5. Senyummu Mengalihkan Rasa Sakitku

42 12 2
                                    

"Tidak ada bulan sabit yang cantik di langit selain sabit yang terbit dari bibirmu."

- Pupus Sukma Andromeda -

***

Pupus memberikan lembaran uang ke bapak penjual batagor. Pemuda tersebut membeli dua batagor, yang mana satunya untuk dia dan satu lagi untuk nonanya, Nona Asmara. Selesai bertransaksi, Pupus berlari menuju mobil yang terparkir di pinggir jalan dan masuk dengan tangan berusaha menutupi kepala karena langit tengah menurunkan rintik sendunya.

Walau begitu, tubuhnya tetap terkena guyuran hujan. Namun kini Pupus sudah duduk di kursi kemudi, menaruh batagor di kursi sebelahnya, kemudian menepis-nepis pelan kemeja yang ia kenakan karena basah. Salahkan dia yang tidak mau menggunakan payung, padahal pemuda tersebut selalu sedia payung di mobil.

Malam ini, tepat pukul delapan, Kota Bandung meneteskan rintik-rintik sendunya dengan deras ke tanah, membasahi jalanan serta penduduk buminya. Rasa rindu antara langit dengan tanah telah terbalaskan malam ini. Pupus sudah melajukan mobilnya sejak sepuluh menit lalu, menyusuri jalan berliku dengan tepian dipenuhi pepohonan. Pemuda itu menelusuri jalan menuju rumah seseorang. Seseorang yang telah menemaninya tadi pagi.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke tujuannya, mobil Pupus sudah berhenti tepat di depan gerbang putih tinggi. Ia pun membunyikan klaksonnya supaya Asmara membukakan gerbang. Dua menit hingga gerbang terbuka, terlihat sosok gadis cantik memakai payung bening keluar dari pekarangan kediamannya. Lalu, suara ketukan di kaca dekat kursi sebelah Pupus terdengar. Tangan Asmara melambai untuk menyuruh pemuda itu memasukkan mobilnya untuk diparkirkan. Pupus pun melakukan hal itu, memasukkan mobilnya.

Keluar dari mobil, keduanya segera masuk ke rumah Asmara.

"Mengapa kamu hujan-hujanan?" tanya Asmara, khawatir dengan Pupus karena melihat pakaian pemuda itu yang basah. Walaupun sepertinya sudah kering sedikit, tetap saja lembabnya kelihatan. "Sebentar aku ambilkan handuk."

Pupus duduk di sofa ruang tamu Asmara, menunggu gadis itu mengambilkan handuk untuknya. Ia jadi teringat batagor yang baru pemuda itu beli. Pupus pun kembali keluar untuk mengambilkannya. Setelah itu, pemuda tersebut masuk dengan membawa sekantong plastik berisi dua bungkus batagor. Kebetulan, Asmara sudah datang dengan sebuah handuk di tangannya.

"Ini. Ada batagor untukmu," ucap Pupus. "Maaf kalau basah."

"Tidak apa-apa. Terima kasih. Ini handuknya," balas Asmara seraya memberikan handuk kepada Pupus yang langsung digunakan pemuda itu menggusar-gusar rambutnya. Asmara menatap pesona tampan yang dimiliki Pupus, terlebih ketika pemuda itu menggusar rambutnya yang basah menggunakan handuk, sungguh memesona.

"Mengapa melihatku  seperti itu?"

"Tampan." Asmara berkata jujur kepada pemuda itu. "Pesonamu lebih terlihat kalau seperti ini."

Pupus menatap Asmara. "Jadi selama ini aku tidak memesona?" Menaik-turunkan alisnya.

"Bukan begitu, Tuan."

"Bercanda," kekeh Pupus. Kemudian, ia menyerahkan handuk milik Asmara setelah menggunakannya. "Maaf merepotkanmu. Terima kasih, ya, Nona?"

"Sama-sama. Oh, iya. Aku baru saja membuat wedang bandrek. Sebentar aku ambilkan," ucap Asmara, bangkit dari duduknya dan pergi sembari membawa handuk bekas Pupus. Gadis cantik itu pergi ke area dapur untuk mengambil wedang bandrek yang kebetulan ia buat karena hujan seperti ini enaknya minum yang hangat-hangat, apalagi makan-makanan yang berkuah.

Pupus Asmara, 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang