Kelenting merdu dan harmonis lonceng angin yang tergantung di langit-langit teras menandakan angin yang mulai mengencang.
Tak lama, Jaemin keluar lalu berdiri diam di bawahnya. Memandang keluar, masih bertelanjang dada dengan wajah setengah mengantuk. Sinar lembut matahari menerpa matanya yang refleks menyipit.
"Eemhh~ euhh!"
KREK KREK
Bunyi tulang yang berkeretak menemani peregangan rutin Jaemin setiap pagi. Laki-laki itu menarik napas dalam-dalam, mengisi paru-parunya dengan udara yang sejuk dan bersih. Dadanya mengembang lalu mengempis beberapa kali, menikmati sensasi paling sederhana kehidupan.
Baru saja ia ingin melangkah keluar, telinganya mendengar derap pelan familiar yang terburu-buru.
"Eminnn~"
Nah kan.
Jaemin melirik sedikit ke belakang. Belum saja dirinya membuka mulut untuk bertanya, tubuhnya sudah sedikit terdorong ke depan akibat tubrukan si kecil yang merengek, protes pelukan favoritnya menghilang.
"Apaa~?" Gemas Jaemin, ia mengusap kepala Jeno yang mendusali ketiaknya. Memutar tubuhnya untuk menutupi ekor sang hybrid yang mengibas senang kesana-kemari, ditatapnya wajah gembil nan menggemaskan yang juga masih mengantuk itu.
"Emin hilang!" Cericip Jeno.
"Ini Emin disini," gemas Jaemin. Ia cubit kuat kedua pipi Jeno, ingin mendengar rengekannya lebih kencang lagi, agar dua manusia lain yang masih asyik tertidur di kamar terbangun.
"AAAAA! EMM!" jerit Jeno. Pipinya memerah dan menggembung kesal.
Jaemin tersenyum licik, sekejap kemudian terdengar gerubukan panik dari kamar yang terletak di sebelah kiri.
DUK
"ADUH!" seseorang menjerit kesakitan.
Muncullah Renjun dengan rambut acak-acakan dan mata yang tertutup, meraba-raba bidang pintu yang dibukanya tanpa melihat sampai tak sengaja mendorongnya terlalu keras mengenai dahi Haechan yang mengekorinya.
"Emin! IHH!" sang hybrid cemberut. Bibir merahnya yang maju seperti moncong bebek itu Jaemin kecup singkat sebagai permintaan maaf.
Renjun mengerjap beberapa kali lalu mengedarkan pandang. Menemukan presensi dua makhluk yang berdiri damai di teras tanpa sedikitpun ancaman, Renjun menghela napas panjang. Ia hanya menunjukkan jari tengahnya pada Jaemin yang terkekeh lalu berlalu ke dapur untuk membuat minuman untuk mereka semua.
"Ck!" Pintu terbuka lebih lebar, memperlihatkan seorang laki-laki berkulit kecokelatan dengan rambut bak sarang burung, acak-acakan.
Tawa Jaemin semakin tak tertahan melihat dahi merah Haechan. Ia membisiki Jeno lalu mendorong si kecil pelan ke arah Haechan.
"Haechan-Haechan!" Seru Jeno riang, bak tak pernah terjadi apa-apa. Ia memeluk laki-laki yang agak jengkel itu erat, mendinginkan amarahnya yang sudah tersulut di pagi hari.
"Huhh," gerutu Haechan dengan tatapan tajamnya pada Jaemin. Ia menunduk sedikit, membiarkan Jeno mengecup keningnya perhatian.
"Aku mau memotong kayu dulu," pamit Jaemin. Kilatan bandul titaniumnya menjadi hal terakhir yang terlihat sebelum laki-laki itu menghilang tertutup dinding.
"Emin jelek ya!" Gerutu Haechan sambil memeluk pinggang ramping Jeno yang menempel padanya seperti lem. Ia giring laki-laki itu ke dapur untuk membantu Renjun membuat sarapan pagi mereka.
Jeno menggeleng tak setuju, "Emin tampan!"
"Aishh!"
.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMBO || JAEMJEN ✔️
FanfictionMembawa lari sesosok Hybrid dari laboratorium dan menitipkannya pada seorang pembunuh bayaran, mau tak mau Renjun lakukan. Apa yang mendorongnya melakukan aksi nekat itu? Lalu bagaimana kelanjutannya, apakah akan ada akhir bahagia bagi mereka yang t...