bakal baik-baik aja kok, ini bukan salah Lo!" Diberikannya pelukan setidaknya Jay bisa lebih tenang walaupun sedikit.

Beberapa menit kemudian pintu kamar Sunghoon terbuka, seketika Jay dan Almera langsung berlari Melihat Sunghoon yang tertidur lemah di brangkar yang di dorong para suster. "Sunghoon mau di bawa kemana sus?" Panik Jay

"Apa yang terjadi dok? Dia gak papa kan? Sunghoon mau di bawa kemana?" Tanya Jay terburu-buru kepada dokter Reyhan yang kini berdiri di depan pintu kamar rawat Sunghoon

"Bang tenang dulu sabar" ucap Almera disela Jay yang terus menanyakan keadaan Sunghoon kepada Dokter Reyhan

Dokter Reyhan menghela nafas berat
"Kini Sunghoon kondisinya sedang kritis, kami harus menanganinya lebih lanjut untuk mengetahui apa yang membuatnya hingga kritis. Kini dia akan di bawa ke ruang ICU. Tolong berdoa terus kami akan terus berusaha untuk Sunghoon" Lalu Dokter menepuk bahu Jay dan pergi untuk penanganan lebih lanjut.

Bangsat! Jay mengepalkan tangannya erat. Mengacak ngacak rambutnya prustasi "gua gagal, gua gagal jagain Sunghoon, gua gagal bantu Sunghoon untuk sembuh, gua gagal" teriak Jay

"Enggak bang, lo ga gagal, lo berhasil bantu Sunghoon jadi lebih semangat dan bisa bertahan sampai saat ini" sahut Almera.

Tiba tiba Heeseung datang menghampiri Jay yang berdiri di depan ruangan Sunghoon dengan pintu yang terbuka lebar melihat ekspresi Jay yang kacau.

"Sunghoon kenapa?" Tanyanya gusar

"Sunghoon dibawah ke ICU, keadaannya kritis" jawab Jay dengan wajah Sendu.

Heeseung yang mendengar kabar itu seolah dunianya runtuh saat itu juga. Heeseung mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku jarinya memutih lalu meninju tembok putih rumah sakit.

Heeseung tidak perduli seberapa sakit tangannya saat ini karena terus meninju tembok yang tidak bersalah itu. Dia benci dengan dirinya sendiri kenapa waktu itu dia lebih mementingkan egonya dan meninggalkan Sunghoon. Jika dia tidak pergi Sunghoon tidak mungkin seperti ini. Mungkin keadaannya akan lebih baik dari pada saat ini.

Buku buku jarinya sedikit demi sedikit mengeluarkan darah dari sela-sela jarinya.

"Stop lo nyakitin diri lo sendiri bangsat!" Bentak Jay yang sama sekali tak digubris oleh Heeseung.

Nafas Heeseung terus memburu setelah emosinya mereda barulah dia merasakan sakit yang luar biasa di tangannya walaupun tak sebanding saat ia mendengar bahwa adik yang ia sayangi kondisinya sedang kritis.

Ruang icu

Tubuh Hanna melemas begitu saja di ambang pintu. Jika tidak ada Heeseung sudah dipastikan Hanna akan terjatuh.

Mata Hanna berkaca-kaca menatap seseorang yang kini tengah terbaring lemah di atas brangkar rumah sakit. Itu makannya. Anak bungsunya. Sakit hati Hanna melihatnya.

Dengan keberanian kaki Hanna melangkahkan perlahan masuk lebih dalam, lebih tepatnya menghampiri Sunghoon.

Semakin dekat semakin sesak pula Dadanya. Tidak jauh dari keadaan Hanna, Jay, Heeseung pun sama.

Mereka sama-sama terdiam menatap tubuh ringkih Sunghoon yang terpasang berbagai alat medis.

"Su-ng-hoon..." Lirih Hanna bergetar tangannya terangkat mengusap puncak kepala Sunghoon perlahan.
Tangisnya pecah begitu saja.

Dirinya tidak kuat benar-benar tidak kuat melihat kondisi Sunghoon. Hatinya terasa sangat perih, berdenyut sakit. Dadanya terasa penuh dan sesak. Putranya, putranya tengah berjuang antara hidup dan mati.

Rasa bersalah tiba-tiba saja menyeruak memenuhi lerung hatinya

"Su-sunghoon nya mamah, hiks"

Hening

Hanya terdengar suara mesin pendeteksi jantung.
Jay dan Heeseung menundukkan kepalanya menangis dalam diam.

"Sunghoon ini mama sayang, mama sudah datang. Kenapa, kenapa kamu bisa seperti ini? Kamu kesakitan ya? Mama jahat sama Sunghoon. Sunghoon bangun heum? Kamu ingin mamah peluk Sunghoon kan? Ayo bangun. Mamah akan peluk Sunghoon lama-lama, atau kalau perlu mama gak akan lepasin pelukan Sunghoon, A-ayo bangun mamah sudah datang"

Hanna menunduk membiarkan air matanya mengalir deras.

Heeseung mengalihkan pandangannya dia tidak sanggup menatap wajah Sunghoon lama-lama. Berbeda dengan Jay tangan lelaki itu terangkat menggenggam lengan Sunghoon.

"Maafin gua Hoon, harusnya gua datang tepat waktu, gua bodoh, gua datang terlambat Hoon" ucap Jay lirih.

"Lo mau ketemu mama kan? Mamah Irene. Lo bangun ya. Gua mohon" ucapnya lagi.

"Sayang ayo bangun, beritahu mama di mana letak sakitnya. Disini ya? Hanna mengelus dada Sunghoon lembut.

"Disini banyak luka, mau mamah obati? Ayo bangun sayang hiks, mamah rindu"

Hanna menatap wajah Sunghoon yang terlihat kurus dan pucat, setelahnya menatap dada Sunghoon yang naik turun dengan lambat. Hanna semakin menatapnya. Banyak pikiran buruk yang melintas di pikirannya. Bagaimana jika mata itu tidak akan pernah terbuka lagi? Bagaimana dengan jantung itu yang tidak mau lagi berdetak?

"Jangan pergi dulu sayang. Berikan mama kesempatan untuk mengobati luka kamu, berikan mama kesempatan untuk membahagiakan kamu. Mulai sekarang kamu tidak sendirian. Mamah akan selalu ada di sini menemani kamu"

Cup!

Untuk yang pertama kalinya Hanna mengecup puncak kepala putranya. Tangis Hanna kembali terdengar, mengingat ia tidak pernah melakukan ini terhadap Sunghoon. Bertepatan dengan itu air mata keluar dari ujung mata Sunghoon.

Heeseung yang melihat itu segera menghapusnya
"Jangan nangis Hoon, air mata lo terlalu berharga untuk menangisi orang macam kami" lirihnya.

Almera datang dari arah luar menghampiri Jay yang sedang duduk termenung memandangnya wajah Sunghoon. Ia mengejutkan Jay dari lamunannya menyodorkan bungkus nasi untuk Jay.

Jay menolaknya mentah-mentah kehancuran berikutnya datang ketika mengingat ucapan dokter Reyhan tadi

Dokter Reyhan mengatakan bahwa penyakit kanker darah yang di derita Sunghoon sudah masuk stadium akhir atau stadium 4. Yang kemungkinan terburuknya adalah kematian seseorang.

Heeseung hanya duduk di bangku rumah sakit di luar ruang rawat. Dan hanya bisa menyesali keadaan adiknya itu. Kenapa harus Sunghoon? Kenapa bukan dia atau orang lain saja yang menderita? Sunghoon harus berjuang melawan penyakitnya. Tetapi sumber semangatnya malah lemah seperti ini. Apakah Sunghoon akan senang melihat kakaknya seperti ini?  Tentu tidak.








Tbc

DIFFICULT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang