Bab Enam

1.4K 205 9
                                    

Bagaimana ya mendeskripsikannya? Yang jelas setelah sekian lama, Havis yang seolah merasa hidupnya datar tak berkonflik tiba-tiba saja merasakan seperti terlahir kembali. Havis memiliki ambisi yang membuatnya semangat setiap kali menapaki paving sekolah barunya ini.

Alih-alih tertarik dengan segala fasilitas yang ditawarkan, Havis lebih tertarik pada penghuninya. Bukan semacam lelembut mengerikan, tapi seseorang yang ternyata baru saja menyebrang jalan setelah turun dari bus.

Pemandangan Danu di pagi hari dengan menggendong tas nya adalah hal yang menyegarkan. Seperti melihat kura-kura. Danu menoleh kesana-kemari lalu menyebrang dengan sangat hati-hati.

Havis bahkan sampai berhenti sekedar ingin jalan berdua dengan Danu, meskipun pandangan lelaki itu berubah masam ketika melihat Havis.

Seakan menganggap Havis tak nyata, Danu langsung saja melengos pergi. Tapi karena langkahnya tak sepanjang Havis, Danu tiba-tiba merasakan bebannya seperti terangkat. Pundaknya terasa ringan tiba-tiba.

Hal itu membuat Danu menoleh, terlihat Havis berjalan di sampingnya dengan tenang, sebelah tangannya bagian yang biasa digunakan untuk menggantung tas. Hanya mengangkatnya sedikit ke atas tidak mengambil alih tas itu. Mirip seperti drama-drama picisan romantis.

Tapi sayang Danu langsung berhenti. Ia menatap sengit ke arah Havis.

"Lo anggep Gue selemah itu kah?" Cerca Danu dengan tangan mengepal. Mana ada galak, karena sudah cinta, melihat Danu kucel sekalipun pasti akan dibilang gemas sama Havis.

"Nggak kok, tapi Gue miris aja lihat Lo kak. Udah kayak kura-kura." Ujar Havis.

Danu diremehkan?

Ia mencoba berjalan maju, tapi langkahnya harus tercekat karena Havis masih memegangi tas nya.

"Lepasin nggak?"

Havis menggeleng.

"Lo bawa apa sih? Berat banget, kasihan calon pacar Gue."

Danu baru akan menjawab saat seseorang menghampiri mereka dengan tergesa. Ia mendorong Havis sampai lelaki itu mundur beberapa langkah.

"Gue bilang jangan ganggu cowok Gue!"

Havis berdecih, senyuman remeh tercetak di wajah tampannya kala melihat Jalu masih menjalankan sandiwara yang sudah diketahui oleh Havis.

"Cowok Lo? Cowok Gue kali." Balas Havis santai, ia tak peduli tangan Jalu sudah terkepal dan siap menghantam wajah mulusnya seperti beberapa waktu lalu.

Jalu bersiap menghantam Havis, tapi kali ini Danu menghentikannya sampai Jalu mengernyit. Dirasakannya tarikan pelan Danu dengan wajah yang sulit diartikan.

"Udah Jalu, Havis udah tau. Udah ya." Perkataan Danu membuat Jalu terdiam telak. Diliriknya Havis dengan netra tajam, lelaki itu semakin mengepalkan tangannya ketika melihat Havis tersenyum kemenangan.

"Lo mending urusin aja cewek Lo itu, biar Kak Danu jadi pacar Gue." Havis menarik tas punggung yang sedang Danu kenakan, tapi Jalu seakan tak menyerah, ia menarik pergelangan tangan Danu hingga Danu terpaksa melepas tas nya. Tubuhnya sakit ditarik-tarik begini.

"Lo pikir Gue bakal biarin Lo deketin Danu?" Aura permusuhan terpampang jelas, seperti ada cahaya berlawanan yang mengelilingi mereka.

"Lo pikir Gue butuh izin Lo buat mencintai kak Danu?jangankan Lo, menteri pertahanan pun Gue terjang."

Menyadari banyak pasang mata yang mulai menaruh atensi pada pertengkaran tidak jelas ini. Danu yang secara tidak langsung menjadi pemicu kejadian ini pun mencoba memisahkan mereka berdua.

"Please, jangan bertengkar disini." Danu membalikkan posisi Jalu ke arah kiri, lalu Havis ke arah kanan.

"Kalian berdua pergi Gue mohon." Setelah mengatakan itu, Danu mengambil tas nya dan berjalan ke depan dengan cepat. Meskipun begitu ia sesekali menoleh ke belakang sekedar memastikan dua manusia besar itu tak saling bertengkar lagi.

Danu lega saat Havis mulai pergi, dan Jalu berjalan berlainan arah dari Havis.

Ya ampun, ada apa dengan hidup tenangnya Danu?

***

Havis sampai di kelas yang bukan kelas nya. Sengaja ia masuk dan duduk di samping Ares yang merupakan satu-satunya teman kenalannya. Ia tak mau berkenalan lagi meskipun banyak yang secara terang-terangan mengajaknya berteman karena merasa selevel. Tapi kuota pertemanan Havis sudah penuh.

Jadilah ia membayar sekolah untuk memindahkan kelas nya, sekelas dengan Ares.

"Gue pikir becanda, ternyata bener." Ares mengusap bangku Havis dengan tissue. Tadinya ada orang disini, tapi terpaksa harus pindah ke lain bangku karena Tuan muda akan duduk disini.

Sekarang Ares tau seberapa kaya nya Havis dari berita yang tak sengaja ia lihat saat ayah nya tengah menonton TV kemarin. Marga Wiyasa sudah pasti menentukan status sosial dari Havis. Makanya Ares sampai mengusap bangku Havis menggunakan tissue dan hand sanitizer yang tidak tahu dapat darimana .

Takut Havis alergi dengan debu.

"Nih."

Setelah duduk, Havis disodorkan sebuah buku tulis tangan. Dari sampulnya nampak seperti buku biasa, hanya saja terhadap judul yang ditulis dengan spidol permanen.

KIAT-KIAT MENJADI ORANG KETIGA TANPA DUKUN

"Ayah Gue sendiri yang nulis. Berdasarkan pengalaman pribadi. Hasil nya bisa Lo lihat sendiri di depan Lo." Ares tersenyum memperlihatkan lesung pipi nya.

Jadi, ayah Ares sudah lama mengincar Ibu Ares. Karena ibu Ares terhitung cantik, shining, banyak yang suka. Ayah Ares jadi insecure.

Malah baru berani mendekati saat sudah punya pacar. Tapi jodoh memang tak kemana, ibu Ares justru ditinggal pacar nya menikah. Dan disaat inilah, Ayah Ares beraksi. Dan jadilah Ares. Sebenarnya catatan-catatan tersebut lebih mirip bagaimana cara pendekatan dengan calon pacar, alih-alih kiat-kiat menjadi orang ketiga.

Ares terkejut ketika Havis kembali menggeser buku itu di depan Ares.

"Nggak perlu Gue, kak Jalu sama kak Danu nggak pacaran."

Sekarang Ares semakin terkejut. Bukan karena fakta itu. Tapi karena itu artinya peternakan bebek nya tidak jadi. Ares sedih.

"Tapi sebagai gantinya, Lo punya saran cara pdkt yang ampuh nggak? Kalo Gue bangunin peternakan bebek deh ."

Sekarang Ares sumringah.

"Punya kok."

Entah melakukan apa, Ares berlari menuju ke depan. Di dekat meja guru lalu mengambil spidol disana. Dan kemudian, dengan segala pemikirannya, Ares mencoret kata menjadi orang ketiga mengubah judulnya menjadi

KIAT-KIAT PDKT TANPA DUKUN

"Nih!"

Lah.

"Ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi ayah Gue, hasil nya Lo bisa lihat sendiri di depan Lo." Ucap Ares seperti seorang salesman.

Havis mencebik, meskipun begitu, ia tetap membuka halaman pertama buku itu.

"Dapetin nomornya secara langsung." Havis membaca langkah yang pertama. Keningnya mengerut, benar juga, ia belum mendapatkan nomor dari Danu.

"Ini harus banget langsung?" Tanya Havis.

Maksudnya, Havis bisa membayar orang yang sekelas dengan Danu sekedar untuk mendapat nomor lelaki itu.

"Banget banget." Jawab Ares.

"Emang sih, segala sesuatu lebih mudah diselesaikan dengan duit, tapi Vis, namanya PDKT tuh usaha. Kalo kak Danu lihat usaha Lo deketin dia, pasti luluh deh."

Havis mengangguk mengerti.

"Oh gitu."

Di tengah konsultasi itu, Havis tiba-tiba berdiri sampai Ares bertanya.

"Mau kemana?"

"Mau minta nomornya kak Danu." Jawab Havis enteng.

"Sekolah dulu bego, cinta mulu Lo pikirin!"

SWEET TEA || HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang