Tidak ada yang menyadari bahwa Danu menanti cemas di tempatnya duduk. Hitungan menit terasa lama di mata pelajaran yang begitu ia sukai. Hey, ini Biologi? Sejak kapan Danu begitu gelisah dan nyaris tak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh guru favoritnya. Dan entah kenapa Danu langsung mengemasi barang-barangnya begitu mendengar bel pulang sekolah berbunyi.
Danu bahkan mengabaikan panggilan Melvin dan buru-buru pergi keluar, padahal Danu paling tidak suka berdesakan dengan orang-orang.
Saking buru-buru nya, Danu sampai tertarik mundur ketika seseorang menahan lengannya. Nyaris lelaki itu terjatuh ke belakang kalau tidak secara reflek memegang sesuatu secara acak.
"Jalu——"
"Lo nggak liat Gue?"
Danu menggeleng, ia tak sempat memperhatikan satu-persatu manusia yang berdesakan ingin segera keluar.
"Mau kemana? Kayak buru-buru banget?" Tanya Jalu. Dan untuk sesaat Danu mendadak tersadar.
Iya, untuk apa ia buru-buru?
Ia bahkan tak mengiyakan ajakan Havis, dan tidak pula menolaknya. Danu bilang kalau ia akan setuju pulang bersama saat Havis menunggu di depan sekolah, kalau lelaki itu nekat menghampiri Danu ke kelas, maka Danu tidak akan mau pulang dengan Havis. Setidaknya ancaman itu membuat Havis pasti sudah berdiri di depan sekolah sekarang ini.
"Gue pengen cepet-cepet pulang, laper."
Alasan yang ceroboh, terlihat Jalu mengerutkan keningnya.
"Mau kemana?" Tanya nya lagi. Seakan Jalu tau kalau Danu sedang menyembunyikan sesuatu dari nya.
"Mau pulang, Gue nggak bohong." Kata Danu, kali ini lebih meyakinkan. Memang dia mau pulang kan? Havis juga tidak mengajaknya kemana-mana selain mengantarnya pulang.
"Yaudah, ayo." Helaan napas terdengar sebelum Jalu kembali akan menarik Danu menuju parkiran. Tapi Danu tetap diam pada tempatnya bahkan setelah Jalu berjalan selangkah.
"Kenapa?" Tanya Jalu.
Danu menunjukkan raut menyesalnya.
"Maaf Jalu, Gue nggak bisa pulang bareng Lo." Kata Danu.
"Emang mau pulang bareng siapa? Ayah Lo bisa jemput?" Tanya Jalu memastikan. Karena setahu nya, Ayah Danu tak pernah menjemput, kalau mengantar memang sering.
"Bukan, bukan ayah——"
"Terus?"
Danu benci saat Jalu mengeluarkan tatapan seolah mengintimidasi, hal ini membuatnya menciut, pada akhirnya Danu hanya akan berkata jujur seolah dirinya memang takut.
"Bareng Melvin——"
"Nggak mungkin!"
Tentu saja, Jalu mengubah arah pandang ke ujung jalan dimana Melvin justru sudah bersiap-siap menaiki motor yang Danu tau milik Yovi. Melvin memang pintar memanfaatkan kesempatan, tapi bukan saatnya memuji sahabatnya itu. Danu dalam kondisi yang tidak aman sekarang.
Dan Danu lagi-lagi benci dengan netra Jalu yang teramat tajam. Bahkan dapat menemukan Melvin yang sejauh itu.
"Oke, Gue pulang bareng Havis." Danu menyerah, memberitahukan perihal sebenernya mengapa ia begitu buru-buru. Tidak, bukan karena takut Havis menunggu lama, tapi karena takut siomay di depan sekolah habis atau harus mengantri lama. Danu ingin memakannya hari ini.
"Sejak kapan deket sama dia?"
Danu menghela napas.
"Gue nggak deket sama dia, kebetulan dia nawarin pulang bareng, yaudah kan? Hemat uang." Kata Danu.
"Ada Gue?"
"Iya Gue tau, tapi nggak selamanya Gue bergantung sama Lo kan? Maksudnya——" Danu menghentikan ucapannya saat melihat wajah Jalu yang sangat tidak bersahabat.
Jalu memalingkan wajahnya.
"Gue paham, Havis jelas lebih segalanya dari Gue, dia kaya raya, Lo bisa dapat apapun dari dia kan? Jadi Lo nggak butuh Gue lagi?"
"Kalau gitu maaf udah ganggu jalan Lo."
"Jalu——"
Jalu pergi, meninggalkan Danu yang terus memanggilnya untuk berhenti. Namun Jalu malah semakin mempercepat langkahnya. Dan Danu berdiri disini, diantara jalan lurus menuju gerbang dan Danu akan bertemu dengan Havis dan Smoopy, atau membelokkan arah, meluruskan kesalahpahaman yang terjadi akibat dari kesalahan Danu sendiri.
Pada akhirnya tanpa banyak pertimbangan, Danu membelokkan langkahnya, mengejar sosok yang masih dan selalu mengisi hati nya, walaupun sedikitnya Danu merasa bersalah pada Havis.
Lagi-lagi untuk kesekian kali, Danu menyerah pada kuasa hati nya.
***
Daun-daun berguguran tersapu angin, bunga-bunga turut menjadi saksi bagaimana pegal nya bibir Havis tersenyum sembari membayangkan Danu duduk di belakangnya. Memeluknya erat dan mereka memutari kota dengan Smoopy. Rasanya mendebarkan dan tidak sabar.
Havis mengecek jam untuk kesekian kali, bukankan ini terlalu lama? Sudah tiga puluh menit sejak bel pulang berbunyi. Keadaan di luar sekolah sudah lebih lengang dari beberapa saat yang lalu.
"Piket kali? Gue kan belum nyari tau jadwal piket kak Danu." Havis mencoba berpikir positif. "Ntar kalo udah sejam Gue samperin deh." Ucapnya lagi.
Dirinya kembali duduk, menanti dengan gusar dan terus memainkan ponselnya acak. Hanya menscroll tanpa minat. Sebab fokusnya terpecah, berkali-kali Havis menengok ke arah gebang berharap menemukan seseorang yang ia tunggu-tunggu sejak tadi.
Waktu terus berjalan, sampai Havis bangkit dengan niat untuk menghampiri sang pujaan hati. Takut Danu tersangkut atau bagaimana.
Jadilah Havis kembali memakai helm nya. Namun saat akan menaiki Smoopy, Havis tak sengaja melihat ke arah gerbang. Pandangannya terpaku, melihat dengan jelas siapa yang keluar dari gerbang.
Itu Danu!
Meskipun begitu, senyuman Havis lenyap tak bersisa. Matanya bahkan bertemu dengan netra Danu untuk beberapa saat. Sampai lelaki manis itu hampir sampai di tempatnya.
Namun dia tak sendiri.
Dia bersama Jalu, diatas motor lelaki itu alih-alih duduk di jok Smoopy. Danu menunduk kala posisinya sejajar dengan Havis.
Sedangkan Havis, lelaki itu membatu. Seakan udara sekitarnya berubah kelabu. Seakan bunga-bunga yang bermekaran tiba-tiba layu.
Havis tak mampu mengubah pandangan, sampai Danu dan Jalu tak lagi terlihat di pandangannya.
Danu?
Semua rencana indah perlahan melebur, menjadi debu yang tersapu seiring dengan sesuatu yang memaksa keluar.
Nyeri perlahan menyeruak, mengambil alih hingga setiap denyutan terasa menyesakkan. Tangan Havis mengepal tanpa sadar, bersama dengan matanya yang memerah dan tatapan tak biasa.
Untuk pertama kali nya, Havis merasakannya.
Sebuah perasaan seperti kecewa?
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
Teen FictionSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...