Setelah mengikuti langkah Danu yang ternyata tak lebih lebar dari langkah Havis, keduanya telah sampai di ruangan pertama kali Havis melihat Danu. Unit kesehatan sekolah terlihat lengang mengingat ini merupakan jam istirahat. Hanya ada beberapa siswa baru dan teman-teman Danu berjaga.
"Duduk sini." Perintah Danu kepada Havis. Sedangkan Havis langsung menurut. Ia duduk di tepi ranjang UKS. Menunggu Danu yang entah akan melakukan apa.
Tak berselang lama, Danu kembali membawa kotak putih dengan logo palang merah. Kotak yang tentu saja familiar bagi Havis.
Danu meletakan kotak tersebut di atas nakas, perlahan membuka nya lalu mengeluarkan kapas.
"Lo mau bicara apa?" Tanya Havis dengan nada sedikit dingin. Ingat kan dia masih sakit hati padahal baru mulai mencintai. Mendengar itu Danu berbalik, ia mulai fokus pada sudut bibir Havis yang terdapat darah kering disana.
Tangan Danu terulur, namun karena itu Havis justru mundur. Membuat Danu seketika menarik tangannya lagi.
"Mau Lo obatin sendiri?" Tawar Danu sembari mengulurkan kapas yang sudah dibaluri obat merah itu. Havis menatapnya dalam diam, sejujurnya ia tidak menyangka bahwa Danu akan mengobati nya begini. Padahal saat masih basah tadi, Danu lebih memilih membawa Jalu pergi keluar daripada mengobati Havis.
"Nggak usah, emang Gue cowok apaan." Balas Havis.
Danu menghela napas. Ia menunduk menatap kapas itu dalam diam. Hal itu membuat Havis merasa Danu sedih karena ia tolak kebaikannya.
Havis memajukan wajahnya.
"Sini." Ucapnya.
Sedangkan Danu mendongak, tanpa sepatah katapun, ia mulai menekan kapas itu pada luka yang sebenernya sudah mengering.
"Maafin Jalu ya." Kata Danu memulai pembicaraan. Tapi yang tidak Danu tahu, Havis justru kehilangan fokus begitu melihat wajah Danu yang terbilang sangat dekat dengannya.
'Mama, Havis mau nikah'
Batinnya menjerit, sayang sekali lamunan indahnya harus buyar karena sesi pengobatan ini telah selesai.
"Havis, jangan perpanjang apapun soal tadi ya?" Ucap Danu, sejujurnya melihat bagaimana Havis dijemput oleh orang-orang yang katanya suruhan Mama Havis, membuat Danu agak khawatir dengan Jalu. Bagaimana kalau Havis menuntut Jalu nanti?
Havis kembali mendapatkan fokusnya. Ia mengalihkan pandanganya karena sejujurnya berbahaya menatap Danu yang sedang memohon begini. Bisa-bisa, Havis dengan sukarela menyerahkan semua kartu ATM miliknya berserta pin nya sekalian.
"Oke, dengan satu syarat tapi." Kata Havis. Walaupun kalah, dia tidak mau rugi.
Sedangkan Danu nampak berfikir sebentar. Sebelum kemudian ia mengangguk.
"Apa?"
Havis menahan senyumnya, kalau dia mengajukan syarat Danu harus menikah dengannya, Danu mau tidak ya? Disuruh membangun candi pun Havis lakukan kalau Danu minta sebagai mahar.
Havis menggeleng samar menepis pemikiran gila itu, dia kemudian menunjukkan wajah datar nya lagi.
"Bikinin Gue teh manis." Kata Havis.
Danu mengernyit.
"Cuma itu?" Tanya nya dengan tanpa sadar sedikit memperlihatkan kelucuan. Sangat tidak aman bagi hati Havis yang kini tidak sekuat dulu.
"Kalo Lo mau sekalian jadi pacar Gue nggak masalah."
"Oh, teh manis ya? Gue buatin sekarang juga."
Havis menatap kepergian Danu, yah dirinya ditolak lagi. Tapi entah kenapa senyuman kecil justru terbit dari wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
Teen FictionSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...