2. Delimaku Pergi, Alstroemeriaku Datang Kembali

84 15 9
                                    

"Luka di hati memang sulit untuk disembuhkan, terlebih si pemilik obat adalah orang lama. Sejauh kamu menjalani hidup dengan orang baru, obatmu akan salah dosis."

- Asmara Sekar Alstroemeria -

***

Matahari sudah memunculkan cahayanya melalui sela-sela lubang yang terdapat pada atas jendela di sebuah kamar seseorang. Niat ingin melihat sunrise bersama seseorang yang ia cintai, tetapi ketiduran hingga matahari sudah semakin memperlihatkan diri.

Pupus mengusap-usap kelopak matanya yang tertutup ketika cahaya mulai menembus kaca jendela walau gorden tertutup. Ia mencoba untuk mengumpulkan nyawa sembari mengerjapkan mata. Dibukanya perlahan kelopak mata itu, kemudian duduk bersandar di kepala ranjang dan mencari gelas berisi air di nakasnya.

Kebiasaan di pagi hari, ketika bangun tidur pemuda tersebut harus minum air. Setelah meneguk air minumnya, Pupus pun meraih ponsel yang tergeletak tepat di sebelah gelas yang baru saja ia taruh. Dibukalah layar gelap benda pipih tersebut dan ketika menyala, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

"Astaga! Sudah pukul delapan?" Pupus menepuk keningnya keras hingga menimbulkan suara. Dilihatnya sekeliling kamar yang terlihat biasa saja. Tidak ada tanda-tanda seseorang masuk kamar atau sekadar membukakan gorden jendela kamar.

Mengembuskan napas kasar, ternyata Andam tidak menemuinya pagi ini. Tidak seperti hari-hari biasanya.

Alarm Pupus pun tidak bunyi, padahal semalam sudah ia pasang. Sepertinya pemuda itu terlalu lelah, jadi ia kesiangan seperti ini.

"Nona Andam marah tidak, ya?" gumam Pupus, menggigit bibir bawahnya karena takut nonanya marah. Pasalnya mereka sudah janjian kemarin, bukan?

Alhasil, Pupus bergegas membuka ponselnya kembali dan mengecek pesan yang masuk. Ternyata terdapat notifikasi dari Andam sepuluh menit yang lalu. Pesan tersebut berisi seakan-akan Andam akan meninggalkan Pupus untuk selamanya jika pemuda itu tidak mampu mencerna kalimat dengan baik.

Nona Andam

Tuan, maaf. Aku harus menemui Bunda. Maaf mendadak memberitahumu, karena aku juga tidak tahu harus melakukan apa lagi. Akan kukabari jika aku sudah sampai tujuan. Baik-baik di sana, ya? Maaf tidak bisa menemanimu lebih lama lagi.

Pupus beranjak dari duduknya dan segera menuju kamar mandi untuk mencuci wajah dan berkumur-kumur. Ia tidak mandi, langsung mengganti piyama dengan pakaian lebih layak untuk keluar dari rumah. Dilacaknya GPS Andam yang mana terhubung langsung dengan ponsel pemuda tersebut. Rupanya nonanya itu sudah sampai di bandara dan titik GPS tersebut tengah berada di Bandara Husein Sastranegara.

Menyambar kunci mobil yang kebetulan berada di nakas, Pupus segera berlari mengambil jaket dan memakainya. Ia keluar dari kamar dengan napas yang berderu cepat. Jantungnya dipompa lebih cepat karena pemuda tersebut berlari. Sampai di mobil, Pupus tidak memedulikan dirinya lagi. Setidaknya ia bisa bertemu Andam lebih dahulu sebelum gadis itu benar-benar pergi dari hadapannya.

Dalam perjalanan menuju bandara, Pupus tidak lagi mengenal kecepatan. Untung saja Bandung tidak seperti Jakarta yang macetnya luar biasa, jadi waktu masih bisa dikejar. Walau tetap saja, pemuda itu kesal ketika lampu merah menyala, di mana menyita waktu beberapa detik. Setelah lampu hijau, Pupus langsung saja menancapkan gasnya kembali tanpa memperlambat waktu.

Tidak lama kemudian, Pupus sampai di bandara yang mana titik GPS ponsel Andam masih di sana, dan tandanya pesawat gadis itu belum mulai terbang. Selesai memarkirkan mobil, Pupus segera berlari untuk mencari di mana nonanya itu. Tidak harus sampai berkeliling, karena tubuh yang sangat dikenali Pupus segera terlihat melalui netranya.

Pupus Asmara, 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang