Pagi ini di hari Senin seperti biasa. Semua berjalan seperti biasa. Seperti Danu yang baru saja turun dari motor Jalu. Pagi itu ramai, penuh dengan siswa-siswi yang berjalan santai memasuki area sekolah. Sekarang masih setengah tujuh, sedangkan upacara baru dimulai jam tujuh lima belas. Masih ada waktu sebelum Danu bersiap, dan Jalu ikut mengawasi gerbang seperti biasa.
"Lo bawa apa sih? Berat banget?" Jalu mengambil alih Tote bag yang berisi laptop dan beberapa buku. Bawaan hari Senin memang luar biasa banyaknya. Sampai Danu harus membawa dua tas seperti ini.
"Gue bisa bawa sendiri loh." Jalu menjauhkan tas tersebut dari jangkauan Danu. Membuat Danu akhirnya menyerah setelah sekian percobaan merebut kembali tas nya.
"Oh ya, kemarin sore Lo kemana? Gue samper ke rumah katanya Lo pergi?" Tanya Jalu setelah penasaran. Keduanya mulai berjalan pelan sembari diisi perbincangan sebelum sampai dikelas.
"Nengokin Havis."
Jalu mengerutkan keningnya, mengingat kembali siapa sosok pemilik nama Havis yang baru saja disebut oleh Danu. Lalu ingatannya menemukan kepingan kekesalan yang teramat kepada sosok tinggi kurus yang akhir-akhir ini mengacaukan hari nya. Juga berpotensi merebut Danu dari nya.
"Sejak kapan deket sama dia?" Tanya Jalu dengan nada terkesan tidak suka. Baru kali ini, dari sekian orang yang mendekati Danu, baru sekarang Jalu merasa khawatir. Entah kenapa.
"Belum deket kok." Jawab Danu sesuai fakta, ia kan masih mencoba menerima Havis di sekitar nya.
"Belum?"
"Maksudnya, ada niatan mau deket gitu?"
Jalu berhenti, otomatis itu membuat Danu juga berhenti.
"Gue bukannya udah larang Lo deket sama adik kelas itu?" Tanya Jalu lagi, tatapan tajamnya semakin terasa membuat Danu sedikitnya cukup tersulut.
"Ya emang kenapa sih? Havis baik, Jalu. Lo tenang aja." Kata Danu meyakinkan.
"Lo emang tau apa tentang dia? Kalian baru kenal. Nggak cukup kah temen Lo cuma Gue sama Melvin?" Ucap Jalu. Hal itu membuat Danu mengernyit bingung.
"Kenapa Gue nggak boleh temenan sama orang lain selain Lo sama Melvin?" Tanya Danu, mengingat sebenernya Danu juga bukan orang yang sabar, ia mulai tersulut dengan kalimat Jalu barusan.
"Gue nggak suka." Balas Jalu dengan tegas, membuat kalimat yang sengaja Danu susun untuk membalas Jalu menguar begitu saja. Danu tidak bisa bohong bahwasanya kalimat Jalu membuat hati kecilnya sedikit bergembira. Padahal kalimat ini sudah sering Jalu ucapkan ketika ada yang berusaha mendekati Danu.
"Gue nggak mau Lo kenapa-kenapa." Ucap Jalu lagi. "Dengerin Gue ya?"
Danu menatap Jalu sekilas. Sekuat apapun Danu menyangkal, ia tidak akan bisa menolak permintaan Jalu.
Tapi sebelum Danu mengangguk, keduanya dialihkan dengan kedatangan tidak diharapkan. Pandangan Jalu yang semula melembut berubah lebih tajam dari biasanya.
"Selamat pagi kakak Manis, yang nggak manis nggak selamat pagi." Sudah tertebak siapa dibalik suara berat itu. Havis semula menatap Danu dengan sumringah, lalu aura nya berubah gelap ketika beradu pandang dengan Jalu.
"Mau apa Lo?" Aura permusuhan langsung terlihat diantara kedua pria itu. Danu menyadari bahwa akan ada perpecahan andaikata dia tidak bertindak mulai dari sekarang.
Havis tersenyum kecil, ia mengambil alih tas milik Danu yang sedang dibawa Jalu dengan begitu cepat hingga sang empu tak sadar.
"Makasih udah nganterin calon pacar Gue, tugas Lo cukup sampai sini saja, selanjutnya biar Gue. Ntar Gue transfer." Bukan Havis namanya kalau tidak memancing emosi pagi-pagi.
"Maksud Lo——" Ucapan Jalu terpotong begitu saja.
"Shutttt, opini Lo jelek, Gue nggak mau denger. Ayo kakak sayang."
Jalu tentu saja menghalangi Havis yang akan mengandeng tangan Danu. Jalu sudah sering menemui orang-orang yang menyebalkan, tapi yang paling menyebalkan tentu saja Havis.
"Danu bareng Gue ya anjing. Lo pergi sana sebelum Gue bunuh Lo disini."
"Kak Gue mau dibunuh sama Jalu." Havis mengadu ke Danu dengan wajah datar dan menyebalkan. Ancaman Jalu tak berarti apa-apa bagi Havis. Ingat kan? Jangankan Jalu sang ketua OSIS, Havis kalau sudah cinta menteri pertahanan pun diterobos. Sedangkan Danu sudah ketar-ketir karena mereka mulai mendapat sedikit demi sedikit atensi dari orang yang lewat.
"Bangsat——"
"Udah!"
Setelah sekian lama diam, Danu akhirnya membuka suara. Ia kini mengambil alih tas miliknya sendiri dan menatap kedua lelaki yang lebih tinggi darinya itu bergantian.
"Gue nggak selemah itu! Gue bisa bawa tas Gue sendiri dan ke kelas sendiri. Kalian aja yang bareng. Gue nggak ngurus." Setelah mengatakan itu, Danu pergi begitu saja. Ia sudah cukup muak dengan pertengkaran yang sering terjadi di pagi hari. Dan drama-drama yang membuatnya pusing bahkan sebelum pelajaran.
Sepeninggal Danu, Havis dan Jalu saling memberikan tatapan tajam satu sama lain.
"Jauhin Danu."
"Lo siapanya?"
Havis tersenyum sinis, melihat bagaimana Jalu tak bisa lagi menjawab pertanyaannya. Lelaki itu hanya menahan emosi sembari memberikan tatapan mengancam.
"Denger ya Jalu ayam, Gue udah dapat lampu ijo dari Kak Danu, nunggu momen yang tepat aja buat ngelamar dia."
Havis tertawa kemenangan lalu pergi meninggalkan Jalu begitu saja.
Kurang ajar!
***
Bulan Desember sangat identik dengan waktu hujan. Memberikan keteduhan di sore yang berangin. Danu duduk di depan sekolah, dengan berbagai jajanan dan es teh besar yang ia bawa. Meskipun cuaca dingin, es teh tetap enak jika dinikmati bersama jajanan bermicin seperti cimol dan teman-temannya. Niatnya akan makan jajan dulu sebelum pulang, sebagai bentuk self reward karena sudah presentasi dengan baik tadi.
Tinnnn
Sedang enak-enak nya mengunyah, Danu reflek menoleh ketika sebuah mobil berhenti di dekatnya, membunyikan klakson dan kemudian nampaklah wajah sang tuan muda Havis setelah kaca mobil belakang dibuka.
"Kak, ayo pulang sama Gue." Kata Havis dari dalam mobil. Meskipun bukan ia yang menyetir karena belum boleh, ia tidak akan membiarkan hujan yang belum turun mengenai kakak kesayangannya.
Baru akan menjawab, Danu kembali menoleh pada sebuah motor yang berhenti di belakang mobil nya Havis. Danu jelas tau siapa itu.
Sang pengendara motor lekas turun dari motornya, mendekati tempat Danu duduk.
"Maaf ya nunggu lama, ayo pulang sebelum hujan." Kata Jalu, lelaki itu melepas jaket nya lalu memakaikannya pada Danu, disusul sebuah helm yang kini terpasang di kepala Danu.
"Bareng Gue aja kak!" Tiba-tiba saja Havis sudah turun dari mobil, menghampiri Danu yang telah siap dengan helm dan jaket.
"Lo nggak liat Danu berangkat bareng Gue? Pulang juga bareng Gue." Balas Jalu. Wajahnya selalu masam kalau berhadapan dengan Havis.
"Bentar lagi hujan, Gue liat di ramalan cuaca katanya hujan petir. Kalau naik motor nanti Lo sakit, naik mobil aja sama Gue." Havis masih mencoba meyakinkan Danu untuk pulang bersamanya.
"Lo——"
Danu menghalangi Jalu yang sepertinya sudah kepalang emosi. Kini lelaki manis itu menatap Havis.
"Havis, makasih, tapi maaf Gue bareng Jalu aja naik motor."
Kini Jalu yang tersenyum kemenangan, ia menatap remeh Havis yang wajahnya tertetuk.
Havis memandangi cukup lama sejak Danu mulai naik motor Jalu sampai keduanya telah melaju. Havis mengangguk singkat untuk beberapa saat.
"Oh, jadi kak Danu lebih suka yang bawa motor daripada mobil."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
Novela JuvenilSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...