Hari ke-7. Kazu-oji-san duduk di teras dan menikmati teh dan mentari pagi. Aku memutuskan untuk melakukan hal yang sama juga, ternyata nyaman juga.
"Ngomong-ngomong, Kazu-oji-san, bagaimana kamu bisa sampai di sini?"
"Aku pikir aku akan mati kehilangan banyak darah karena melindungi anak kecil dari tembakan teroris di London, tahu-tahu aku di sini tanpa luka, walau bajuku tetap robek," katanya sambil meminum teh. "Kami penggemar Sherlock Holmes, sedang wisata ke sana. Aku pertama ingin belajar Bahasa Inggris adalah karena aku menemukan novel Inggris A Study in Scarlet, novel pertama dari seri Sherlock Holmes. Kalau tidak salah di April 2002."
Ternyata dia seharusnya lebih tua dari orang tuaku.
Kini aku tahu kenapa dia bisa lancar Bahasa Inggris, meski aku hanya tahu Sherlock adalah detektif fiksi di Inggris. Tidak aku sangka alasannya karena hobi.
"Kalau dirimu sendiri? Bagaimana kamu bisa sampai ke sini?"
Padahal dia dulu tidak tertarik saat aku pertama ke sini, dia balik bertanya bagaimana aku bisa sampai di sini. Aku pun menceritakannya dan berkata bahwa aku sudah tidak punya penyesalan lagi.
Mengangguk pelan seolah dia mengerti, dia lanjut menyeruput teh-nya.
"Aku membaca surat-surat yang ada di bawah kasur."
"Bwuh!?" dia menyemburkan ke cangkir berisi teh yang sedang dia pegang.
"Imut sekali. Jadi saat itu Kazu-oji-san menyembunyikan rasa malu ya?"
"Kau melanggar privasiku! Kukira kau sudah dewasa!"
"Habisnya gawat kan kalau misalnya ada sesuatu yang tidak-tidak di bawah kasur, ditemukan oleh anak-anak lain."
"Jangan alasan! Itu tindak kriminal!"
"Meski begitu, kami hanyalah anak-anak. Kami tidak akan bisa digugat untuk itu." Aku lanjut menyeruput teh, menikmati reaksi panik Kazu-oji-san yang langka.
"... tunggu, kau bilang 'kami' barusan?"
Akhirnya Kazu-oji-san sadar, ketiga gadis lainnya sedang mengintip dari balik pintu.
Tidak ingin membuat mereka takut, dia berhenti membahas soal tindak kriminal dan semacamnya. Dia menghela nafas, kemudian mengisyaratkan mereka untuk mendekat dengan gestur tangan.
"Kalian tidak boleh begitu. Bukankah kemarin kalian sendiri menutupi kakak ini saat bajunya robek dengan tusuk gigi?"
Aku ingin menyela dan mengatakan kalau itu salahnya, tapi si Kembar menundukkan kepala mereka ke bawah. ""Maaf...""
Seira tidak tahu apa-apa, juga ikut-ikutan meminta maaf dalam Bahasa Jepang yang masih kaku. Apa dia tahu artinya?
Untuk sekarang, itu tidak penting. Aku pun mengatakan apa yang telah aku dapat selama aku berada di sini.
"Aku pikir, jangan-jangan Penguasa Perbatasan memiliki kewenangan untuk mengubah aturan Perbatasan mendekati dengan keinginan mereka."
"Kenapa kamu bisa berpikir begitu?"
"Pertama, Kazu-oji-san ke sini sebelum sempat membalasnya di musim semi itu, maka dari itu pohon sakura selalu mekar di sini. Kazu-oji-san sangat ingin bertemu dengan gadis yang menyukaimu itu, tidak sengaja terus memikirkan Prefektur Chiba dan mempengaruhi syarat orang-orang yang bisa datang ke sini.
"Kedua, Kazu-oji-san ingin menolong anak-anak yang kehilangan semangat hidup seperti orang yang menyukaimu itu, sehingga hanya anak-anak yang kehilangan semangat hiduplah yang bisa datang ke sini. Kamu sendiri membatasi jumlah anak-anak yang bisa kamu tangani dalam satu saat.
"Ketiga, fitur belanja dan poin kebahagiaan pun mungkin muncul di sekitar saat Kazu-oji-san berpikir ingin membuat mereka yang datang ke sini bahagia. Alasan kenapa sakit fisik dan kematian fisik tidak ada di sini, tapi lapar ada adalah karena itu akan membimbing mereka ke hidup yang lebih bahagia.
"Keempat, Kazu-oji-san ingin tidak memiliki rasa bersalah saat menjalin hubungan dengannya, jadi aliran waktu di dunia nyata berjalan lebih cepat supaya saat kamu kembali umur kalian akan dekat. Tapi, kamu sudah kelebihan dua tahun di sini karena belum bisa meninggalkan tanggung jawabmu akan anak-anak di sini.
"Untuk kenapa pohon Sakura itu selalu mekar, aku rasa itu karena kamu masih mengingat saat terakhirmu dengannya. Tapi kamu takut juga bisa mendengar kabar tentangnya yang mungkin sudah bersama dengan pria lain, jadi selama ini tidak pernah ada aturan yang memungkinkan komunikasi balik dari dunia nyata ke sini."
Begitulah kira-kira teoriku. Terlalu banyak yang janggal tentang Perbatasan, akan tetapi banyak sekali yang menggores latar belakangnya Kazu-oji-san. Tidak mungkin ini tidak ada hubungannya dengan Kazu-oji-san.
Kazu-oji-san berdiri dari kursinya, kemudian berbalik sambilmenghentakkan kakinya ke lantai dengan ritme yang cepat.
"... kenapa kau bisa sampai mendeduksi perasaanku? Memangnya kamu reinkarnasi Sherlock apa?"
"Aku hanya ingin jalan terbaik bagi kita semua. Termasuk untukmu, Kazu-oji-san. Kalau teoriku benar, mungkin aku bisa menerapkan beberapa aturan baru. Maka dari itu yang perlu Kazu-oji-san lakukan saat ini adalah benar-benar menginginkan aku menjadi Penguasa Perbatasan yang selanjutnya setelah kamu kembali ke dunia nyata. Juga, mungkin dia masih menunggumu selama 21 tahun ini, lho."
Sebagai orang yang masih bisa dibilang asing dengannya, aku rasa tidak ada lagi yang bisa aku tambahkan. Aku sudah mengatakan apa yang ingin aku katakan.
""Kazu-nii!"" dari belakangku, terdengar suara si Kembar.
"Kamu sudah melakukan banyak hal untuk kami!" kata Yuuka.
"Kami sudah bahagia. Kami juga akan tetap bahagia di sini," kata Ririka.
""Maka dari itu, bahagialah!"" tambah mereka berdua, memeluk Yukikazu dari belakang.
Meski Seira tidak mengerti apa yang kami bicarakan, dia ikut memeluk kaki Yukikazu.
"Bye-bye. Ganbare," katanya.
#Ganbare: Berjuanglah.Tunggu, dia mengerti? Dia juga bisa sedikit Bahasa Jepang? Meski aku tahu ini bukan waktu yang tepat untuk merasa bangga karena anak yang dibesarkan telah tumbuh, aku ingin menepuk kepalanya dan memujinya!
Ehem! Tidak, aku tidak boleh merusak suasana ini!
"Pilihan ada di tanganmu, Kazu-oji-san."
<X>
Author's Note:
Pilihan apakah yang akan diambil Yukikazu?
KAMU SEDANG MEMBACA
At the Boundary [Tamat] + Extra
Fantasy境界線にて (Kyoukaisen nite) / Di Perbatasan Kehilangan orang tuanya dan semangat hidup, Nozomi terbangun di sebuah tempat misterius. Di sana ternyata adalah tempat berkumpulnya anak-anak yang kehilangan semangat hidup, 'Perbatasan'. Meski dengan aturan...