09

198 24 4
                                    

"Bekalnya udah siap, Mi?" tanya Ziyech yang sudah siap dengan seragam kantornya.

"Udah," sahut Ummi.

bekal yang disiapkan Kamilah adalah masakan yang sengaja dibuatnya untuk seorang wanita yang tengah menjadi incaran. Bekal dalam kotak nasi yang dimasukan ke dalam goodie bag sudah sang ibu siapkan dan siap untuk dibawa.

Pakaian yang dikenakan dari rumah, sudah tampak rapi. Dengan kemeja berwarna hitam polos beserta jas dan celana dengan warna senada, abu silver. Namun tentu saja, pakaian yang dikenakan untuk menemui sang gadis adalah pakaian yang berbeda.

"Tumben minta bekal di tempat yang ini," ucap Kamilah, memberikan bekalnya.

"Ummi gak perlu tau, cukup Ziyech yang tau." Ziyech meraih goodie bag yang diberikan sang ibu, dibarengi dengan senyuman tampak bahagia.

Kamilah hanya tertawa kecil seraya menggelengkan kepalanya. Ziyech kemudian mencium tangan sang ibu dan kedua pipinya, lalu pamit dan beranjak pergi.

Memiliki tangan kanan seperti Iyad, membuatnya bisa mengatur waktu untuk diri sendiri. Meskipun pekerjaan sedang menumpuk, karena proyek yang sedang dijalankan berjalan dengan baik.

Seperti yang dikatakan, bukan mementingkan pekerjaan dan pergi ke kantor, lelaki itu justru pergi ke rumah sakit terlebih dahulu. Ia bahkan dengan polosnya masuk tanpa seorang anak kecil yang biasa menjadi alasannya untuk bertemu dengan sang gadis. Kali ini hanya dengan membawa goodie bag yang berisi makanan, ia memasuki ruangan gadis itu tanpa permisi.

Alisa yang baru saja datang dan duduk mengatur napasnya, tiba-tiba harus kembali terkejut karena seorang lelaki yang memasuki ruangannya tanpa permisi.

"Selamat pagi, Bu Dokter!" sapa Ziyech, memasuki ruangan.

"Kamu? Ngapain ke sini?" Alisa dengan ekspresi kagetnya, karena laki-laki itu datang tanpa seorang anak kecil.

"Jangan kaget, santai aja." Tanpa disuruh ia lalu duduk di sofa.

Alisa tampak gelisah kebingungan. Apa yang harus dilakukannya? Sedangkan laki-laki itu duduk nyaman tanpa merasa bersalah. Bahkan untuk bekerja pun ia tidak nyaman. Jari-jemari kakinya dimainkan, matanya memutar tak tentu arah, pikirannya kacau, bahkan emosinya hampir tak terkontrol.

"Hey, Nona! Kenapa anda seperti orang gelisah?" Ziyech memandang heran ke arah Alisa.

"Saya mohon kamu keluar dari ruangan ini," pintanya, dengan wajah gelisah tentunya.

"Why? Saya hanya duduk. Apa salahnya?"

"Salahnya, kamu laki-laki dan ini ruangan perempuan. Jangan membuat gosip yang tidak-tidak," ucap Alisa, masih bernada santai.

"Gosip tentang kita, maksudnya?"

"Tentang saya, bukan kamu! Orang-orang rumah sakit akan membicarakan saya karena kamu," jelasnya, tampak mulai kesal.

"Oh, bagus dong. Biar mereka mengira kita pacaran, atau sepasang kekasih yang akan menikah." Ziyech melengkungkan sudut bibirnya menatap sang gadis.

"Jangan pernah bermimpi, itu tidak akan pernah terjadi!" Kali ini Alisa benar-benar kesal.

"Oh ya? Sepertinya ... Nona tidak tahu siapa saya." Tampang menyebalkan itu membuat Alisa semakin kesal.

Mine (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang