part.18

1.5K 135 7
                                    

Entah apa yang menarik Sunghoon untuk kembali ke rumah ini dan menjadi bagian dari keluarga ini. Hah bagian dari keluarga ini? Mungkin tidak.

Tubuhnya sangat lemas saat ini bahkan melangkah menaiki anak tangga saja Sunghoon tidak sanggup rasanya. Dia mendudukkan tubuhnya di depan meja makan. Menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangannya. Pusing itu menyerang tiba-tiba, dadanya sesak sekali. Bagaimana ini.

Sunghoon terlonjak kaget saat suara gelas beradu dengan meja kaca dihadapannya. Ternyata Samuel pelakunya. Sunghoon menundukkan kepalanya saat Samuel berjalan ke arahnya.

"Saya pikir kamu sudah pergi" ujarnya dengan nada sinis

Sunghoon hanya diam tidak berani membalas perkataan Samuel. Kepalanya sangat pusing dengan rasa lemas di seluruh tubuhnya. Bahkan bersuara saja sangat sulit.

"Kapan kamu akan pergi?" Tanyanya mutlak

Samuel berdecak kesal saat tidak mendapatkan jawaban apapun dari Sunghoon. Dia melangkah kasar menghampiri Sunghoon menarik dia berdiri dengan paksa dan melayangkan satu tamparan pada pipi kirinya.

Sunghoon berusaha mempertahankan kesadarannya. Pusing di kepalanya bertambah sangat pusing. Dia berusaha berpegangan pada kursi untuk membantunya berdiri.

"Secepatnya angkat kaki dari rumah ini!" Ujar Samuel dan berlalu pergi tanpa rasa bersalah.

Sementara Sunghoon sudah jatuh tertunduk di lantai dingin. Dia tidak tau harus berpusat pada rasa sakit yang mana saat ini. Rasa sakit pada fisiknya atau hatinya. Terlepas dari itu perkataan Samuel selalu memukul telak relung hatinya. Sore ini tubuhnya terasa sangat lelah, lebih lelah dari hari-hari sebelumnya.

***
Sunyinya malam menemani seorang remaja yang tengah duduk termenung di sebuah taman yang sudah sepi itu. Wajar saja jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tidak ada lagi orang-orang yang berlalu lalang disini.

Dinginnya malam yang menusuk kulit tidak membangkitkan niatnya untuk bangkit dari bangku taman. Walaupun wajahnya sudah pucat dan bibirnya juga sudah memutih. Dia tidak perduli.

Sunghoon memutuskan untuk mendinginkan pikirannya sejenak banyak sekali hal hal yang sedang berlarian di pikirannya saat ini. Kepalanya juga sudah pusing sedari tadi.

Sudah beberapa menit berlalu Sunghoon hanya diam menatap kosong ke arah depan. Sampai kapan dia akan seperti ini? Waktu terus berjalan. Tapi semua yang dia usahakan sepertinya tidak ada hasil sama sekali. Dia lelah? Tentu. Lalu apa yang harus dia lakukan? Memang di luar sana dia berusaha tampak baik-baik saja. Namun di sini. Jauh di lubuk hatinya merasakan sakit yang bahkan dia tidak bisa menggambarkan seberapa rasa sakit itu. Bukan tentang luka fisiknya tapi tenang luka tak kasat mata yang selalu menjadi temannya setiap malam menjelang.

Di setiap malam sebelum Sunghoon menutup matanya dia selalu bertanya pada dirinya sendiri. Kapan dia akan merasakan betapa tulusnya kasih sayang seorang ibu? Kapan dia bisa mencurahkan apa yang dia rasa selama ini pada mamanya? Kapan dia akan merasakan bagaimana hubungan normal yang biasa terjadi antara anak dan ibu? Kapan itu semua akan terwujud? Atau Sunghoon tidak punya kesempatan untuk mendapatkan itu semua?

Tangannya beralih memijat pelipisnya perlahan. Pusingnya masih belum reda padahal dia sudah meminum obatnya. Sunghoon beralih bangkit dan melangkahkan kaki meninggal taman. Deru nafasnya terdengar sesak dia harus mencari taksi saat ini. Tubuhnya benar-benar minta di istirahatkan.

Niat hati setibanya di rumah Sunghoon akan langsung bertemu dengan kasur empuknya. Tapi keinginannya itu dipatahkan langsung oleh kehadiran Jungwon yang tengah duduk di ruang tv dan menatap sinis kearahnya.

Sunghoon harap Jungwon tidak memancing Emosinya saat ini. Moodnya benar-benar buruk saat ini.

"Udah pulang?" Tanya Jungwon dengan nada remeh.

DIFFICULT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang