12. The One

5.8K 698 68
                                    

"Emin!" panggil 1J antusias.

Jaemin yang tengah tidur-tiduran menanggapi malas. "Hm?"

Matanya sudah hampir menutup merasakan kibasan ekor lembut 1J. Keinginan meremas ekor sang hybrid ditahannya sekuat tenaga supaya tidak jatuh tertidur di sofa. Ditambah lagi ia belum tidur selama dua hari, belum pulih sepenuhnya dari aksi pembunuhan terakhirnya.

"Pikachu itu hewan apa?"

Pertanyaan polos itu membuat Jaemin mendengus. Dirinya sendiri tidak tahu hewan apakah makhluk berwarna kuning terang itu. Dan tidak mau tahu.

"Tikus kali," jawab Jaemin acuh. Ia menguap lebar lalu tiba-tiba terbatuk-batuk heboh.

"UHUK- UHUK! HOEKH!"

Sontak laki-laki itu menggebuk dadanya kuat sampai 1J yang tengah mencoba membuat origami tikus dari kertas bekas berwarna kuning terperanjat kaget.

BUK BUK BUK

Sang hybrid ikut memukuli dada Jaemin, menyiksa laki-laki itu dengan lugunya.

"OHOK! CUH!"

Jaemin buru-buru mendorong 1J minggir, ia meloncat bangun lalu menunduk, berusaha memuntahkan sesuatu yang amat gatal dan menyumbat tenggorokannya.

"HOEKK!"

PLUK

Gumpalan kecil berserabut berwarna putih jatuh diselimuti tumpahan liurnya, tergeletak menyedihkan di lantai.

Jaemin melotot, mulai berpikiran aneh-aneh sambil memperhatikan benda itu. Apakah ia sedang diguna-guna?

"Ouh," gumam 1J. Ringisan kikuknya ditangkap oleh Jaemin yang masih terbatuk-batuk pelan, memikirkan akhir hidupnya.

"Maaf, Emin."

"Ini perbuatanmu, huh?" Tuduh Jaemin. Melihat 1J memegangi ekornya dan menunduk merasa bersalah, tahulah dia apa benda yang hampir membuatnya mati konyol itu.

Sang hybrid kemudian berjongkok. Mengambil gumpalan bulu basah itu dan membuangnya ke kotak sampah di pojok dapur diiringi tatapan tajam Jaemin. Ia melangkah kembali ke ruang tamu takut-takut, telinganya turun dan berkedut kecil.

"Maaf, Emin," kali ini berbisik, 1J menatap Jaemin memelas. Ia memegangi ekornya erat, takut yang lebih besar memotongnya.

"Baru-baru ini atau sudah lama?!" Interogasi Jaemin. Matanya menelisik sekeliling rumah, mencari pertanda senjata ringan nan mematikan itu.

"Sudah lama, Emin," ungkap 1J jujur. "Kalau panas bulunya rontok lebih banyak."

Jemari 1J berkedut ragu, kemudian pada akhirnya ia memutuskan mengaku. Sang hybrid menungging membelakangi Jaemin, merogohkan tangannya masuk ke sela-sela lubang sofa yang sangat kecil dan tersembunyi, menarik keluar kapas-kapas halus nan putih yang rontok dari ekornya itu.

Jaemin tidak bisa berkata-kata, hanya menganga menyadari 1J tak berhenti mengorek sofanya, mengeluarkan bulu-bulu lembutnya itu.

"Cukup! Masukkan lagi!" Rutuk Jaemin. Ia memijat keningnya pusing. Inilah mengapa ia tak mempunyai hewan peliharaan sekarang. Malas membersihkan.

Sang hybrid menurut. Ia masukkan lagi bulunya ke dalam celah sofa. Ekornya yang mengibas pelan, menerbangkan bulu-bulu itu ke udara, membuat Jaemin menahan teriakannya sekuat tenaga.

Jaemin menarik napas panjang-panjang, ia menangkap awan-awan kecil itu, membantu 1J memasukkannya ke dalam sofa sebelum kejadian tidak mengenakkan barusan terulang kembali.

Dirasa sudah selesai, Jaemin menangkap ekor 1J. Ditariknya kuat sampai sang hybrid memekik kaget dan ketakutan.

"Ah! Jangan, Emin!"

LIMBO || JAEMJEN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang