BONUS CHAPTER

9.4K 778 198
                                    

"HUUWAAAA~ UHUEEE~"

Mendengar tangisan histeris itu, Jaemin dan Renjun yang tengah rutin memeriksa kondisi kesehatan si bungsu, tergopoh-gopoh keluar dari ruang khusus dan menghampiri asal suara.

Mereka melihat Haechan yang sebelumnya tengah enak-enak tidur siang sehabis makan, terperanjat bangun dan menggeleng tak fokus, bertanya-tanya panik dengan liur di sudut bibirnya.

"ADA APA?! APA YANG TERJADI?!"

Ketiga laki-laki dewasa itu melihat sumber tangisan Jeno yang ternyata adalah anaknya sendiri. Si tengah, Na Jimin, masih memegang ekor Papanya erat-erat dan menggigitnya gemas. Mengabaikan rengekan dan tangisan Jeno, Jimin meremas bagian berbulu lembut dan panjang itu, asyik memasukkannya ke dalam mulut.

"Aduh," gumam Haechan. Ia merangkak mendekat lalu berusaha menarik tangan Jimin lembut agar melepaskan ekor Jeno. Sayangnya cengkeraman bayi yang masih berumur satu tahun itu sangat kuat dan justru membuat Jeno menangis lebih kencang.

Memang si tengah kelakuannya agak nakal, mirip seperti Papanya yang suka mengigit-gigit.

Si sulung, Jiwon, yang berada di pangkuan Jeno ikut menangis melihat sang hybrid besar kesakitan. Wajahnya mirip sekali dengan Jaemin, hanya saja matanya sipit seperti Jeno.

"P-papa, no-" ujarnya sesegukan memeluk Jeno. "Jangan- ngis- huu~"

Ia belum bisa berjalan namun sudah lancar menyebut beberapa kata. Berkebalikan dengan Jimin yang sudah bisa berjalan selangkah dua langkah tanpa bantuan namun belum bisa berbicara.

"Jimin, ayo jangan nakal!" Marah Haechan.

Mendengar nada yang sedikit membentak, mata Jimin berkaca-kaca menatap Haechan. Membuat laki-laki dewasa itu gelagapan karena tahu si tengah jarang menangis namun sekalinya mengeluarkan air mata, akan sulit sekali dibujuk untuk berhenti.

"HUWAAAAA~"

Jinae, si bungsu di gendongan Jaemin ikut menangis melihat Papa dan kedua kakaknya menangis. Kedua telinga kecilnya berkedut-kedut di bawah dagu Jaemin.

Lagi-lagi mirip seperti Jaemin, yang membedakan hanya jenis kelaminnya. Jinae adalah perempuan.

Terjadilah harmoni sumbang paduan suara tangisan di rumah itu.

Jaemin, Haechan, dan Renjun menghela napas sedalam-dalamnya. Mereka mengurut dahi masing-masing frustasi. Untung saja rumah mereka di atas bukit dan hanya memiliki satu tetangga, jika tidak bisa diusir mereka dari desa indah ini.

Beginilah jika masih bayi sudah memiliki bayi.

"Sudah-sudah, Appa buat snack enak sekarang ya?" Bujuk Jaemin. Ia menyerahkan Jinae pada Haechan, mengumpulkan tiga bayi di tengah-tengah karpet. Empat dengan sang Papa yang sudah merentangkan tangannya minta peluk.

Mendengar kata snack, tangisan keempatnya memelan namun masih belum berhenti.

"Appa akan buat yang~ banyak," bujuk Jaemin lagi. "Kalian boleh makan nanti, tidak perlu menunggu sampai sore dan boleh makan lagi habis makan malam. Oke?"

Gumaman lucu serentak terdengar, diiringi rengekan pelan. Memeluk dan mencium pipi para bayi satu persatu -termasuk yang paling besar dan manja itu- secara singkat, Jaemin tersenyum menenangkan.

Bagai diawasi, ia merasakan pandangan-pandangan tak sabar yang melubangi punggungnya saat pergi ke dapur bersama Renjun untuk mendapat informasi kalori dan nutrisi agar tetap menjaga kesehatan para bayi yang cukup rentan.

Ia akan membuat es krim dari buah saja mungkin agar sehat dan bervitamin tinggi.

Ditinggal sendirian dengan para bayi, Haechan mengambil kesempatan itu untuk mengajari Jimin berbicara.

LIMBO || JAEMJEN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang