16

1.4K 131 4
                                    

”Damn... are u fine Zee?”

”No one is fine with that.”

Zee yang tadinya sedang mengamati jalan, menyahut cepat saat mendengar pernyataan yang aldo suarakan. Mau bagaimanapun tak ada orang yang baik-baik saja dengan penyakit, entah itu penyakit tubuh maupun mental kita.

”Tapi kenapa bisa kena itu? Maksud gue, penyebabnya apa?” tanya Adel. ”Faktor genetik bisa, pola yang salah juga bisa, atau karena peristiwa mungkin. Tapi, menurut gue karena struktur otak, amygdala-nya sensitif dan aktif. Jadi, ada salah satu bagian anatomi otak yang berhubungan dengan proses perilaku,emosi, memori. Namanya Amygdala.”

”Gue kirain lu bercanda ngomongin amigdala.”timpal Adel. Sebenarnya Zee juga berpikir demikian

”Orang tua, adek lu sama Chika tau?” tanya Adel yang mendapatkan gelengan sebagai jawaban dari zee

”Lo kok tau banyak dah,” desak Adel lagi, Zee mengangkat bahunya. ”Karena dokter?”

”Udah sampe, ini lu gapapa gw tinggal?” tanya adel

Zee memutar bola matanya malas mendengar penuturan dari temannya itu, "Emang gw anak kecil apa" kata Zee

”Yaa... siapa tau balik-balik ke Indo udah lupa jalan” ucap Aldo dengan terkekeh, ”goodluck zee” ucapnya diakhir.

Dirinya kini sendiri berdiri dihadapan gedung yang cukup besar, tidak salah lagi inilah kampus yang aldo bicarakan bahwa Chika sedang berada disini untuk mengurus sesuatu entah apa itu. Zee sudah sampai di Indonesia namun dirinya tidak langsung kerumah melainkan meminta Aldo untuk membantu dirinya untuk bertemu Chika yang masih belom mengetahui kabar kepulangan dari Zee

Disisi lain Chika masih sibuk mengurus untuk acara kampus terakhirnya, dirinya-lah terpilih sebagai ketua untuk menjalankan event ini nantinya. Terdiri dari 3 kampus yang telah bekerja sama. Memang sudah menjadi turun temurun untuk menyelenggarakan acara besar ini untuk ketiga kampus tersebut.

”Chik udah mau jam 7, gamau udahin aja rapatnya?” tanya Ashel yang memang ikut menjadi panitia dalam acara ini

Rapat memang sudah cukup berjalan lama, mulai dari pukul 5 sore sampai tidak terasa sudah memasuki waktu malam. ”Lu kalo mau pulang duluan aja shel, gw masih ada yang perlu dibahas.” kata Chika

”Engga...lu pasti bukan mau bahas acara kan, u miss him right?” tanya Ashel tegas

”Masih belom ada kabar?” tanya Ashel sekali lagi

”Terakhir dia bilang bakal sibuk kedepannya, tapi gw gatau kalo bakal sesibuk ini dia.” ucap Chika pelan

Hanya helaan nafas yang keluar dari Ashel, mau gimana lagi melihat sahabatnya ini sangat gelisah, bahkan jika bisa Ashel tebak pasti chika memikirkan zee setiap saat. Ingin menenangkan segala cara tapi hasilnya juga nihil, memang obat satu-satunya adalah ketemu.

”Kita break dulu ya” ucap Chika tiba-tiba

Chika langsung keluar dari ruangan rapat, dirinya melirik ke arah jam tangan sudah menunjukkan pukul 7.30 malam hari, apakah perkataan Ashel harus dituruti dirinya untuk menyelesaikan rapat agar tidak terlalu larut. Memang masi ada beberapa panitia dari kampus yang berbeda belom juga pulang dan untuk sisanya sudah banyak yang izin tadi sore kepada-nya. Chika membuka hp untuk meng-chat sahabatnya itu meminta tolong kepada ashel agar rapat dibubarkan, karena Chika sudah terlalu malas untuk balik ke ruangan rapat tersebut.

Chika terduduk di taman dekat situ dengan lemas, chika merutuki dirinya karena sedikit ada penyesalan sudah menjadi ketua. Suasana disekitar memang sudah agak sepi, hanya ada hembusan angin malam yang Chika rasakan saat ini, Ashel pun juga mengabari chika untuk pamit pulang terlebih dahulu.

Tiba-tiba... suara langkah kaki kecil terdengar oleh Chika, Eh? dirinya berpikir sejenak saat mendengar langkah kaki tersebut. Suara itu mengarah ke arah Chika, siapa ini, Chika sama sekali mematung dan tidak bisa bergerak. Dirinya sedang berada dibelakang kampus yang dimana sama sekali tidak orang yang harusnya kesini, bahkan tidak ada akses jalan keluar lagi karena taman ini bisa dibilang ditutupi oleh sekitaran dinding kampus. Chika ingin berdiri tapi tidak bisa seolah-olah sekarang tubuhnya sedang ditahan oleh seseorang.

Keringat sudah mengucur deras di kepala Chika, tubuhnya sedikit gemetar dan menahan untuk ingin menangis. Chika bisa melihat dibagian bawah lantai taman ada bayangan mendekat karena pantulan lampu dari taman tersebut, ”Siapapun lo tolong jangan nakutin gue.” ucap Chika memberanikan diri tapi masih enggan untuk membalikkan dirinya

Bayangan itu sangat dekat, bahkan sepertinya bayangan yang dilihat Chika kini persis berada di belakangnya. ”Tolong jangan nakutin gue.. Hikss- hikss” ucapnya sudah menangis menjadi-jadi, semakin tidak ada suara kini malah dirinya tiba-tiba merasakan ada pergerakan tangan menuju lehernya. Chika menutup matanya dengan tangan seolah-olah tidak ingin melihat bagaimana wujud dari tangan itu.

Leher chika terangkat keatas, tangannya masih setia menutupi wajahnya itu. ”Hei” Akhirnya orang tersebut mengeluarkan suara dengan lembut, Chika perlahan menurunkan tangan-nya dan membuka mata perlahan, dengan posisi kepala mendongak karena lehernya terangkat tadi. ”Kamu kenapa disini sendiri?” tanya Orang itu

”Zee? Zeendraa?!!” teriak Chika

Orang yang namanya disebut itu hanya tersenyum manis masih dengan memegang leher chika. ”Udah malem jangan teriak-teriak.” keduanya saling bertatap-tatapan, 
tiba-tiba saja Chika melepas tangan Zee dan membalikan badannya lalu memeluk Zee tanpa aba-aba.

Hampir saja Zee terjatuh karena serangan pelukan dari Chika, ”ini kamu? zee ini beneran kamu?” tanya Chika masih dengan menenggalamkan posisi kepalanya di curuk leher Zee. Jari-jemarinya  membelai halus bagian belakang rambut

”Udah dong jangan nangis lagi.” ucap Zee menjauhkan kepala chika dari lehernya lalu mengelus pipi chika yang sudah dibanjiri kembali air matanya, ”Kamu jahat... Hiks-hiks, aku pikir kamu udah lupa, aku pikir kamu gamau pulang lagi, aku pikir kam-”

Omongan chika seketika terhenti ketika sebuah kecupan mendarat di pipinya.

”Gemesin” puji Zee singkat

”Ih!” Chika protes, bukan itu respon yang ingin dia dapatkan dari Zee. Karena kesal, Chika mengalihkan pandangan ”Ck, tau, ah!”

”Ya udah, coba liat ke sini dulu, jangan ngambek gitu” Zee menggoyang-goyangkan lengan Chika agar menoleh kepadanya. Dengan malas, Chika menoleh

”Apa?! Gue mau marah sama lo karena tiba-tiba mun--”

Chika terbungkam lagi karena kecupan Zee kembali mendarat di pipi satunya.

”Gemesin, pacar Zee” puji Zee sekali lagi. Sementara itu, Chika masih terdiam mencerna apa yang terjadi.

”Zee, ih ya ampun--” Lagi, ucapan Chika tidak terselesaikan karena Zee kembali mencium pipinya 

”Zee, sumpah! Gue, aduh gue--” Zee tidak memberi Chika jeda untuk bernapas normal karena kembali mencium pipinya

”Aduh, aduh, udah Zee cukup..” Chika memegangi kedua sisi pipinya yang tampak merona.

”Yah, Chik. Gak bisa berhenti, soalnya kangen banget. Lima, deh, bonus.” Zee kembali mendekatkan dirinya, kali ini dia mengecup kening Chika sedikit lebih lama.

Lagi-lagi, dunia seakan berhenti berputar karenanya. Membiarkan tata surya beramai-ramai beralih mengitari mereka berdua. Kalau bisa
meminta semesta untuk membiarkannya merasa kenyamanan ini untuk seribu tahun lagi. Rasanya mereka akan menyanggupi imbalan dalam bentuk apa pun dan berapa pun.

Yey up lagi, tadi ada kesalahan makanya di unpub dulu















Senandika [END]. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang