11

194 23 5
                                    

"terlalu percaya diri memang tidak baik, tapi sayangnya kamu benar"

~∞°^°∞~

Dress berwarna putih dengan pernak-pernik cantik yang terkesan elegan. Menjadi dress pilihan Alisa yang akan dikenakan di acara makan malam. Dipadu dengan balutan hijab pashmina berwarna cream cerah yang dapat memanjakan mata ketika dipandang.

Gadis itu merapikan jilbabnya di depan cermin, menatap kecantikan wajahnya yang sudah dipoles sedikit makeup. Wajahnya yang halus mejadikan hijab tak jauh berbeda dengan warna kulitnya.

"Alisa!" panggil sang ibunda.

"Iya, Bunda," sahutnya sedikit berteriak. Kemudian menyemprotkan sedikit parfum dengan wangi melati, lalu bergegas turun ke bawah.

"Alisa!" Marwah memanggilnya sekali lagi.

"Iya, Bunda, sebentar!" Dengan dress yang dikenakan, Alisa mencoba melangkah cepat menuruni tangga. Tampak sangat anggun dan feminim, Alisa membuat sang ayah dan bunda menatap kagum.

"MaasyaaAllah, cantiknya anak Bunda," puji Marwah dengan senyuman penuh kagum menatap sang putri.

"Sama cantiknya kayak Bunda," timpal Haidar menambahkan pujiannya.

"Hmm ... mulai deh." Marwah tersipu.

Melihat keharmonisan itu Alisa pun tersenyum. "Ya udah, ayo. Ini udah mau jam 7 lho," ujar Alisa mengingatkan.

"Iya, Sayang. Ayo." Haidar mengusap lembut kepala anak gadisnya.

Waktu hampir menunjukkan pukul 07:00 malam. Keluarga dengan satu anak itu berangkat dari rumah menuju Raisant Cafe milik sang lelaki.

Malam Minggu membuat jalanan sedikit macet. Kata orang, malam Minggu adalah malam kebahagiaan bagi orang yang memiliki pasangan, dan menjadi malam menyedihkan bagi para jomblo. Selain kendaraan yang membuat macet, banyak juga sepasang kekasih yang bergandengan tangan, ada juga yang bersama sahabatnya, atau bahkan yang berjalan sendirian.

"Kita ke restoran mana, Yah?" tanya Alisa yang sedari tadi hanya memainkan handphone.

"Katanya sih dia punya kafe sendiri, jadi kita akan ke sana," jawab Haidar.

"Ooh." Alisa kembali memfokuskan dirinya pada handphone.

"Ini rekan bisnis yang biasa ke rumah, bukan?"" tanya Marwah membuka suara.

"Bukan. Itu lho, yang punya perusahaan Gavira Group. Yang dulu dikelola Pak Hakim," jelas Haidar.

"Emang siapa yang memegang perusahaannya?Bukannya setelah Pak Hakim meninggal, perusahaan itu dikasih ke adiknya, ya?" Marwah bertanya lagi, berdasarkan apa yang ia ingat.

"Bukan dikasih, cuma dikelola. Tapi, sekarang yang mengelola anaknya."

"Anak laki-lakinya yang terakhir itu? Bukannya dia ada di Belanda?"

"Katanya dia sudah hampir enam tahun mengelola perusahaan. Mungkin sejak kepergian Pak Hakim," papar Haidar.

"Oh ... hebat juga, ya. Tapi, bukannya dia masih muda, ya?"

Mine (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang