Pembagian kelas adalah serangkaian momen setelah MOS dilaksanakan. Havis yang nyatanya tidak suka berdesakan memilih berdiri dengan tangan dimasukkan ke saku. Ia tidak mengerti mengapa orang-orang begitu ingin mencari tahu paling dahulu padahal bisa saja santai seperti Havis sampai kerumunan orang itu selesai dengan urusan mereka.
Karena Havis merupakan tipikal orang yang mudah bosan. Setelah sepuluh menit berdiri, ia memilih berjalan-jalan mengelilingi sekolah baru nya ini.
Gedung sekolahnya tak lebih besar dari sekolah Wiyasa. Tidak pula lebih mewah, tapi selalu ada hal yang membuat Havis tertarik menoleh kesana-kemari untuk memeta seisi melalui mata.
Saat asik berjalan sendiri, Havis melihat siluet tidak asing dari seseorang. Siluet tersebut mengarah pada tempat yang tak Havis ketahui. Tapi sedikitnya, orang itu mampu menarik atensi Havis untuk mengikutinya lebih dalam.
Dirinya persis seperti pencuri, mengendap-endap sekedar ingin tahu apa urusan sang ketua OSIS yang ia nobatkan sebagai rival di tempat sepi seperti ini.
Di belakang gedung, Havis mengamati dari jarak yang lumayan jauh. Havis sempat menatap remeh pada Jalu karena ia pikir, ketua OSIS itu akan berkencan dengan Danu di tempat kotor seperti ini alih-alih mereservasi gedung bioskop atau taman hiburan.
Karena tidak mau cemburu, Havis akhirnya berbalik badan. Tapi saat akan melangkah ia dikejutkan dengan suara asing yang tak pernah ia duga. Havis kembali menoleh, terutama pada Jalu yang tengah berbincang serius dengan seorang gadis.
Dari jarak sejauh ini, Havis hanya mendengar pembicaraan mereka samar-samar. Sampai ia melihat sendiri kedua orang itu berpelukan. Havis membulatkan matanya.
Ini Jalu selingkuh?
Tidak bisa dibiarkan!
Havis dengan instingnya akan menghampiri Jalu dengan rencana akan memukulnya, tapi sebuah tarikan lembut di tangannya mengurungkan niat Havis.
Havis terdiam, ia hanya menurut ketika Danu tiba-tiba saja menariknya menjauhi tempat dimana Jalu tengah berselingkuh menurut Havis.
Seakan amarah dan akal sehatnya terhenti untuk beberapa saat, sampai-sampai Havis tidak sadar bahwasannya Danu telah membawanya di bawah pohon yang rindang. Danu melepaskan pegangannya dan kemudian duduk di bangku semen yang tersedia.
"Kak?"
Danu hanya melirik Havis sekilas, lalu berlagak seolah tak peduli.
"Nggak usah ikut campur." Ucap Danu dingin.
"Tapi Si Jalu selingkuh depan mata Lo? Dan Lo--"
"Gue bilang nggak usah ikut campur!"
Havis membeku, ia hanya mendapati sorot kosong Danu yang tak menatapnya. Havis bersidekap dada, ia menatap Danu penuh curiga.
"Kok Lo nggak marah tentang Jalu yang selingkuh?"
"Nggak usah--"
"Lo beneran pacaran sama dia? Atau Lo ternyata yang jadi selingkuhannya?"
Seolah kehilangan kata, Danu tak dapat menjawab pertanyaan Havis dengan percaya diri. Lelaki manis itu memilih melihat ke sembarang arah alih-alih menatap Havis.
Danu menghela napas panjang saat merasakan Havis terus menatapnya seakan penasaran.
"Gue nggak pernah pacaran sama Jalu."
Setelah itu Danu menatap tajam ke arah Havis.
"Gue udah temenan dari kecil sama Jalu. Dan Jalu cuma mau lindungin Gue dari orang-orang kayak Lo. Jadi mulai sekarang anggep aja kita ini nggak pernah ketemu dan nggak pernah kenal."
Danu berdiri dari posisi semula, ia akan pergi ke arah Kiri menuju kelas nya sendiri sebelum Havis lagi-lagi menghentikannya.
"Kak, Gue nggak tau arah kelas Gue."
***
Walaupun Danu tak ingin Havis berjalan di sampingnya, setidaknya Havis bisa berjalan selangkah di belakang Danu. Havis tersenyum kecil, ini sudah langkah ke delapan puluh enam ia hitung saat Danu dengan berat hati mengantarnya menuju lorong kelas sepuluh yang telah sepi, mungkin semuanya sedang senang-senangnya menikmati kelas baru mereka sembari berkenalan. Havis tidak peduli. Yang menjadi fokusnya kali ini adalah Danu.
"Habis ini jangan temuin Gue lagi."
Saat Danu akan berbalik, tubuh kecil nya dengan mudah kembali lagi pada posisi semula karena Havis menarik pergelangan tangannya. Entah sejak kapan, Havis mendorongnya hingga menabrak tembok. Tidak keras, tapi mampu membuat Danu terlonjak.
"Kak, gimana caranya buat jangan temuin Lo lagi kalau setiap langkah Gue sekarang pengennya tertuju ke Lo."
Danu mengerutkan keningnya, selain tak paham dengan kalimat Havis, ia juga tak mau ada orang yang melihat posisi mereka.
"Please, kita baru kenal dua hari. Cukup mudah buat Lo lupain kalo pernah kenal sama Gue. Karena jujur, Gue nggak pernah mau ketemu sama orang kayak Lo."
"Orang kayak Gue tuh gimana?" Tanya Havis.
Sedangkan Danu seolah kehilangan kata untuk menjawab Havis. Seakan pertanyaan Havis merupakan sebuah teka-teki sulit tak terjawab. Benar juga, ia selama ini terdoktrin dengan kata Jalu mengenai orang seperti Havis. Padahal Danu sendiri tak tahu persis orang yang seperti Havis itu orang yang bagaimana.
"Havis, nanti ada yang lihat." Danu memelas agar Havis melepaskannya untuk kembali ke kelas. Ia tidak mau ada yang salah paham.
"Gue tadinya mau mundur kak pas tau kalo Lo udah punya pacar. Gue juga sempet mau pindah sekolah. Tapi hari ini dan seterusnya biarin Gue deketin Lo."
Danu menggeleng.
"Nggak, Gue nggak mau."
"Kalo gitu biarin satu sekolah tau kalo Lo ini selingkuhannya Jalu."
Danu membulatkan matanya.
"Apa maksud Lo? Gue bilang kan--"
Havis mengeluarkan ponselnya, disana terlihat Danu yang tengah berpelukan dengan Jalu di kasur UKS. Entah darimana Havis mendapatkan foto itu.
"Darimana Lo dapet itu?" Danu sedikitnya panik seolah dirinya benar sedang berselingkuh. Padahal kegiatan tadi seringkali Danu lakukan dengan Jalu sejak lama, mungkin dari sejak Danu dan Jalu masih sama-sama kecil.
"Nggak penting Gue dapet darimana." Jawab Havis.
"Lo ngancem Gue?" Tuduh Danu.
Havis menggeleng, ia justru tersenyum lalu menghapus foto itu di depan Danu sendiri. Danu dibuat lebih bingung dengan kegiatan Havis.
"Ngancem? Nggak ah, cupu."
"Dibilang Gue mau deketin Lo. Mau Lo tolak atau terima itu urusan Lo."
"Lagian Gue nggak suka lihat foto Lo sama cowok lain kayak gitu, nggak Sudi Gue nyimpen foto kayak gitu di HP Gue. Lebih mending buat nyimpen pap dari Lo yakan?"
Sinting.
Semakin kesini semakin Danu tahu orang macam Havis yang dimaksud Jalu.
Havis gemas karena Danu sedari tadi diam karena kebingungan. Ia mengusak rambut Danu tanpa permisi membuat sang empu terlonjak.
"Dah sana masuk kelas, atau mau nemenin Gue nyari kelas?"
Danu tersadar dari lamunan konyolnya.
"LO!"
"Apa?"
Wajah Danu mendadak merah, rasanya sedikit panas bercampur rasa kesal. Ia dengan cepat berlari menjauh, meskipun samar-samar ia mendengar Havis tertawa. Wajah Danu kian merah.
Danu menepuk pipi nya sendiri dengan rasa malu yang tinggi. ia bergidik karena sempat berfikir tentang sesuatu.
Ternyata Havis lumayan tampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
JugendliteraturSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...