"Nikmatilah cerita ini seperti kamu menikmati hidup. Walau banyak rintangan, tapi mohon bertahanlah sampai tamat."
- Author Pupus Asmara, 2023 -
***
Bandung, 01 Desember 2023.
Bangunan tidak layak pakai, terlihat seperti rumah hantu itu terus ditatap oleh seorang pemuda bermasker hitam dengan setelan kemeja putih yang membawa tas gitar beserta isinya di punggung. Pemuda bertubuh tinggi sekitar 175 senti meter tersebut sudah berdiri selama setengah jam di depan bangunan itu.
Kumuh, tidak terawat, penuh debu, dan terlihat menyeramkan. Namun, di mata pemuda itu ada banyak kejadian yang membuat dirinya menyesali hidupnya sendiri. Didampingi seorang gadis yang memakai jas khas bagian dari kesehatan, gadis tersebut menepuk bahu si pemuda.
“Waktu berlalu begitu cepat, ya, Tuan?”
“Iya, Nona. Sudah hampir 24 tahun, kita hidup.”
Gadis yang memakai tanda pengenal bertuliskan ‘Andam Delima Anindya’ di dada kanan jas putihnya itu mengangguk kecil, menyetujui ucapan pemuda di sebelahnya.
[Jisoo Blackpink as Andam Delima Anindya]
Ternyata memang sudah 23 tahun berlalu dan sudah hampir 24 tahun bangunan tersebut terbengkalai. Peristiwa kebakaran di rumah sakit besar yang ada di Bandung tidak pernah terlupakan oleh mereka yang sekarang tengah menatapnya penuh rindu. Tidak menyangka, bahwa Tuhan mengizinkan keduanya untuk tetap menghirup udara Bandung hingga hari ini.
Melihat langit sudah menunjukkan warna jingganya, gadis yang diketahui bernama Andam tersebut kembali berkata, “Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Tuan Pupus jadi ke kafe?”
Pemuda berkemeja itu menoleh. Ia menganggukkan kepalanya. “Jadi. Mari!”
Pupus Sukma Andromeda, pemuda berusia 23 tahun itu menggenggam tangan Andam dan pergi menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari keduanya. Membukakan pintu untuk Andam dengan mata menyipit yang menandakan Pupus tersenyum, pemuda itu berkata, “Hati-hati kepalamu terantuk, Nona.”
[Younghoon The Boyz as Pupus Sukma Andromeda]
“Terima kasih, Tuan.”
Setelah menutup pintu mobil untuk Andam, Pupus segera mengitari mobil tersebut menuju kursi kemudi. Namun sebelum itu, ia meletakkan tas gitarnya terlebih dahulu ke kursi penumpang. Setelah semuanya siap, pemuda tersebut beralih ke kursi kemudi dan mendaratkan bagian pangkal paha di sebelah pahanya itu ke sana. Kemudian memakai sabuk pengaman untuk meminimalisasi rasa sakit ketika terjadi sesuatu yang tidak terduga.
Pupus mulai menyalakan mesin mobil dan menjalankannya menggunakan kecepatan rata-rata, membelah jalanan Kota Bandung di sore hari, di mana langit sudah semakin menyorot warna jingganya dengan bulan yang mulai muncul ke permukaan.
***
Andam mencari tempat duduk kosong yang tidak jauh dari tempat Pupus tampil. Pemuda yang datang bersama Andam tersebut sudah berkumpul bersama anggota band-nya. Semburat di pipi Andam ketika melihat Pupus mengedipkan sebelah mata ke arahnya sangat jelas kentara. Gadis itu menutup wajah malu saat Pupus mulai mengalungkan gitarnya dan bersuara menggunakan microphone di depan.
Suara bass pemuda yang sudah melepaskan maskernya itu menggema di seluruh penjuru kafe. "Untukmu, Nona Andam. Ini laguku berjudul 'Sang Pemilik Hati'."
Lagu yang pernah diciptakan Pupus bersama Andam beberapa tahun lalu ditampilkan sekarang, di depan khalayak umum. Benar-benar mempesona. Suaranya, senyumnya, caranya menatap Andam, membuat gadis itu tidak bisa berpaling dari sosok pemuda tampan tersebut hingga bunyi ponselnya dari saku jas yang ia pakai terdengar.
Merogoh saku tersebut, lalu melihat siapa peneleponnya. Setelah mengetahui siapa yang meneleponnya itu, Andam segera mengangkat panggilan tersebut.
"Sore, Bunda," sapa Andam pada layar benda pipih miliknya yang menampilkan wajah wanita paruh baya. Ternyata bukan panggilan biasa, melainkan panggilan video.
"Sore, Sayang. Mana Pupus?"
Baru juga menyapa, sudah menanyakan Pupus saja. Andam yang sebenarnya sedikit kesal pun harus tetap melebarkan senyum di depan layar. Ia menukar kamera depan menjadi kamera belakang dan mengarahkannya ke arah di mana Pupus sedang bernyanyi sembari bermain gitar.
"Tuan Pupus sedang bernyanyi, Bunda. Lihatlah. Tampan, bukan?"
"Iya, tampan. Tapi katakan pada Pupus, jangan terlalu sering bernyanyi. Bunda mengkhawatirkan kesehatannya."
Andam menunjukkan putaran bola mata yang khas. Lalu berdecak pelan, "Sudah seperti anak kandung saja, ya, sampai dikhawatirkan seperti itu?"
"Andam …" tegur bunda Andam.
"Iya, Bunda. Bunda sedang apa?"
"Istirahat sebentar."
"Bunda sudah makan sore?"
"Sudah, Sayang."
"Bunda juga harus menjaga kesehatan selalu, ya?"
Bundanya memang berada jauh dari Andam. Mereka terpaut jarak yang membuat Andam hanya bisa mengobrol melalui telepon saja. Jika rindu pun hanya bisa menatap sang bunda dari layar seperti ini.
Bunda Andam menjawab, "Iya. Kalau begitu Bunda tutup, ya, panggilan videonya? Bunda hanya ingin tahu kabarmu dan Pupus saja. Semoga kalian bisa saling menjaga. Bunda akan lanjut mengurus pasien."
"Sampai jumpa, Bunda." Andam melambai-lambaikan tangannya di depan layar yang dibalas oleh sang bunda dari sebrang.
Ketika panggilan tersebut sudah diputus, Andam kembali menyaksikan penampilan Pupus yang selalu sempurna. Musik adalah kesukaan pemuda itu. Tanpa musik, hidupnya akan terasa kosong. Andam pun tahu selera mana saja yang Pupus sukai. Namun, keadaan mengharuskan Pupus merelakan waktu bermusiknya yang panjang. Ia tidak boleh terlalu lelah karena napasnya tidak gratis seperti manusia normal.
Bertepuk tangan setelah Pupus selesai mengakhiri lagunya, Andam pun mengulas senyum dengan mengangkat kedua ibu jarinya pada Pupus. Dari tempatnya duduk, Andam terlihat sangat mendukung pemuda itu.
Tanpa tahu apa yang terjadi selanjutnya, Andam membelalakkan mata ketika Pupus tiba-tiba ambruk di depan sana.
"TUAN PUPUS!"
[Bersambung]
Haiiiiiiiii!! Gimana-gimana? Bagus engga? Suka engga? Excited buat lanjut baca engga? Semoga suka, ya!
Jangan lupa buat komen, vote, dan share ke temen-temen kalian, ya! Biar bisa ikut menikmati karyaku.
Jangan lupa juga follow ig aku @ekanfd atau @author.ekanurfad_
Sampai jumpa di lain waktu..
KAMU SEDANG MEMBACA
Pupus Asmara, 2023
Romance"Mari mendalami kisah dalam air beriak." "Mari." Mengisahkan tentang mereka yang memiliki perasaan yang sama, tetapi tidak berani saling mengungkapkan rasa. Juga, mengisahkan tentang mereka yang sama-sama mengabadikan cinta dalam suatu karya. Pupus...