"Loh Chika kenapa?" Mama Zeernan bertanya khawatir saat melihat mata menantunya sembab.
"Kamu apain istri kamu Nan?" Tuduh Mama Zeernan.
"Kok aku? Aku ga ngapa-ngapain," jawab Zeernan membela diri.
"Sini sayang." Mama Zeernan menarik menantunya itu ke dalam pelukannya. Chika bisa merasakan kalau mama Zeernan ini benar-benar tulus menyayanginya.
"Tadi ada insiden Ma yang bikin Chika takut sampe sempet nangis tadi," jelas Zeernan
"Bener kayak gitu?" Mama Zeernan bertanya pada Chika dan langsung mendapat anggukan. Sedangkan Zeernan pergi ke dapur untuk meletakkan bahan belanjaan.
"Kamu kalau ada apa-apa jangan segan cerita ke Mama. Mama ini udah jadi orang tua kamu, jadi jangan malu-malu lagi kalau pengen curhat atau mau ajak mama belanja atau apalah itu. Kau kalau butuh temen cerita bisa ke mama, atau kalau si Zeernan itu marah-marah ke kamu aduin aja ke Mama, biar nanti Mama hajar dia," ungkap Mama Zeernan dengan tulus. Sesayang itu memang dengan menantunya.
"Makasih mah," cicit Chika.
"Adududuh...peluk-pelukan, akur banget nih dilihat-lihat." Tangan Zeernan bersandar pada pembatas tangga. Matanya menatap istri dengan mamanya yang nampak menikmati momen pelukan itu.
"Udah kamu simpen barang belanjaanya?" Tanya Mama Zeernan.
"Aku letakin atas meja. Belum aku kelauarin dari plasti juga," jawab Zeernan.
"Yaudah nanti Mama yang urus."
"Zeernan mau ke atas dulu ya Ma, Chik."
"Aku ikut," sahut Chika.
"Ma, Chika ikut ke atas dulu ya," izin Chika. Dia harus tetap hormat pada yang lebih tua. Harus meminta izin mau seberapa dekat atau jauh dia akan pergi.
"Iya sana, istirahat ya jangan cape-cape." Mama Zeernan mengusap surai rambut Chika dengan lembut.
"Iya Ma." Chika beranjak menghampiri Zeernan yang menunggunya untuk pergi ke kamar bersama. Zeernan yang memimpin jalan dengan jari kelingking tangannya dengan jari kelingking Chika saling bertaut.
"Aku mau ke kamar mandi bentar." Zeernan pergi ke kamar mandi sedangkan Chika mendudukan dirinya di tepi ranjang. Chika memejamkan matanya lelah, mengingat kejadian yang dia alami siang tadi. Dia tak habis pikir dengan apa yang terjadi dengannya. Kenapa semakin ke sini semakin dia takut untuk berdeketan dengan orang lain selain keluarganya. Ingin sekali dia menghilangkan trauma ini. Ini sangat menyiksa, sungguh.
"Hey, ngelamun aja." Chika terkejut saat Zeernan menepuk bahunya dan duduk di samping dirinya.
"Kamu kenapa? Butuh minum?" Tanya Zeernan.
"Nggak. Aku ga papa, cuma em, sedikit mengantuk," jawab Chika.
"Istirahat gih. Aku mau lihat beberapa kerjaan aku. Kalau butuh apa-apa bilang aja ya." Zeernan beralih duduk di sofa kamarnya dan langsung berkutat dengan laptop, mengecek beberapa file dan gmail yang masuk.
***
Sudah sekitar dua jam berlalu. Zeernan masih betah dengan kegiatannya, Chika pun sama dia kini sedang menonton beberapa Video mukbang di youtube. Sudah berkali-kali Chika menelan ludah, dan juga mengusap perutnya. Entah kenapa setelah melihat orang yang berada di dalam video sedang memakan buah mangga, dia jadi membayangkan jika memakan buah mangga yang masih setengah matang sangatlah enak.
Chika melihat ke arah Zeernan yang nampak begitu serius. Apa dia harus mengungkapkan apa yang diinginkan sekarang? Tapi di sisi lain, Chika tak mau menganggu suaminya itu yang masih nampak sibuk dengan laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You [END]
Teen FictionBerawal dari menemukan dirinya di antara semak-semak hingga sekarang menjadi bagian dari hidupku