23. Kita Sama, Hanya Beda Nasib

16 5 0
                                    

"Dekap bumantara pada bumi menjadikan cakrawala satu rasa. Namun, atmanya seakan tidak peduli terhadap kepedulian yang bumantara beri, sehingga dekapan tersebut terlepas dari cakrawalanya."

- Pupus Sukma Andromeda -

***

Asmara menunjuk es krim rasa matcha kepada si penjual, lalu segera diciduk oleh penjual tersebut dan ditumpuk bersama roti tawar yang ia pegang. Setelah selesai, gadis yang baru saja dari rumah Karam itu membayar es krimnya dan keluar dari kedai tersebut. Ia memilih untuk makan es krim di luar kedai karena ingin menikmati udara sejuk di mana sudah sedikit mengeluarkan hawa panasnya.

Duduk di sebuah kursi panjang area taman tidak jauh dari kedai es krim sendirian, Asmara mulai memakan es krimnya. Ia memikirkan kejadian yang baru saja dialami.

"Sesusah itu ternyata bertemu denganmu, Ram," gumam Asmara. Lidahnya memang tengah menjilat es krim, tetapi pikirannya entah pergi ke mana.

Perasaannya cukup mendung, sedangkan langit Bandung sudah tidak merta seperti perasaan Asmara. Kali ini langit tidak berpihak menemaninya.

Asmara menghela napas jengah. Seharusnya kini gadis itu kembali ke studio, tetapi sepertinya hati dan pikiran Asmara masih berkecamuk yang mana belum bisa fokus untuk mengurus pekerjaan. Ya, sekiranya tenang sedikit, nanti Asmara akan kembali. Lagi pula tidak ada tanda-tanda Diores menanyakan keberadaannya.

Namun, seingat Asmara yang memiliki memori sedikit ini memang Diores tidak pernah menanyakan keberadaannya karena gadis itu tahu Asmara selalu sibuk di luar pekerjaan.

Ketika sedang galau memikirkan hal di luar perkiraan Asmara, tiba-tiba alunan ukulele dan tamborin serta suara khas anak laki-laki terdengar. Kepala Asmara pun mendongak, menatap dua bocah yang entah kapan datangnya sudah bernyanyi di depan gadis tersebut. Seorang laki-laki berusia sekitar 10 tahun dengan gadis berusia sekitar 8 tahun.

Satunya bermain ukulele, dan satunya lagi memainkan tamborin. Senyum Asmara seketika terulas tanpa sadar, menyaksikan dengan perasaan yang sedikit lebih baik terhadap dua bocah ini, terlebih lagu yang dinyanyikan adalah Harta Berharga dari Bunga Citra Lestari. Lirik menyentuh, dinyanyikan sepasang anak yang sepertinya saling menyayangi.

Tidak lama, mereka selesai menyajikan lagu itu kepada Asmara. Gadis tersebut sampai takjub dan merasa lebih lega. Ia pun meminta untuk dua bocah itu duduk lebih dulu, menemaninya.

"Kalian kompak sekali. Teteh suka sama cara bermusik kalian. Kalau Teteh boleh tahu, kalian ini kakak-beradik, ya?" Asmara memulai pembicaraan dengan menanyakan status keduanya.

Anak laki-laki yang tadi bernyanyi menjawab, "Iya, Teh. Saya sama dia adik-kakak. Tapi bukan kandung."

"Bukan kandung? Lalu orang tua kalian ke mana? Mengapa kalian mengamen?"

Bocah laki-laki itu dengan sabar menjawab rasa penasaran Asmara ini, "Jadi, saya sama dia itu saudara tiri, Teh. Papa dia nikah sama mama saya. Awalnya kita saling benci, karena saya sama dia gak rela gitu kasih sayangnya dibagi. Saya juga milih buat pisah rumah waktu itu. Sampai akhirnya papa dia meninggal dan kita saling mengenal. Dia gak punya siapa-siapa lagi selain papanya dan pas papanya meninggal, jadi saya paksa ke diri saya buat nerima dia. Kita juga harus ngamen karena mama saya sakit keras. Tapi saya senang bisa berjuang bareng dia, Teh."

Jantung Asmara seakan terhenti ketika mendengar kisah dua bocah ini. Ia menatap satu per satu, kemudian mengusap puncak kepala keduanya menggunakan dua tangan. Seketika Asmara menitihkan air mata saking terharu. Kisahnya, sama dengan kisah dua bocah ini, hanya saja mereka beda nasib. Asmara teringat jika Karam tidak memiliki siapa-siapa lagi.

Pupus Asmara, 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang