"Bawa apa tuh?"
Danu menyembunyikan apa yang ia bawa di balik tubuhnya. Bukannya pelit, niat baiknya sepertinya tidak tepat sasaran melihat bagaimana sebuah mangkuk dengan bubur yang entah apa bahannya hanya tergeletak diatas nakas tanpa disentuh. Tidak hanya sampai disitu, bubur tersebut dilengkapi dengan bulat-bulat hitam kecil diatasnya, tidak bodoh untuk Danu mengerti berapa mahal nya bubur tersebut setelah diberikan caviar lumayan banyak. Dan makanan ini tidak tersentuh sedikit pun oleh Havis karena tidak selera.
"Bukan apa-apa. Cepet makan Gue mau pulang!" Ucap Danu mengalihkan pembicaraan. Seharunya ia tahu bahwa soup ayam ini tidak sebanding dengan bubur caviar yang katanya makanan saat Havis sedang sakit.
Tapi mungkin Danu tidak siap dengan serangan tangan panjang Havis. Melihat bagaimana Havis dengan mudahnya merebut rantang makanan Danu membuat usaha Danu menyembunyikan makanan ini sia-sia.
"Buat Gue ya?" Tanya Havis, sembari membuka satu-persatu rantang yang berhasil ia rebut. Aroma semerbak masakan rumahan menguar, membuat Havis dengan semangat membuka rantang tersebut. Rantang dengan tiga tingkat itu berisi Soup ayam, nasi hangat, dan tempe goreng.
"Ini apa?" Tanya Havis, matanya nampak berbinar ketika melihat olahan kedelai yang digoreng itu.
"Itu tempe, masa Lo nggak tau?" Danu tidak habis pikir mengapa orang-orang kaya semua sama saja.
"Tau, Gue cuma basa-basi doang. Tapi Gue belum pernah nyobain sih, kayaknya enak——" Baru akan mengambil satu, Havis terlonjak ketika Danu merebut kembali makanan-makanan tersebut dan menjauhkannya dari Havis.
"Sorry Pis, Gue nggak bisa biarin Lo makan ginian. Gue sadar lambung kita beda, Gue nggak mau Lo masuk UGD lagi cuma gara-gara makan tempe."
Havis mengerjap dua kali, mendengar ungkapan Danu membuatnya terkekeh beberapa saat kemudian.
"Gue cinta sama Lo kak." Jawaban ngawur Havis membuat Danu mengernyit. Ini jelas-jelas tidak jelas, Danu berdecak.
"Nggak nyambung."
Havis mengangguk membenarkan ucapan Danu.
"Laper Gue, mana sini." Havis mencoba mengambil kembali makanan yang sempat membuatnya tertarik. Tapi Danu semakin mundur untuk menghindari Havis.
"Pilih kasih makanan itu ke Gue atau Lo nikah sama Gue?"
Danu membulatkan mata, ia sesegera mungkin mendekat dan menata kembali makanan itu di depan Havis. Danu cukup panik padahal ancaman Havis tidak serius.
"Jangan salahin Gue kalo lambung Lo nggak cocok sama makanan ini." Kata Danu. Tidak mau ia kalau disuruh bertanggungjawab lagi.
Havis mulai memakan apa yang membuat ia penasaran sejak tadi. Seolah seseorang yang baru makan setelah beberapa hari tidak makan, Havis menatap takjub pada sebuah tempe yang ia pegang. Ekspresinya sama persis seperti ketika ia pertama kali meminum teh hangat sewaktu sakit di UKS dulu.
"Jangan lebay!"
Oke, Havis langsung merubah ekspresi ketika Danu berujar demikian.
"Tapi ini enak banget serius, beli dimana kak?"
Mulai lagi, pertanyaan keramat ini sangat-sangat ditakuti oleh Danu.
"Udah, makan aja!"
Havis mengangguk, ia kembali memakan makanannya dengan pandangannya yang selalu takjub setiap sekali suap. Setidaknya membuat Danu lega karena Havis makan dengan lahap.
"Lo kenapa nggak mau jadi pacar Gue kak?"
Pertanyaan acak keluar begitu aja, baik Havis maupun Danu sama-sama terkunci pada tatapan masing-masing hingga pertanyaan Havis sempat menguar tanpa jawab untuk beberapa saat. Helaan napas singkat terdengar dari Danu.
"Gue suka sama Jalu."
Deg
Havis sudah memperkarakan ini sebelumnya. Tapi entah kenapa rasanya tetap sakit ketika mendengarnya langsung dari mulut Danu.
"Nggak tau sejak kapan Gue mulai yakin Gue suka sama dia. Kita udah bareng lama, dan Gue kayaknya bergantung banget sama Jalu." Danu bercerita sembari menunduk. Meremat jemarinya kuat-kuat agar bulir bening yang menumpuk tidak tumpah dengan mudah.
"Gue sakit tiap liat Jalu punya pacar atau deket sama orang lain."
"Tapi Gue nggak bisa sekedar ngomong apa yang Gue rasain. Gue nggak mau kehilangan dia."
"Tanpa sadar Gue sering nyakitin diri sendiri cuma buat bisa sama Jalu terus."
Ada jeda sesaat untuk Danu kembali menghela napas, tapi Havis dapat melihat dengan jelas bahwa Danu sepertinya sempat menghapus air mata sebelum semakin jauh jatuh.
"Gue bukannya nggak mau nerima Lo, tapi Vis, gimana Gue bisa nerima Lo disaat Gue aja belum selesai sama perasaan Gue sendiri?" Danu mendongak, matanya memerah ketika menatap Havis.
"Havis Lo orang baik, cari orang yang baik juga buat Lo, dan itu bukan Gue."
Sejenak untuk pertama kali nya, Havis melihat Danu begitu putus asa. Havis mengalihkan pandangan sejenak sembari mengambil napas dalam-dalam.
"Buat apa sih kak Lo nyeritain kayak gini? Nggak ngaruh, Gue nggak mungkin mundur." Ucap Havis, netra nya menatap ke arah depan seolah sengaja menghindari Danu.
"Havis——"
Havis tiba-tiba menoleh, ia menatap Danu cukup dalam sampai Danu tidak bisa untuk sekedar melanjutkan ucapannya.
"Lo bukannya nggak bisa kak. Gue bakal buktiin ke Lo kalo perasaan Gue nggak main-main. Lo cukup terima apa aja yang Gue lakuin."
"Bisa nggak, Lo izinin Gue buat bikin Lo jatuh cinta?"
Danu tertegun, mulutnya seakan terbungkam sembari mencerna ucapan demi ucapan yang Havis berikan.
"Vis——"
"Kak, Gue bakal lakuin apapun termasuk kalo Lo nyuruh Gue jadi kayak Jalu, bakal Gue lakuin apapun itu." Ucap Havis.
"Havis, Gue bahkan nggak bisa menjamin perasaan Gue sendiri?" Balas Danu.
"Lo nggak perlu menjamin apapun kak, Lo cukup terima keberadaan Gue di deket Lo." Havis sangat bersungguh-sungguh hingga Danu tidak dapat menemukan celah kebohongan dari netra lelaki itu.
Untuk pertama kalinya pula Danu melihat kesungguhan Havis. Dan bagaimana lelaki itu mencoba meyakinkannya membuat Danu goyah.
Butuh beberapa saat sampai akhirnya lelaki manis itu mengangguk samar. Menciptakan lekungan senyuman dari Havis. Langkah awal yang bagus, Havis hanya perlu berusaha lebih keras bahkan lebih baik dari Jalu untuk menerobos masuk menggantikan posisi Jalu sebagai orang spesial nya Danu.
"Lo nggak perlu jadi Jalu, Havis. Jadi apapun yang Lo mau, tapi jangan nyebelin kayak kemarin-kemarin ya." Danu terkekeh diakhir kalimat sembari menyeka sudut mata nya.
"Gue boleh peluk Lo nggak kak?" Tanya Havis
"Nggak boleh." Balas Danu sembari menggeleng cepat.
Yah, ternyata perjuangan Havis meraih Danu masih panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
Novela JuvenilSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...