10 Juli 2023. Sudah tiga bulan berlalu semenjak Shimizu Izumi kembali ke dunia nyata dan naik ke Kelas 6. Saat ini dia tinggal di sebuah apartemen bersama Papa dan Mamanya, masih di Kota Chiba. Kondisi Mamanya makin membaik tiap harinya sampai akhirnya tadi subuh siuman.
Izumi membawakan bubur ke ibunya yang masih terduduk di atas kasur.
"Anak Mama pintar memasak rupanya. Belajar dari mana kamu?" tanya Mamanya, terkejut akan makanan yang anaknya siapkan, padahal selama ini dia tidak pernah mengajari anaknya cara memasak.
"Teman terbaikku!" jawab Izumi riang.
Izumi mendapatkan resep itu, langsung dari Nozomi, dalam bentuk video saat sebelum dia kembali ke dunia nyata. Resep lainnya yang sempat Nozomi rekam adalah telur gulung yang dimasak dengan kaldu ayam, dan omelette rice.
Izumi kemudian berpamitan kepada Mamanya untuk berangkat ke sekolah.
Saat turun ke lantai bawah dengan lift, dia berpapasan dengan Papanya yang masih memakai jas habis lembur. Dilihat dari kantong plastik yang berisikan bubur instan dan telur, Papanya pasti baru pulang dari kantor dan mampir ke konbini.
"Baru mau berangkat?" tanya Papanya.
"Iya. Mama sudah aku buatkan bubur tadi. Papa tidak melihat pesanku?"
Papanya Izumi langsung melihat notifikasi pesan dari Izumi yang terkubur saking banyaknya yang mengirim pesan urusan kerja. Dia ambil cuti dadakan hari ini karena istrinya baru saja siuman, dia juga lupa mengabari para karyawan dan sekretaris. Sebelum kantor panik, dia buru-buru mengirimkan kabar ke grup kantor untuk mengabari mereka.
"Papa lupa kamu bisa memasak bubur..." Setelah menepuk kepalanya sendiri, Papanya mengelus kepalanya Izumi. "Kamu hebat. Papa bangga sama kamu."
Izumi menundukkan kepalanya agak malu, tidak terbiasa dipuji karena selama beberapa tahun ini dia tidak pernah dipuji oleh orang selain Mamanya.
"Aku berangkat dulu." Izumi buru-buru pergi ke luar gedung.
"Selamat jalan," kata Papanya dari lift, sambil melihat Izumi pergi.
Di tengah jalan setelah berlari kencang saking banyaknya hal membahagiakan yang terjadi padanya hari ini, Izumi melihat sosok punggung sahabat barunya belakangan ini, Tachibana Miharu.
Biasanya Miharu yang menepuk pundak dari belakang karena Izumi berangkat lebih awal, tapi hari ini Izumi menghabiskan waktu yang cukup lama dengan Mamanya. Meski agak malu-malu, dia menyusulnya dan menepuk punggungnya.
"S- selamat pagi, Tachibana-san," kata Izumi, masih belum terbiasa.
"Selamat pagi, Izumi-chan! Kupikir kamu sudah sampai sekolah karena dari tadi tidak datang-datang di tempat biasanya aku melihatmu."
"Kamu repot-repot menungguku?" tanya Izumi.
"Kamu pikir aku tidak sadar kamu juga menungguku tiap harinya?"
Mendengar jawaban itu, tentu saja Izumi sedikit terkejut. Dia tidak mengira akan ketahuan, karena tidak pernah berbalik tiap kali dia menunggu Miharu mendekatinya dari belakang. Izumi tersipu malu dan menutupi wajahnya dengan satu tangan.
Sesampainya di sekolah, semuanya satu per satu menyapa mereka. Kelas menjadi makin kompak semenjak insiden siaran saat itu.
Bicara soal siaran, siaran langsung beberapa hari yang lalu di TV soal pemimpin sekte masih menjadi pembicaraan yang hangat di sekolah, membahas bagaimana kejam dan tidak manusiawinya perbuatan sekte itu. Miharu dan Izumi tidak ikut-ikutan membahas itu, sih.
Bicara soal tidak manusiawi... hampir semua murid selalu mengaitkan itu kepada satu orang di sekolah.
... sepulang sekolah di saat sore dan tidak banyak murid yang tersisia, Izumi berjalan menuju ke loker. Dia mencari loker dengan tulisan nama 'Izumi(泉)' yang dicoret dan diganti spidol dengan nama 'Yagami(八神)'. Loker itu adalah milik Izumi Makoto, mantan kakak tirinya Izumi. Lokernya Izumi sendiri masih Shimizu, dan dia berniat akan terus memakai nama Shimizu Izumi. Kalau diganti setelah Papa dan Mamanya menikah nanti juga jadi Izumi(泉) Izumi(花純), jelas membingungkan.
Kedua keluarga tirinya Izumi yang telah menyiksa dan menindasnya selama ini, mereka terungkap telah menipu Papanya. Kakak tirinya bukanlah anak kandung Papanya, yang berarti mereka berdua tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Papanya.
Sejak awal, Papanya hanya menikah dengan wanita itu atas paksaan keluarga. Memang benar Papanya dan wanita itu telah berhubungan intim saat masih bertunangan, akan tetapi hati Papanya terus terpikat ke Mamanya. Karena tahu itu, wanita itu segera membuat bukti palsu untuk mendesak Papanya menikah.
Papanya Izumi berhasil menceraikan wanita itu. Kabarnya wanita itu juga dicoret dari keluarganya sendiri setelah membuat malu. Meski begitu, kini keluarga tirinya masih menggunakan nama keluarga si wanita, yaitu Yagami.
Izumi mencoba menarik loker tersebut.
*Bam*
Dengan cepat sebuah tangan menghantam pintu loker tersebut dan menghalanginya dari membuka isinya.
"Jangan buka!" kata seorang lelaki di belakangnya.
Tanpa berbalik, Izumi tahu siapa pemilik suara itu. Dia masih merinding mendengar suara itu, akan tetapi dia juga bisa merasakan ketakutan yang pemilik suara itu keluarkan setelah melihat tangan yang gemetaran.
Izumi membuka paksa isi loker itu, dan membuang banyak kertas cemoohan dari dalam loker tanpa melihatnya dengan jelas. Remas dan buang, itulah yang Izumi lakukan. Meski Izumi telah meminta seisi kelas untuk tidak melakukan ini, tapi tetap saja ada beberapa dari kelas lain yang melakukannya.
"Tidak ada yang memintamu melakukan ini!" Lelaki itu menggenggam tangan Izumi yang terus membuang kertas berisikan cemoohan dari loker. "Aku tidak ingin belas kasihanmu! Berhentilah membuatku makin merasa begini!"
Dia tidak ingin dikasihani. Apalagi dari orang yang telah dia siksa selama ini. Dia sadar selama ini dia berbuat salah. Meski semua itu hanya karena meniru ibunya, dia merasa perlu melakukan itu untuk menegaskan siapa dirinya.
"Nii-sa—"
"Bukan! Berhentilah peduli padaku!"
Tidak ada yang membelanya dan ibunya. Itu sudah wajar, mendengar akan semua perbuatan mereka.
Mengingat kembali pandangan-pandangan dingin orang-orang kepadanya, Makoto memukul-mukul dadanya sendiri sambil mencoba mengatur napasnya.
"Kenapa kau bisa menahan semua perasaan ini..." ujarnya kepada Izumi.
Perasaan sakit yang baru beberapa bulan Makoto alami, Izumi telah melaluinya sejak di sekolah sebelumnya. Dia heran, kagum, dan iri kepada Izumi yang bisa menahan pandangan-pandangan dingin dari orang lain.
"Lupakan apa yang aku katakan barusan." Makoto dengan hati-hati membuka lokernya, mengecek paku payung sebelum mengeluarkan sepatunya yang sudah dicoret-coret dengan cemoohan. "Juga, kalau kau ingin memukulku, panggil saja. Aku siap menerima balasan dari apa yang aku perbuat."
Setelah memakai sepatu, Makoto berjalan menuju ke luar Gedung. Akan tetapi, Izumi menyusul dan menarik lengan bajunya.
"... Nii-sama!" ujar Izumi, membuat Makoto ingin berbalik dan membentaknya untuk tidak memanggilnya begitu.
Begitu melihat Izumi, dia mengingat ekspresi Izumi yang ketakutan tiap kali melihatnya. Dia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi, jadi dia membiarkan Izumi menyampaikan apa yang ingin disampaikannya.
"Aku akan berkunjung ke Panti Asuhan Asahi no Tane akhir pekan ini. Kalau bisa, aku ingin Nii-sama ikut."
<X>
Author's Note:
Inilah hubungan keluarga Izumi.
Aku ingin menunjukkan perkembangan karakter Izumi di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
At the Boundary [Tamat] + Extra
Fantasy境界線にて (Kyoukaisen nite) / Di Perbatasan Kehilangan orang tuanya dan semangat hidup, Nozomi terbangun di sebuah tempat misterius. Di sana ternyata adalah tempat berkumpulnya anak-anak yang kehilangan semangat hidup, 'Perbatasan'. Meski dengan aturan...