"Kenapa baru pulang?"
Danu terlonjak, dilihatnya Jalu yang ternyata telah berada di teras rumahnya. Lelaki itu telah memakai pakaian santai, berbeda dengan Danu yang masih memakai seragam sekolah.
"Mampir makan seblak dulu tadi." Balas Danu santai. Semakin kesini semakin ia mempertanyakan mengapa ia selalu terintimidasi saat ditanyai oleh Jalu begini. Seakan dirinya kepergok melakukan kejahatan.
"Sama Havis?"
Danu tak bereaksi, tapi sedikitnya ia terkejut ketika Jalu menanyakan hal ini. Setelah sepersekian detik, Danu mengangguk, membenarkan prasangka Jalu mengenai dengan siapa ia pergi.
"Gue nggak tau Lo deket banget sama dia sekarang?" Jalu menaikkan sebelah alisnya, tangannya dilipat di depan dada. Sungguh kombinasi yang tak Danu suka. Pada akhirnya seakan dirinya benar-benar terpojokkan.
"Emang kenapa sih? Havis baik."
"Lo nggak tau dalem nya dia gimana." Balas Jalu cepat.
Danu berdecak, ia sejujurnya malas jika harus berdebat. "Lo juga nggak boleh seenaknya nilai orang kayak ini."
"Gue tau orang-orang kayak Havis itu kayak gimana. Gue nggak suka Lo deket-deket sama dia——"
"EMANG LO SIAPA?!"
"Gue selama ini diem aja tiap Lo ngelarang Gue deket sama orang lain. Karena Gue pikir ini semua demi kebaikan Gue."
"Tapi makin kesini Gue nggak ngerti apa alesan Lo ngelarang Gue deket sama orang lain."
Jalu terpaku, tubuhnya tak bergerak sama sekali. Sedangkan Danu merasakan napasnya yang memburu. Lelah bercampur pening membuatnya mudah sekali meluapkan emosi seperti ini.
Jalu menghela napas. Ia menunduk.
"Gue takut, Nu." Katanya lirih.
Lalu pandangannya yang semula tajam berubah melunak. Bahkan sedikit berair? Danu mendadak merasa bersalah melihat bagaimana tatapan Jalu kepadanya.
"Lo kayak jauh dari Gue akhir-akhir ini. Sedangkan dari dulu , Gue nggak pernah jauh-jauh dari Lo. Gue nggak bisa bayangin gimana Gue tanpa Lo, Danu." Jalu yang biasanya terkesan berani kepada siapapun mendadak berubah. Tatapannya tertuju pada ubin daripada terkunci kepada Danu seperti biasa.
"Gue takut Lo pergi. Gue takut Lo ninggalin Gue sendirian."
"Maaf kalau Gue terkesan egois selama ini."
Jalu meraih pergelangan tangan Danu. Memperlihatkan sepasang gelang yang terpasang di pergelangan masing-masing. Gelang ini dibeli mereka dari pasar malam beberapa tahun yang lalu. Dan sampai sekarang masih melekat menandakan persahabatan mereka memang seerat itu.
"Gue cinta sama Lo."
Danu terkejut, secara reflek menarik kembali tangannya dengan wajah yang sangat ketara. Ini diluar kendalinya. Disaat hati nya perlahan ingin menghapus Jalu dari tahta tertinggi, mengapa mendadak Jalu ingin duduk di kursi yang sebelumnya terus dibiarkan kosong.
Lalu bagaimana dengan Havis?
Dengan debaran yang Danu rasakan kemarin-kemarin. Mengapa semua itu seolah terhapus dengan hanya kalimat sederhana yang Jalu ucapkan.
"Hidup Gue itu cuma Lo. Kalau Lo sama yang lain gimana Gue ngelanjutin hidup?" Jalu menatap tulus ke arah Danu. Sedangkan Danu dibuat bungkam.
"Apa maksud Lo, Jalu?"
Jalu tak langsung menjawab, dipeluknya tubuh Danu seerat yang ia bisa. Seolah tak ada lagi hari dimana ia akan memeluk Danu sesuka hati.
"Selama bertahun-tahun Gue pendam rasa Gue. Gue takut kehilangan Lo karena perasaan Gue ini. Berkali-kali gue nyari pengalihan dengan pacaran agar Lo tetep berada di Deket Gue walaupun sebagai sahabat."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET TEA || HARUBBY [✓]
JugendliteraturSemuanya bermula dari Teh manis kala itu. Havis si sulung kaya raya dengan segala sifat bosannya memilih untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah negeri alih-alih sekolah elite swasta. Namun, pilihannya tersebut ternyata mengantarkannya kepada pemi...