"Terkadang egois lebih baik untuk menyakiti, daripada penuh janji dengan ending yang sama. Sama-sama sakit."
- Pupus Sukma Andromeda -
***
Hari ini cuaca sangat mendukung. Tidak hujan, tidak gerimis, panas pun tidak. Sepertinya akhir tahun memang akan selalu mendung, sama seperti perasaan Asmara yang tidak kunjung senang. Gadis itu memikirkan perkataannya semalam mengenai Karam, juga memikirkan cara bagaimana memulai semuanya dari awal untuk mengajak Karam bertemu.
Mungkin, Asmara memang terlalu egois sejak awal, tetapi entah mengapa dirinya seakan dipenuhi rasa bersalah.
"Ish! Padahal aku tidak salah. Sebagai laki-laki seharusnya dia yang menjemputku!" Asmara kesal, tidak sadar bahwa tuannya memperhatikan gadis itu sedari mereka berangkat.
"Laki-laki? Menjemput? Kamu sedang bicara denganku, Nona?" Akhirnya Pupus bertanya, setelah mendengar perkataan Asmara yang terlalu kesal itu.
Asmara menoleh, lalu meringis dengan menutup wajahnya karena malu. Bisa-bisanya ia meluap di sebelah pemuda bermasker putih ini.
"Hehe. Maaf, Tuan. Bukan kamu, kok, tenang saja. Aku hanya sedang kesal dengan saudara tiriku itu," jawab Asmara.
"Sampai sekarang kalian belum bertemu?" Asmara menggeleng. Lalu, tangan kiri Pupus merambat untuk menggenggam tangan sang nona. Menoleh sekilas, Pupus kembali berkata, "Jika kamu ingin bertemu dengannya, kamu bisa mengajakku, Nona. Aku tahu, kamu pasti malu untuk bertemu dengannya seorang diri. Aku pernah berkata bahwa aku siap menemanimu bertemu dengannya. Jadi, jangan ragu untuk memintaku menemanimu, ya?"
Mengerjapkan matanya, Asmara menganggukkan kepala. Sungguh, beruntung sekali Asmara bisa dekat dengan tuan sebaik Pupus. Meskipun status mereka belum juga jelas hingga kini, gadis itu tidak pernah mempermasalahkannya selagi mereka masih bisa bersama, saling mendukung satu sama lain.
Namun, rasa cemburu itu pasti ada. Terlebih jika Asmara sampai mengetahui jika Pupus memiliki kekasih atau perempuan lain yang lebih dekat dengannya. Ah, rasanya sakit, tetapi Asmara tidak bisa apa-apa.
Asmara membalas genggaman Pupus dengan menumpukkan sebelah tangannya. Ia menghela napas sebelum melanjutkan ucapan yang sudah tersusun di otak untuk diceritakan kepada sang tuan. Selain Tangkis, hanya Pupus teman cerita Asmara. Maka dari itu, sesakit-sakitnya Asmara menghirup udara Bandung, lebih sakit lagi jika ia pergi meninggalkan dua sahabat yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Tanpa Pupus dan Tangkis, Asmara tidak pernah tahu apakah dirinya masih hidup hingga sekarang atau tidak.
"Tuan, terima kasih banyak telah bersedia untuk menemaniku ketika aku membutuhkanmu. Namun, aku sudah memikirkan ini matang-matang bahwa aku akan menemui anak dari mama tiriku sendiri. Ini masalah personal, di mana aku tidak mau kamu ikut terlibat. Aku hargai perhatianmu, tapi untuk sekarang, maaf sekali, Tuan, sepertinya aku harus pergi sendiri. Aku ingin kamu fokus saja dulu menjadi timku di studio rekaman, supaya pikiranmu juga tidak terbagi-bagi. Jadi, mohon pengertiannya, ya, Tuanku?" Asmara berkata panjang-lebar dengan senyum yang terbit secara paksa.
Pupus hanya mampu menganggukkan kepala. Ia tidak bisa melakukan apa-apa karena inilah permintaan nonanya. Jika Asmara sudah berkata bahwa ini adalah masalah pribadi gadis itu, maka Pupus memang tidak sepantasnya ikut campur.
Pupus melepaskan genggaman tangannya, lalu beralih mengusap pelan puncak kepala Asmara. Di balik masker putih yang dirinya kenakan, terdapat sabit kecil dengan mata yang menyipit samar.
"Aku menghargai keputusanmu, Nona. Namun, jika kamu memang membutuhkanku, aku siap membantumu."
Asmara mengiakannya. Lalu, Pupus kembali fokus pada jalan menuju studio rekaman milik Asmara. Hari ini, pemuda itu akan benar-benar mewujudkan mimpinya. Walau terkesan seperti jalur orang dalam, tetapi Pupus yakin bahwa kemampuan yang ia miliki tidak akan mengecewakan tim Asmara. Ia akan berusaha, demi terwujudnya cita-cita itu, sebelum Pupus menyesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pupus Asmara, 2023
Romance"Mari mendalami kisah dalam air beriak." "Mari." Mengisahkan tentang mereka yang memiliki perasaan yang sama, tetapi tidak berani saling mengungkapkan rasa. Juga, mengisahkan tentang mereka yang sama-sama mengabadikan cinta dalam suatu karya. Pupus...