"Ini," ucap Jaemin sambil menyodorkan boneka luar biasa besar 1J lewat jendela mobil. Dipaksa masuk sampai menghalangi pandangan Renjun dan sang hybrid, juga hampir membuat Haechan mengamuk membanting setirnya, Jaemin terseok-seok melempar tasnya ke bak belakang.
"Emin! Emin kesini!" Seru si kecil kebingungan. Ia menatap bolak-balik Haechan dan Renjun yang hanya diam.
Renjun bergumam kecil, menyuruh 1J mengangkat pantatnya sebentar untuk menyisipkan benda empuk dan berbulu itu ke atas jok.
"Emin kok di belakang?"
1J melongokkan kepala lewat jendela, memandang Jaemin yang baru saja naik ke atas bak terbuka hingga mobil sedikit bergoyang. Ia menangkap tatapan memelas nan gemas si kecil lalu tersenyum tipis meski bibirnya amat sakit sebab babak belur tak berbentuk.
"Emin masuk kesiniii."
Jaemin menggeleng kecil. Ia menunjuk dirinya dan mengeluarkan ibu jari lalu membuat gestur mengusir pada sang hybrid.
"Emin- eeh?"
Renjun menarik 1J masuk lalu mendudukkannya, tak lupa menghalangi kepala si kecil agar tak terpentok langit-langit mobil. "Tidak muat, sayang."
"Tapi hujan, Renjun. Di belakang dingin," ucap 1J khawatir. "Jaemin tidak suka dingin."
Haechan memajukan rem tangannya kemudian menginjak gas tanpa berkata apa-apa. Ia mundur lalu memutar kemudinya lihai sambil melirik spion, kembali melaju ke arah kedatangan mereka.
"Haechan..." mohon 1J pada sang pengemudi yang bertampang masam.
"Diam atau Eminmu kulindas sampai mati."
Untuk pertama kalinya 1J merasa takut pada Haechan. Ia memainkan lengan hoodie laki-laki itu yang kini tengah dipakainya. Sebisa mungkin menahan rengekan dan likuid bening di pelupuk mata, sang hybrid mendekat pada Renjun yang menatap kosong ke luar jendela.
Memandangi hujan salju yang turun dengan deras dan menyelimuti mobil mereka.
.
Haechan mendengus sebal. Ditatapnya sesosok laki-laki yang malah tertidur di bak mobilnya. Tertimbun salju yang hampir menyembunyikan tubuhnya.
Ia menarik sepatu boots yang menyembul keluar, sengaja membuat kepala Jaemin terbanting ke alas bak mobilnya.
BUAK
Suara keras itu membuat Renjun yang tengah mengantar 1J masuk ke dalam sebuah bangunan kecil yang dikontrakkan mingguan dan dipergunakan sebagai rumah sementara itu menengok kaget.
Ia menahan sang hybrid yang akan menghampiri, berbisik pelan menyuruhnya masuk. Ia mengangguk meyakinkan sambil mengelus pipi 1J yang memerah.
Setelah memastikan 1J masuk ke dalam rumah, Renjun melangkah cepat mendatangi Haechan yang suasana hatinya masih memburuk itu. Ia meringis melihat Jaemin diseret keluar dengan kasar.
"Hei, pelan-pelan. Kalau dia gegar otak kita yang repot," canda Renjun setengah hati.
"Tidak peduli."
Renjun membantu mendudukkan Jaemin dan menepuk-nepuk pipinya agar bangun. Ia mengerutkan dahi menyadari laki-laki itu tak bereaksi.
"Sebentar!" Hardik Renjun panik.
Kepala Jaemin lunglai ke samping, begitupun tubuhnya yang penuh luka. Darahnya diserap oleh salju yang menyelimutinya.
Renjun menampar pipi membiru Jaemin beberapa kali membuat Haechan jadi ikut khawatir.
Masa diseret begitu saja pingsan sih?!
"Kurasa dia pingsan di jalan," ucap Renjun sedikit lega mendapati masih ada nadi yang terasa meskipun amat lemah dan berdenyut seadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMBO || JAEMJEN ✔️
FanfictionMembawa lari sesosok Hybrid dari laboratorium dan menitipkannya pada seorang pembunuh bayaran, mau tak mau Renjun lakukan. Apa yang mendorongnya melakukan aksi nekat itu? Lalu bagaimana kelanjutannya, apakah akan ada akhir bahagia bagi mereka yang t...