13

2.7K 243 1
                                    

Mobil Zeernan terparkir di depan halaman rumah orang tuanya. Terlihat ada mobil ayahnya juga terpakir, sudah dipastikan jika Papanya ini juga sedang libur kerja. Zeernan membukakan pintu mobil untuk istrinya keluar. Chika dengan perlahan turun sambil memegangi perutnya yang terasa berat.

"Aku ambil buah dulu." Zeernan mengambil buah-buahan dikursi belakang yang sempat di beli di supermarket tadi. Setelah itu Zeernan menggandeng tangan Chika untu bersama masuk ke kediaman orang tua Zeernan.

Mereka di sambut dengan hangat saat memasuki rumah. Orang tua Zeernan sangat senang mereka berkunjung. Mereka juga membicarakan tentang kandungan Chika yang beberapa bulan lagi akan melahirkan. Chika pun mempertanyakan apa saja yang harus dipersiapkan nantinya, karena Mama Zeernan pasti sudah berpengalaman menjadi ibu.

Kini Zeernan dan Chika sedang berada di kamar, mereka masih berada di rumah orang tua Zeernan. Rencana sore nanti baru mereka akan kembali ke vila. Mereka berdua sedang merebahkan dirinya masing-masing di atas kasur. Bedanya kepala Chika sengaja dia letakkan di atas dada Zeernan. Dia selalu senang dengan posisi ini, karena bisa mendengarkan detak jantung Zeernan yang selalu berdegup kencang, bak melodi yang menenangkan hati.

"Sayang," panggil Zeernan.

"Hem?"

"Aku mau tanya boleh?"

"Boleh lah," jawab Chika.

"Perempuan yang sama kamu di taman kota tadi siapa?" Zeernan bertanya karena jujur dia kepo. Baru pertama kali dia melihat perempuan itu. Apalagi dengan keadaan menangis, ada hubungan apa dengan Chika.

Chika memeluk tubuh Zeernan dengan erat, bahkan satu kakinya dia letakkan di atas perut Zeernan, memeluknya selayaknya guling.

"Jangan erat-erat, kasihan adeknya kegencet," kata Zeernan.

"Hem...jadi perempuan tadi itu namanya Christy," jawab Chika.

"Christy?"

"Iya Christy. Dia adik aku," jelas Chika.

"Ha? Jadi kamu punya adik?" Zeernan cukup terkejut mengetahui hal ini, sebab Chika tak ada sama sekali membahas tentang kelurganya itu.

"Iya dia adik aku. Tapi aku gamau nganggep dia adik lagi. Aku cukup kecewa sama dia. Aku kesel sama dia!" Zeernan mengelus punggung Chika. Dia tau jika istrinya itu sedang kesal.

"Jangan gitu dong. Mau gimana pun dia adik kamu loh."

"Aku kecewa sama dia. Dia dulu ngedukung banget buat aku nikah sama lelaki tua itu. Padahal dulu aku sayang banget sama dia. Aku selalu lakuin apa aja biar dia seneng. Tapi kenapa dia tega ngelakuin itu ke aku. Kenapa dia malah ngebantu papa supaya aku nikah untuk melunasi hutang-hutang. Kenapa harus aku?" Chika menjelaskan hal ini sambil menangis di dekapan Zeernan.

"Sstt, tenang ya jangan nangis. Aku tau apa yang kamu rasain itu. Tapi kalau saran aku kamu coba maafin apa yang udah keluarga kamu itu lakuin. Lagipula adik kamu kemarin bilang pas nahan kita agar kita tidak pergi, kalau dia dan mama papa kamu udah nyesel. Mereka selalu cari kamu untuk meminta maaf. Tak ada salahnya jika kamu mencoba memaafkan mereka. Karena mau gimana pun mereka itu keluarga kamu sayang."

"Tapi aku kesel sama mereka. Mereka jahat!"

"Hemm, pikirkan baik-baik sayang. Aku gamau nanti kamu nyesel di belakangan. Setidaknya mereka nyesel dan tau kesalahan mereka. Jadi kamu juga harus bisa memaafkan, karena sesama manusia kita itu harus selalu saling memaafkan sebesar apa pun kesalahannya itu, oke?" Chika mengangguk paham. Zeernan tersenyum melihat hidung Chika yang memerah seperti badut efek dari sehabis menangis ini.

"Ih hidung kamu kayak badut gini," ejek Zeernan.

"Ih apaan kamu ini, jangan ngejek aku!"

"Bercanda sayang. Dah ayo tidur siang." Chika meringsek masuk ke dalam dekapan Zeernan lagi, mencari kenyamanan di sana. Sedangkan Zeernan dengan senang hati memeluk istrinya itu.

****

Chika berjalan menuruni tangga sendirian. Zeernan masih tertidur di kamar. Sedangkan Chika terbangun karena merasakan haus ditenggorokannya, saat melihat jam ternyata sudah memasuki pukul tiga sore hari.

"Mama lagi apa?" Tanya Chika saat meliat Mama Zeernan yang berkutat di dapur.

"Lagi bikin jus buah alpukat. Panas-panas gini seger minum jus. Kamu mau nak?"

"Boleh mah. Biar Chika buat sendiri," kata Chika karena dirinya tak mau merepotkan mertuanya.

"Ish, biar Mama aja, ga papa. Kamu duduk aja, jangan cape-cape," kata Mama Zeernan penuh perhatian.

"Maaf ya Ma, ngerepotin," kata Chika tak enak.

"Ga ngrepotin kok. Udah kamu anteng aja duduk."

Chika mengambil segelas air putih dan meminumnya sambil duduk di kursi. Suara alat blender menggelegar saat digunakan untuk menghaluskan buah alpukat yang akan dibuat jus. Chika sampai meneguk ludahnya sendiri saat melihat jus itu dituangkan ke dalam gelas. Nampak sangat nikmat, Chika jadi tak sabar ingin meminumnya.

"Ini buat kamu. Mama ke depan dulu ngasih jus buat Papa," kata Mama Zeernan. Mama Zeernan beranjak pergi ke depan rumah untuk menyerahkan minum untuk suaminya yang sedang mencuci mobil.

Chika beralih ke sofa depan tv, untuk menikmati jusnya di sana sambil menonton. Dengan perlahan dia duduk di sofa dan mulai menyalakan tv mencari tontonan yang menurutnya seru. Chika sesekali meminum jus nya sambil terus menonton tv.

"Chikaa! Chikaaaa!" Mata Chika beralih melihat ke lantai atas dimana Zeernan berteriak memanggil namanya. Kening Chika mengernyit.

"Chikaa! Kamu dimana?!" Chika menghembuskan napas lelah dan menggelengkan kepala, tak berniat menjawab panggilan yang suaminya itu lakukan.

"Sudah biasa," gumam Chika. Sudah tak heran lagi dengan kelakuan Zeernan. Dia akan berteriak mencari keberadaan Chika saat bangun tidur, Chika sudah tak ada di sebelahnya.

"Chikaaa!" Suara serak Zeernan kembali menggema. Chika melihat ke arah tangga saat Zeernan dengan mata yang masih setengah tertutup, berjalan menuruni setiap anak tangga.

"Chika!"

Chika hanya menatap malas ke arah suaminya yang penampilanya sangat khas bangun tidur. Zeernan berjalan mendekati Chika dan duduk di sampingnya.

"Kenapa ga jawab panggilan aku?" Tanya Zeernan dengan bibir yang mengerucut dan mata yang setengah tertutup, masih mengantuk.

"Kenapa ga jawab?" Tanya Zeernan lagi karena Chika tak menjawab pertanyaanya.

"Aku lagi minum," jawab Chika.

"Lain kali jawab. Aku gamau jauh-jauh dari kamu," kata Zeernan dengan manja. Sifat manja Zeernan selalu muncul saat bangun tidur dan ketika sakit.

"Iya-iya."

Zeernan merebahkan dirinya, menjadikan paha Chika sebagai bantalan. Mukanya mengarah di depan perut Chika yang membuncit. Bibir Zeernan itu maju mundur mencium perut Chika dengan sayang.

"Ih tangannya!" Chika menepis tangan Zeernan yang dengan nakal bergerilya ke payudaranya.

"Cuma main pun," kata Zeernan.

"Malu kalau diliat mama papa kamu," balas Chika. Zeernan hanya melenguh dan menyamankan diri untuk melanjutkan tidurnya dipaha istrinya itu.


















Sore semuaa.

Besok dah senin lagi. Ga kerasa dapet hari libur ini. Males banget.

Dah gitu aja maap buat typo.

Thank You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang