Semua terasa berat seminggu ini. Seolah semua harapan dan impian Danu menguap bersama kepergian Jalu untuk selama-lamanya. Ia tak pernah menyangka akan berpisah sejauh ini dari orang yang selalu berada di dekatnya.
Tapi hidup harus terus berjalan bukan?
Walaupun sedikit terlambat, Danu seharusnya tak terus-menerus seperti ini. Semua sudah berlalu, dan penyesalan itu tak mengembalikan Jalu.
Tepat seminggu setelah hari berat itu terjadi. Danu pada akhirnya memutuskan kembali bersekolah setelah beberapa hari hanya mengurung diri. Menangisi takdir yang tak mungkin diputar ulang hanya untuk mengatakan tentang seberapa berat kehilangan Jalu di sisi Danu.
"Kak."
Suara itu...
Langkah Danu terhenti tapi ia tak langsung berbalik. Suara itu sudah seminggu ini tak pernah ia dengar. Pesan-pesan dari nya pun tak pernah Danu baca. Lebih tepatnya Danu tak pernah ingin berbicara dengan siapapun, termasuk Havis.
Langkah itu tergesa mendekat. Menghampiri tempat dimana Danu berdiri.
"Kak——"
Ucapan Havis terhenti begitu Danu berbalik badan. Danu tersenyum, seolah tak pernah terjadi apapun sejauh ini. Seolah Danu tak pernah berfikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Namun senyuman itu tak membuat Havis tenang.
"Kebetulan ada Lo, Gue mau ngomong sama Lo." Kata Danu.
"Kak Lo nggak apa-apa kan? Gue minta maaf, tapi Lo percaya kan sama Gue kalo Gue nggak pernah ada niatan nyelakain Jalu. Polisi juga udah ngasih bukti kalau Gue nggak salah kan kak? Gue——"
"Havis." Panggilan lembut dari Danu membuat ucapan Havis yang terkesan tergesa-gesa itu terhenti. Pandangan Havis kini hanya tertuju pada Danu.
"Gue tau semuanya. Gue nggak pernah nyalahin Lo atas semua ini." Kata Danu pelan. Seolah seluruh tenaga nya menghilang. Danu seperti seseorang yang berbeda.
Dan entah kenapa kalimat penenang dari Danu tak lantas membuat Havis tenang. Ia gelisah tanpa sebab. Melihat seberapa Danu terluka akibat kehilangan Jalu membuatnya turut merasakan hal serupa.
"Bisa kita ngomong berdua?"
Havis sempat terdiam, ia mengangguk setelah beberapa saat.
Lalu jemari Danu menarik pelan tangan Havis, menuju tempat dimana mereka akan berbicara berdua.
Setiap jalan yang Havis lalui seolah membuatnya semakin gelisah.
Keduanya berhenti di tempat yang lumayan sepi. Selain masih pagi, tempat ini juga jarang didatangi oleh siswa-siswi lain. Dan butuh beberapa waktu sampai Danu akhirnya membuka suara.
"Havis."
Panggilan itu sebagai isyarat agar Havis memusatkan atensi nya untuk Danu. Untuk mendengar semua kalimat yang telah Danu susun beberapa saat ini.
"Makasih."
Havis mengerutkan keningnya. Ia tak mengerti mengapa Danu tiba-tiba mengucapkan terimakasih tanpa sebab.
"Buat apa?"
"Buat semuanya."
Danu tersenyum, ia mengingat kembali saat pertama kali dirinya dan Havis bertemu.
"Lo orang pertama yang bikin Gue ngerasa bener-bener dicintai dan diinginkan segitu gede nya." Danu menatap Havis dalam. Mencurahkan segala yang ia rasakan selama ini.
"Bahkan disaat Gue nggak bisa jadiin Lo satu-satunya di di hati Gue. Lo dengan sabar nungguin Gue."
"Kak——"
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
Teen FictionSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...