Hari ini kediaman Wiyasa sedang heboh-heboh nya sebab anak sulung keluarga yang biasanya hanya bermain game, main, makan, dan kegiatan-kegiatan khas anak orang kaya lainnya kini mendadak berulah. Dengan bermodal yakin dan tekad bulat pukul lima subuh, Havis sudah lengkap dengan apron, sarung tangan, dan juga topi chef milik koki rumah.
Tujuannya hanya satu.
Membuat nasi goreng untuk Kak Danu tercinta.
Tapi jumlah penontonnya malah lebih banyak daripada acara masak-memasak di TV. Mulai dari pekerja rumah tangga, satpam, bodyguard, sampai Papa dan Mama Havis turut menyaksikan anak mereka dengan bangga. Seolah sebuah pencapaian selama bertahun-tahun Havis hidup sebagai manusia.
Didampingi dua koki rumah, Havis memulai proses masak nya dengan menghaluskan bumbu. Sengaja tidak pakai cooper agar rasa nya lebih enak. Tapi ternyata menguleknya sendiri jauh lebih susah. Alhasil, Havis menyerah, membiarkan mesin mengambil alih, sementara dirinya sedang bertanya kepada koki tahapan selanjutnya.
Sebenarnya pekerja-pekerja disini sedang ketar-ketir karena takut tuan muda mereka terluka. Sebab Havis dalam memegang pisau saja masih remidi, bisa-bisa bukan sosis yang terpotong, tapi tangan Havis.
"Sayang ku, biar dimasak sama koki aja. Kamu siap-siap ke sekolah sana." Kata Mama Havis. Ia juga agak khawatir anaknya terkena ledakan kompor karena tidak pernah masak sebelumnya.
"Engga Ma, ini kalau nggak dimasak sama Havis, pelet nya nggak ngaruh di kak Danu." Kata Havis asal. Ia nekat bangun subuh-subuh demi memasakkan Danu nasi goreng agar lelaki manis itu terkesan dan kemudian bisa mencintainya dengan cepat.
Havis bosan menjadi jomblo seperti ini, padahal uang punya, wajah pun terbilang sangat tampan. Memang dasarnya Havis saja yang dulu sok jual mahal. Sekarang malah dirinya terkena karma setelah menyukai Danu.
"Biarin Ma, biar dia tau caranya masak nasi goreng." Kata sang Papa bangga.
Nyonya besar Wiyasa itu berdecak.
"Emang apa sih pelajaran yang bisa diambil dari masak nasi goreng?" Kata sang Mama.
"Ya nggak ada. Tapi Havis kan lagi berjuang mendapatkan——siapa namanya itu? Panu?lupa Papa. Tapi Papa salut sama sikap Havis. Nggak sia-sia dia mirip Papa." Kata Tuan Wiyasa.
Havis tak lagi peduli perbincangan orang tua nya. Kini fokusnya adalah menyelesaikan nasi goreng yang sebenarnya lebih banyak topingnya daripada nasi nya. Mulai dari udang, cumi, teri, sayuran biar sehat, telur, bakso, sosis, ayam, apapun dimasukkan Havis agar memenuhi Gizi Danu.
Setelah selesai dengan kegiatan masak yang berlangsung cukup lama sebab Havis yang selalu bingung harus bagaimana, kini semua dapat bernapas lega karena tuan muda itu telah selesai dengan kegiatannya. Kali ini keadaan dapur cukup berantakan, lebih baik daripada dapur terbakar.
Havis meletakkannya ke dalam tempat bekal lucu. Dihias dengan sedemikian rupa.
Pandangannya berbinar menatap karya nya sendiri. Padahal nasi nya nyaris tak terlihat. Semua yang ada hanya terlihat seperti setumpuk toping goreng.
Tapi tidak masalah.
Havis bangga karena dapat membuat makanan sendiri.
Havis yakin, setelah ini Danu akan semakin terkesan dengannya. Setidaknya setelah kemarin-kemarin, Havis yakin Danu akan mencintainya begitu mencicipi rasa nasi goreng ini.
***
"Asin."
Senyuman di wajah Havis luntur begitu saja saat mendengar penilaian Danu tentang makanannya.
"Ini topingnya masih bisa kemakan. Tapi kalau banyak-banyak asin banget. Lo mau bikin Gue hipertensi apa gimana?" Tanya Danu, tapi mulutnya tak berhenti menguyah nasi goreng yang katanya dibuat khusus untuknya.
Havis membuka botol jus yang juga dibuatnya, lalu memberikannya kepada Danu untuk meminimalisir rasa asin di mulutnya.
"Nah, kayaknya Lo beneran mau bunuh Gue. Habis hipertensi, Lo mau buat Gue diabetes?" Omel Danu sambil melihat ke arah jus mangga yang manis nya bukan main.
Hancur sudah suasana hati Havis. Padahal ia masih baik-baik saja sebelum Danu mencoba makanannya.
"Yaudah kak, dibuang aja. Gue kan mau nya Lo tetep sehat, nggak stunting kayak gini."
"Eh!" Enak aja Danu dibilang stunting. Ia membuang napas cepat.
"Tapi makasih banyak loh ini dibawain makanan. Tapi kalau boleh ngasih saran, besok lagi ngasih garam nya dikit aja. Terus jus nya itu gausah pake gula nggak apa-apa." Kata Danu, ia harus menghargai apa yang Havis lakukan. Tapi sepertinya lelaki tinggi itu tengah merajuk setelah mendengar penilaian jujur dari Danu.
Sekarang Danu harus apa? Ia belum pernah memiliki pengalaman menenangkan adik kelas yang tengah merajuk.
"Jangan ngambek dong Vis. Enak kok makanannya."
Havis melirik sebentar.
"Tadi katanya bikin hipertensi sama diabetes?"
Danu memutar bola matanya malas. Kenapa merajuknya seperti anak kecil sih. Sekarang kan berasa Danu sedang menjaga bocil.
"Ya kalau kamu ngasih yang kayak gini tiap hari bisa jadi. Tapi sekali doang mah nggak apa-apa. Gue yakin Lo bisa lebih baik lagi. Semangat." Kata Danu.
"Kak, liat mata Gue deh."
"Kenapa mata Lo?"
"Gue bangun subuh-subuh, nyiapin Lo makanan. Mata Gue sampe kayak orang nggak tidur seharian. Kalau Lo bilang belum suka sama Gue parah sih." Ucap Havis.
Danu terkekeh. Harus dengan apa ia menjelaskan kepada anak SMA ini kalau dia sebenarnya sudah sedikit tertarik dengan Havis.
Tapi mengerjai Havis itu seru.
Reaksi nya yang berlebihan membuat Danu terkadang tertawa ketika sedang sendirian. Seperti orang gila.
"Kalau cuma ngasih makanan mah orang tua Gue juga, tiap hari malah. Effort nya kurang nih. Minimal bawain gunung kek, biar Gue punya gunung pribadi." Sepertinya Danu memang tertular aneh nya Havis. Tapi tidak apa-apa, Havis harus tau terkadang Danu jengkel dengan pemikiran Havis yang diluar angkasa.
Havis menghela napas resah.
"Gue maunya juga kayak gitu kak. Tapi Gue nggak tau yang jual gunung dimana." Ucapnya seakan-akan sedang memikirkan sesuatu yang benar-benar serius.
Danu memukul lengan Havis pelan, walaupun begitu reaksi Havis seakan benar-benar kesakitan.
"Jangan bego ah. Gue suka nya cowok-cowok yang pinter tauk." Balas Danu.
"Ini kalau Gue tunjukkin raport Gue, Lo mau nggak langsung nikah sama Gue kak?" Selalu saja pertanyaan seperti ini yang keluar dari mulut Havis.
Danu berdecak, ia tau Havis ini memang pintar. Karena Havis menerima berbagai les tambahan selain dari sekolah.
"Nggak lah."
Havis membuat ekspresi jengah. Sedangkan Danu terkekeh.
"Coba deh Vis jadi ketua OSIS. Gue mau lihat kalau Lo jadi orang bener itu kayak gimana."
"Emang kalau Gue jadi ketua OSIS, Lo bakal langsung cinta sama Gue?" Tanya Havis.
Danu awalnya diam, tapi setelahnya ia menimpali ucapan Havis.
"Gue udah tertarik sama Lo. Barangkali setelah itu suka Gue jadi nambah?" Kata Danu, walaupun nantinya mungkin akan semakin rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
Novela JuvenilSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...