36. Tak Bisa Lupa

16 3 0
                                    

"Aku memang kecewa, tapi, aku tak bisa melupa. Bahkan, untuk membenci pun aku tak bisa._Ema.

Agar Ema tidak terlalu mengkhawatirkan mereka, Arul terus membuat pertengkaran kecil yang berakhir tawa. Arul merasa gagal menjaga Ema. Namun, di saat teman-temannya seolah tak peduli pada dirinya. Gadis itu masih perhatian pada mereka.

Cukup lama Arul terdiam, sampai suara dari sebrang sana menyadarikannya.

"Rul, lo masih di sana kan?" panggilnya. Arul langsung menjawab pertanyaan dari Ema.

"Iya, gue masih di sini kok. Ngapain sih lo khawatirin kita Ma?"

"Ya, gue takut aja kalian lupa sama makan. Jangan berantem lagi ya kalian, gue gak suka. Terutama lo Rul, lo jangan ngejauh gitu aja dari mereka. Omongin secara baik-baik jangan pake emosi, oke."

"Oke, gue lakuin semua ini demi lo Ma. Gue gak mau orang yang selalu ngertiin gue harus disakiti dengan cara kayak gini."

Terlihat wajah sendu Arul saat mengatakan semua itu pada Ema. Sedangkan Ema diseberang sana, merasa bahagia memiliki sahabat seperti Arul. Dia yang lebih peduli akan kebahagiaan dirinya. Bahkan, Ema tidak pernah berpikir bahwa dirinya akan bertemu teman sebaik Arul.

"Makasih ya Rul, gue gak mau berharap banyak. Gue cuman mau, kita balik kayak dulu lagi. Ketawa bareng, liburan bareng, sampe ghibah pun bareng. Gue kangen masa-masa kita yang dulu, dari sebelum kita akrab sama Asep dan Ningrum. Lo yang selalu belain gue dari Tika the geng, bahkan lo adu bacot sama tuh cewek. Kira-kira, kapan ya kita bisa bereng lagi?"

Mendengar semua kalimat yang Ema lontarkan, Arul tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia juga menginginkan hal yang sama, tak ingin mendengarkan Ema berbicara lagi. Lelaki itu mematikan handphonenya sepihak.

"Sorry Ma, gue matiin telfonnya. Gue cuman gak mau lo sedih, gue janji. Gue bakal ngembaliin semuanya, seperti awal lagi," janji Arul.

***

"Loh, kok mati sih? Gimana sih Arul, gue belum selesai ngomong juga," grutu Ema. Gadis itu masih terbaring lemas di atas kasurnya. Awalnya, ia hanya flu dan pilek. Tanpa ia sadari, seluruh badannya panas.

"Gak enak banget sih, udah bosen. Binggung mau ngapain, mau pesan makanan, uang gue menipis lagi," gadis itu meratapi nasibnya. Namun, ia tak pernah marah, ia hanya sedikit kecewa. Lalu, ia kembali menerima takdir. Ia sangat yakin, Tuhan sudah memberikan jalan terbaik untuk hidupnya. Semua masalah yang ia hadapi, pasti akan ada hikmahnya suatu saat nanti.

Ketika sedang berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba, suara tukang paket mengisi kekosongan rumah Ema.

"Permisi, ada paket. Apa ada orang di dalam?" teriak tukang paket.

"Ha? Paket? Dari siapa? Perasaan gue gak beli deh, mau shoping gimana coba. Kalau keuangan gua aja lagi menipis kayak gini, siapa yang kirimin  ya?" binggungnya.

"Yuhu, sepada, ada orang gak di dalam?" teriak tukang paket lagi.

Ema lekas beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan menuju pintu. "Iya, sebentar ya," balas Ema dari dalam.

Ema membukakan kunci pintu rumahnya. Saat pintu itu terbuka, wajah sang Abang paket terlihat.

"Iya, ada apa ya Mas?"

Semesta Kita Season 1 (End) Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang