"Petualang Cinta"
~∞°^°∞~
Di tengah hiruk-pikuk warga desa, Alisa dan Aisyah berjalan sejajar dengan tas yang berisi alat di tangannya. Dari beberapa dokter dibagi kelompok berdasarkan keahliannya masing-masing. Sebagai dokter spesialis anak, dua gadis itu menyurvei ke bagian pelosok-pelosok desa. Mencari dan mendatangi setiap rumah-rumah yang memiliki anak dengan gangguan penyakit serius.
Pengobatan gratis dilakukan secara sengaja untuk melihat angka anak-anak yang menderita penyakit, namun terhalang biaya pengobatan. Itulah mengapa dari pihak rumah sakit mengirim beberapa dokter yang diutus untuk melakukan survei ke desa-desa terpencil.
Hal seperti ini sudah biasa dilakukan setiap tahunnya oleh rumah sakit Husada. Dokter yang dikirim biasanya dokter-dokter magang, kemudian didampingi oleh dokter senior.
"Biar saya yang bawa." Tas yang berisi alat dan obat di tangan Alisa diambil oleh laki-laki yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Astaghfirullah!" Alisa tentu kaget. "Kamu ngapain lagi di sini?" Alisa bertanya, sedikit kesal, pada laki-laki yang tak lain adalah Ziyech.
"Sorry! Jangan marah dulu." Ziyech memasang senyuman.
"Mau apa lagi?" Alisa kesal.
"Saya?" Ziyech menunjuk dirinya, "mau jagain kamu, bantu kamu, ngikutin kamu," lanjutnya.
"Gak perlu dan nggak butuh!" Alisa hendak mengambil alih tasnya, namun Ziyech menjauhkan tangannya dari jangkauan Alisa.
"Yad!" Ziyech memberikan isyarat pada Iyad, dengan cepat Iyad pun mengambil tas milik Aisyah. "Kita akan membawanya, kalian nggak perlu capek-capek," ucap Iyad.
"Betul," sambung Ziyech.
Aisyah memasang ekspresi bingung di wajahnya. Ia tidak mengerti apa yang sedang dilakukan dua laki-laki ini.
Alisa berdecak kesal. "Kalian ini kayak nggak punya kerjaan. Apa pentingnya ngikutin kita?"
"Ya.. ini kerjaan kita, dan ini juga penting. Iya, kan, Yad?" Ziyech menoleh ke arah Iyad.
"Hm, betul. Kerjaan ini sangat penting untuk dikerjakan," sambung Iyad.
"Udahlah, nggak papa. Nanti keburu siang.x Aisyah membuka suara, memotong percakapan dua laki-laki itu.
"Awas aja kalau kalian macem-macem!" Alisa mengancam, lalu melangkah melanjutkan perjalanannya.
"Dikira kita Jaka Tarub kali, ngambil selendang bidadari," gumam Ziyech yang masih terdengar jelas oleh Iyad.
"Bisa jadi. Kan, yang di depan juga bidadari, cuma kurang selendangnya aja," sambung Iyad, menambhakan.
Alisa menoleh pada Aisyah, lalu keduanya menggelengkan kepala—geli mendengar percakapan dua laki-laki itu. Langkahnya bertambah cepat setelah hilangnya beban yang dibawanya. Dari kampung ke kampung lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki, ditambah dengan suasana desa yang masih menggunakan jalan setapak dari kampung ke kampung lainnya.
"Ini kita nggak berhenti dulu?" Ziyech mengeluh.
"Sebentar lagi sampai, kalau nggak kuat pulang aja," sahut Alisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (REVISI)
RomanceCinta yang menjadi lara kan amerta dalam prosa Kau ... wanita yang membuatku jatuh cinta, aku masih mengingat senyummu hingga senja tiba. Shakira Khalisa ... ya, itu adalah namanya. Cantik, bukan? tentu saja. namanya cukup untuk mencerminkan semuany...