9

3.1K 279 7
                                    

Siang ini Zeernan dan Chika pergi ke pusat pembelanjaan untuk mencari barang-barang yang Mama Zeernan tadi titipkan pada mereka. Selama di sana Chika tak ada sedetik pun membuat jarak dengan Zeernan. Dia selalu menempal dengan Zeernan, bukan bermaksud manja, tapi dia masih merasa takut jika berpapasan atau tak sengaja berdekatan dengan lelaki asing. Dia terus menjalinkan lengannya ke lengan Zeernan, mengikuti kemana pun suaminya pergi.

"Enaknya gula beli yang merek apa Chik?" Tanya Zeernan. Dia bingung saat melihat berbagai merek gula, sedangkan mamanya hanya menuliskan nama gula saja tidak mereknya. Jadi dirinya pun tak tau merek gula apa yang biasa mamanya beli.

"Mama ga ada nulis merek gulanya?" Tanya Chika balik.

"Ga ada, Mama cuma nulis gula doang." Zeernan menunjukkan nota belanjaan yang harus di beli itu pada Chika.

"Yang itu aja deh." Chika menunjuk pada salah satu gula yang kemasan bagian bawahnya berwarna hijau.

"Oke." Zeernan mengambil dua bungkus gula itu lalu beralih mencari barang lainnya.

"Oh iya hampir aja lupa. Kita harus beli susu ibu hamil buat kamu," ungkap Zeernan. Tepat sekali mereka berada di tempat jejeren susu. Langsung saja Zeernan mencari susu ibu hamil untuk Chika.

"Kita harus beli yang mana Chik?" Tanya Zeernan. Dia merupakan tipe laki-laki yang bingung jika harus memilih barang yang akan di beli. Pernah dulu Zeernan diperintahkan Mamanya untuk membeli minyak goreng, tapi karena banyaknya merek minyak goreng alhasil dia mengambil satu minyak per-merek itu. Tapi perlahan sikap Zeernan itu mulai memudar, tapi memang terkadang rasa bingung saat memilih barang masih saja kambuh.

"Yang ini? Tulisannya pas buat awal kehamilan," tanya Zeernan meminta persetujuan. Chika mengangguk setuju.

"Ga mau lihat susu yang lain?" Tanya Zeernan lagi.

"Ga, mau ini aja," jawab Chika. Jujur saja dia sudah merasa tak nyaman. Dirinya ingin sekali cepat-cepat pulang, apalagi saat dirinya menyadari ada seseorang asing yang mencuri-curi pandang ke arahnya seperti ada niat terselubung.

"Mau yang rasa apa?" Tanya Zeernan lagi.

"Strawberry." Zeernan mengambil langsung lima kotak berukuran besa dan memasukkannya dalam troli.

"Banyak banget," komen Chika.

"Gapapa, buat stok di rumah nanti," jawab Zeernan enteng. Mereka berlanjut untuk mencari barang yang lain. Tapi tiba-tiba Zeernan merasa kebelet. Tak mungkin dia menahannya sampai pulang nanti.

"Chik, a-aku ke toilet dulu ya," izin Zeernan. Aku? Ya mereka sudah membahas hal ini tadi diperjalanan, untuk mulai menggunakan aku dan kamu, biar ga dikatain kaku lagi sama Mamanya Zeernan.

"Terus aku gimana?"

"E..kamu tunggu di sini, atau bantu cariin sisa barang yang harus di beli," jawab Zeernan.

"Zee, aku ikut ya? Aku gamau sendirian di sini," pinta Chika.

"Aku cuma sebentar doang kok. Lagian toiletnya deket tuh di sana. Kamu di sini sebentar ya, aku udah kebelet banget nih." Tanpa persetujuan Chika lagi, Zeernan langsung pergi buru-buru ke toilet. Dirinya sudah merasa diujung tanduk, ingin mengeluarkan air seninya.

"Zee! Zeernan!" Panggil Chika, tapi tak dihiraukan. Raut wajah Chika tergambar jelas jika dirinya sedang tak nyaman. Tangannya mulai dingin, meremas pegangan troli dengan terus menatap ke arah toilet dimana Zeernan tadi masuk. Dia berharap Zeernan cepat-cepat kembali.

"Hai mbak." Suara berat memanggil ke arah Chika. Chika tersentak mendengar suara asing di dekatnya.

"Kok sendiri? Cowo yang sama mbak tadi kemana?" Tanya lelaki asing itu, yang ternyata adalah lelaki sedari tadi yang memperhatikan Chika dan membuat tidak nyaman. Chika hanya diam tak menjawab pertanyaan Lelaki asing yang tau siapa namanya.

"Di tinggal sama cowonya? Mau saya temenin? Saya baik kok mbak, bakal buat mbak seneng terus kalau sama saya dan tentunya akan saya bikin enak," kata Lelaki itu dengan percaya diri.

Chika semakin tak nyaman. Matanya sudah berkaca-kaca siap mengeluarkan air matanya. Zeernan, buruan balik dong, batin Chika.

"Kok diem aja sih mbak? Mbak?" Chika tersentak dan reflek menghindar ketakutan karena Lelaki itu dengan lancang memegang tangan Chika.

"Jangan ganggu saya! Jangan ganggu saya!" Teriak Chika di depan orang itu. Lelaki itu terkejut mendapat teriakan dari Chika. Banyak pasang mata tertuju pada mereka berdua.

"Pergi kamu! Jangan ganggu saya! Tolong...!" Chika berjongkok di lantai menutupi kepalanya denyan tangan, dengan terus berteriak pergi.

Lelaki dihadapannya dibuat panik. Banyak orang yang mulai menghampiri mereka. Perempuan yang belanja langsung menenangkan Chika, sedangkan yang laki-laki meringkus lelaki asing yang menganggu Chika tadi.

"Mas ngapain mbak ini?"

"Saya ga ngapa-ngapain pak."

"Kalau ga ngapa-ngapain ga mungkin mbaknya jadi ketakutan gini!"

Disisi lain Zeernan baru saja keluar dari toilet. Dia melihat kerumunan orang dimana dia tadi meninggalkan Chika. "Chika dimana sekarang?" Tanya Zeernan pada dirinya sendiri.

Tapi karena dirinya kepo dengan apa yang terjadi di kerumunan itu, Zeernan memilih untuk menghampirinya sebelum nanti mencari keberadaan Chika. Zeernan mengintip apa yang terjadi. Suara tangisan perempuan terdengar. Zeernan seperti tak asing dengan suara itu. Mencoba membelah kerumunan agar melihat lebih jelas. Kini Zeernan terkejut saat mengetahui yang menangis adalah istrinya sendiri. Buru-buru Zeernan mendekat dan mengambil alih Chika.

"Kamu kenapa?" Panik Zeernan. Tangisan Chika semakin keras dan langsung memeluk Chika dengan erat.

"Kenapa dengan istri saya?" Tanya Zeernan pada orang lain.

"Digangguin sama cowo itu mas."

"Nggak-nggak! Saya ga ganggu dia," elak lelaki yang tadi menganggu Chika.

"Anda apakan istri saya?!" Bentak Zeernan.

"Saya ga ngapa-ngapain. Cuma ngajak ngobrol doang tadi," jelas Lelaki itu takut. Zeernan tak terima melihat Chika menangis seperti ini. Ingin sekali dia menghajar lelaki itu, tapi disisi lain dia harus menenangkan Chika.

"Biar satpam aja yang ngurus kelanjutannya," kata seseorang karena melihat kehadiran satpam.

"Pulang," pinta Chika di sela-sela tangisannya.

"Iya-iya kita pulang," jawab Zeernan. Sebelum pulang tentunya mereka harus mengurus pembayaran dulu. Selama di kasir Chika terus saja bersembunyi di pelukan Zeernan, tak mau melihat ke sekitar.






















Traumanya kumat tuh.

Dah gitu aja maap buat typo yak.

Thank You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang