Empat tahun sudah berlalu. Keharmonisan keluarga Zeernan dan Chika semakin terasa, apalagi sejak lahirnya Luca ke dunia, menambah kebahagiaan yang mereka rasakan.
Banyak yang terjadi di empat tahun ini. Mulai dari Zeernan yang memilih memboyong keluarga kecilnya ke kota. Dia memilih pindah ke kota agar perjalanan ke kantor lebih cepat dan keluarga Chika atau pun keluarganya bisa berkunjung dengan jarak lebih dekat. Kemudian juga dia memikirkan nantinya jika anaknya sudah besar dan saatnya sekolah, Zeernan ingin menyekolahkan anaknya ke tempat yang terbaik. Namun sayang, Bi Emi yang selama ini menemani Zeernan saat di vila tak bisa ikut ke kota. Dia masih memilih menetap di sana karena jarak rumah dan juga tak bisa jauh dengan keluarganya.
Empat tahun lamanya berarti empat tahun sudah umur Luca. Semakin bertambah umur, Luca semakin aktif dan semakin pandai dalam berbicara. Meskipun terkadang kosa kata yang Luca ucapkan ada yang aneh, tapi mereka memaklumkan. Namanya juga anak kecil.
Selain itu ada kabar baik lagi yang mendatangi keluarga kecil Zeernan, yaitu Chika kembali hamil anak ke dua yang sekarang sudah berumur 7 bulan dan senangnya lagi mereka kembar! Kemarin mereka mencoba memeriksa keadaan sang bayi dan syukurlah baik-baik saja. Karena hamil anak kembar, perut Chika terlihat lebih besar dari kehamilan anak pertama. Luca yang melihat perut sant Mama terkadang dengan jahil malah menggodanya.
"Peyut Mama sepelti bola becall," kata Luca sambil melebarkan tangannya memperagakan gerakan besar. Chika hanya bisa tersenyum, ya mau bagaimana lagi memang seperti itu faktanya, perutnya besar.
"Tidak boleh seperti itu. Perut Mama besar karena ada adik Luca di dalamnya," kata Zeernan yang sedang menyetir mobil. Kali ini keluarga kecil Zeernan akan berkunjung di rumah orang tua Chika.
"Apa adik becal sepelti bola Papa?" Tanya Luca dengan muka polosnya.
"Adik masih kecil Luca. Nanti kalau adik sudah lahir pasti Luca tau seberapa besar mereka," jawab Zeernan.
"Hai adik. Kapan kamu lahil?" Luca menempelkan telinganya ke perut Chika, karena posisinya sekarang adalah Luca duduk di pangkuan Chika menghadap keperut.
"Sebentar lagi sayang," kata Chika sambil mengelus kepala Luca.
"Apa adik nanti bisa Luca ajak main lobot?" Tanya Luca sambil menatap Chika.
"Tentu. Asalkan Luca tidak nakal dengan adik," jawab Chika.
"Luca tidak natal. Luca janji Mama," kata Luca sambil menujukkan dua jarinya. Zeernan tersenyum melihat interaksi antara ibu dan anak ini.
"Papa, apa masih lama? Luca ingin belmain belsama onty," kata Luca.
"Sebentar lagi kita sampai. Kamu sabar sebentar lagi ya," jawab Zeernan.
"Otey Papa."
~~~~
Brag~
Pintu mobil tertutup saat semua penumpang sudah turun. Mereka sudah sampai di halaman rumah keluarga Chika.
"Luca jangan main pasir, sini sayang," panggil Chika. Luca merespon dengan tersenyum.
"Sini boy." Zeernan dengan sigap menggendong anaknya yang semakin hari semakin bertambah berat. Atau karna dirinya yang semakin tua dan mudah encok?
Satu tangan Zeernan menggendong Luca dang tangan yang lain mengtenggam tangan Chika. Mereka bersama melangkahkan kaki ke teras rumah. Zeernan beberapa kali memencet bel hingga pintu terbuka menampilkan Christy.
"Lucaa!"
"Ontyy!"
Christy langsung mengambil alih gendongan Luca, dan menciuminya dengan gemas.
"Onty kangen," kata Christy.
"Luca uga tangen ama Onty," balas Luca.
"Ouuuu, sayang Luca. Kiss dulu." Luca mencium pipi Christy sesuai permintaan.
"Ehem, kita ga dianggep nih?" Kata Zeernan.
"Eh iya lupa. Ayo masuk kak." Christy mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah dan langsung di sambut oleh Ayah dan Bunda Chika.
Hari itu adalah hari yang menyenangkan. Karena mereka kembali berkumpul setelah sibuknya Zeernan yang tak bisa mengajak keluarganya berkumpul di rumah keluarga Chika. Jadi seringan orang tua Chika yang dekali atau dua kali menjenguk anak dan cucunya ke rumah.
"Diantara kami siapa yang Luca paling sayang?" Tanya Christy. Semua mata tertuju pada Luca yang asik memakan kue yang sengaja Bunda Chika sediakan. Mereka sangat senang mendengar jika Luca berbicara. Itu terdengar lucu.
"Luca cayang Mama."
"Luca cayang Papa."
"Luca cayang Onty."
"Luca cayang Nenek."
"Luca cayang Akek."
"Luca cayang Oma."
"Luca cayang Opa."
"Luca cayang adik."
"Luca cayang cemuanya!"
Kata Luca sambil menghitung jarinya setelah mengucapkan nama masing-masing keluarganya. Semua sontak tertawa mendengar pertanyaan anak kecil itu.
Epilog selesai. Dah gitu aja makasih babay. Hehehe...
Dah gitu aja maap buat typo.
Btw gua abis update apk wp, kok jadi aneh ya diliat liat.
Luca
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You [END]
Teen FictionBerawal dari menemukan dirinya di antara semak-semak hingga sekarang menjadi bagian dari hidupku