20

1.5K 107 2
                                    

Semuanya hanya terasa biasa-biasa saja, pemilik suara dan hati yang indah, menjadi tokoh utama dalam alur kehidupan lain dan menjadi ciptaan sastra siapapun. Referensi kalimat itu banyak ia dapatkan semenjak dirinya hanya menjalani perawatan di rumah sakit. Hanya saja ia masih tidak diperbolehkan untuk mengerjakan sesuatu hal yang berat, jadi mungkin untuk sekarang dirinya sementara menulis dikertas sebagai penyimpan.

3 Minggu berlalu, yang dirasakan hanyalah sakit, sakit dan sakit. Terutama dibagian kepala, semua orang terdekat kini telah mengetahui apa yang sedang ku alami. Keluarga? Tentu saja mereka tidak menyangka, terutama Bunda & Christy yang hampir setiap hari nya seperti ingin menangis. Papah? Pemikirannya cukup dewasa, dirinya selalu menyemangati ku dengan kondisi apapun saat ini. Sedangkan Chika tidak bisa ditebak, dikit-dikit ngomel lalu menangis, dikit-dikit manja ngalahin anak kecil. Tapi setelah mengetahui apa yang sedang ku alami, dia selalu menemani 24 jam.

”Kamu katanya mau ke kampus?” tanya Zee

”Nanti kalo aku ke kampus yang jaga siapa?”

”Ada Bunda, Adek, Papah, yang jaga aku banyak kok kamu gausah terlalu pikirin.” ucap Zee

”Yaa tapi kan-” ucap Chika terpotong

”Gapapa sayang, nanti abis dari kampus kamu bisa kesini lagi kan.” ucapan tadi barusan membuat Chika salah tingkah

Baru kali ini Chika mendengar panggilan sayang dari Zee, ah rasanya ingin sekali ia terus mendengar kalimat itu di telinganya. Chika langsung berdiri dengan cepat dan mengambil tas nya.

”Chik.” panggil Zee

Merasa terpanggil namanya langsung menoleh kembali, Zee menunjuk berulang-ulang kali ke arah pipi nya itu. Kenapa? Chika masih tidak mengetahui maksud dari Zee. Yang merasa ter-abaikan itu sedikit kesal, padahal ini adalah cara yang ampuh untuk Zee lakukan.

”Gajadi, udah sana pergi.” ucap Zee memalingkan wajahnya

Cup.. kecupan yang tiba-tiba mendarat di pipi Zee membuatnya  sedikit menimbulkan senyum dibibirnya, ”Ini kan yang kamu mau, aku ke kampus dulu ya.” ucap Chika

***

Terlihat perempuan memutuskan duduk dihalte sambil menatap trotoar di seberang, mendapati banyak pemandangan anak sekolah dan orang-orang menunggu diseberang. Tapi tidak ada satupun yang ia kenal.

”Mau gue anterin?” ia tersentak kaget. Cewek itu berpaling dan melihat sosok laki-laki didepannya yang mengendarai motor

”Enggak, Naik taksi aja.”

”Cewek nunggu di halte sendirian, bahaya.” Laki-Laki itu berjarak dua jengkal, tidak benar-benar dekat.

”Kenapa? Tampang gue emang kaya orang jahat ya?”

Masih tidak ada respon dari cewek yang ditanya, membuat laki-laki dihadapannya ini membuka helm yang ia kenakan. ”Gue Aldo, anak kampus sini.” ucap laki-laki itu sembari menunjuk gedung universitas yang ia bilang tadi

”Apa yang bisa buat gue percaya kalo lu bukan orang jahat.” tanya cewek itu

Merasa sedikit frustasi menghadapi situasi seperti ini. Aldo langsung mengeluarkan dompet nya dan menunjukkan semua identitas yang ia punya. Sayang nya cewek yang di hadapannya ini masih tidak percaya juga.

”Identitas gak bisa buat jadi bukti kalo lo orang baik.” kata si Perempuan

”Nggak ada waktu buat kita debat, gue harus ke rumah sakit. Tawaran terakhir mau atau engga?” tanya Aldo sekali lagi

Cukup lama perempuan itu bergulat dalam pikirannya untuk menerima tawaran dengan laki-laki dihadapannya. Terima atau tidak? Sebenarnya tidak masalah bagi dirinya jika menerima tawaran tersebut, anggap saja bisa menghemat uang untuk dirinya yang baru saja tiba di Negara lama nya. ”Gue ikut, dengan syarat kita gak boleh sentuhan sama sekali. Kena sedikit pun gue bakal teriak.” ujar nya

”Gampang.. sekali lagi gue Aldo.” ucap Aldo sekali lagi memperkenalkan dirinya

”Sekali gw sebut abis itu nggak ada pengulangan, Marsha.”














Senandika [END]. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang