Epilog

41 4 0
                                    

"Setiap makna tidak harus ditulis. Namun, setiap tulisan pasti memiliki makna."

- Author Pupus Asmara, 2023 -

***

Hari tampak mendung, yang mana matahari malu-malu menyorotkan pancaran sinarnya. Tidak ada yang spesial di hari ini, karena ini adalah hari terakhir seorang gadis melihat seseorang yang sangat ia cintai.

Gadis itu menatap sendu ke arah ambulans yang berhenti tepat di depan tepekong. Dikeluarkannya peti jenazah, hingga diletakkan di sebuah meja yang tersedia. Seorang pemuda mengelus bahu sang gadis dengan mengangguk kecil.

"Ikhlas, Ra. Tuhan sudah rindu pada ciptaan-Nya," ucap pemuda itu, yang tidak lain adalah Karam.

Karam bersama Asmara akan melaksanakan yang namanya upacara pemakaman atau kremasi. Mereka akan sembahyang untuk meminta izin melaksanakan proses pemakaman atau kremasi ini dengan membakar kertas sembahyang, kemudian masuk pada penghormatan terakhir yang
dipimpin oleh pemuka agama.

Pada penghormatan ini, Asmara dan Karam berbaris menghadap peti dan sesekali sujud ke arah peti. Sungguh, rasanya Asmara tidak rela. Waktu kebersamaan jenazah dengan Asmara sangat singkat, bahkan Asmara sudah tidak ingat lagi bagaimana ia bisa sebesar ini.

Abahnya ... benar-benar meninggalkan dirinya di dunia ini sendirian demi bertemu sang ambu.

Asmara sama sekali tidak mampu mengeluarkan bulir beningnya, karena sepertinya air mata itu sudah kering sejak pertama kali mendapat kabar bahwa sang abah dirawat di rumah sakit karena mengalami henti jantung hingga kritis dan tanpa ada kata-kata terakhir, abahnya dinyatakan meninggal.

Pada proses tutup peti saja Asmara menangis tanpa air mata. Hanya ada suara sesegukan yang ia keluarkan, tetapi batinnya terlalu merasakan luka begitu perihnya.

Tidak lama, proses pemakaman atau kremasi yang Asmara dan Karam lakukan dengan dipimpin oleh pemuka agama sudah selesai. Mereka berdua pun segera menyerahkan peti kepada petugas dikrematorium untuk dapat dibakar. Pada proses pembakaran jenazah, Asmara dan Karam disarankan untuk pulang, karena dalam proses pembakaran akan membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Itu pun harus melewati yang namanya proses pendinginan. Ya, setelah pembakaran jenazah selesai, maka proses selanjutnya adalah proses pendinginan yang mana Asmara dan Karam akan datang besok pagi untuk mengambil abunya.

Karam mengelus-elus bahu Asmara ketika mereka selesai menyerahkan peti itu kepada petugas dikrematorium. "Besok penyerahan abu Abah. Anda siap, 'kan? Saya mohon untuk tetap jaga kesehatan Anda, Ra."

Asmara menatap Karam dalam. Ia mengangguk. "Pasti, Ram. Aku akan mencoba kuat memeluk guci berisi abu Abah pertama kali dan terakhir kalinya nanti. Jika boleh, aku ingin selalu mendekap abu Abah."

"Iya, Ra. Percayalah, Abah selalu ada bersama kita."

***

Sesuai hari yang telah ditentukan di mana kemarin Asmara dan Karam sudah sampai pada tahap proses kremasi, kini keduanya akan mengambil abu jenazah abah mereka. Karam dan Asmara akan pergi ke tempat di mana jenazah abahnya dibakar.

Asmara sudah siap dengan pakaian serba putihnya, disertai memegang foto sang abah yang sangat tampan mengenakan kemeja putih berbalut jas hitam dengan dasi panjang dan rambut klimis putihnya atau bisa dikatakan kepala abah Asmara sudah dipenuhi uban. Hanya foto ini yang mampu Asmara bawa untuk ditempelkan pada tempat penitipan abu abahnya nanti. Senyum di foto ini begitu tulus, membuat Asmara rindu berkali-kali.

Lalu, Asmara pun masuk ke mobil dengan Karam sebagai penumpangnya, karena pemuda itu memiliki trauma hebat menaiki kendaraan beroda empat dan dua, kecuali sepeda.

Pupus Asmara, 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang