Di sebuah ruangan bernuansa putih dengan ditemani oleh dengkuran halus seorang gadis yang senantiasa merebahkan kepalanya di atas brankar sedari tadi. Tangan putih nan halus yang menggenggam tangan yang terkulai lemah di atas brankar itu menjadi pandangan prihatin bagi orang yang melihatnya.
Disinilah shani sekarang, ruangan VIP di salah satu rumah sakit ternama yang ada di ibu kota. Tempat dimana chika di rawat setelah dokter menyatakan chika sudah terbebas dari masa kritisnya. Sesaat setelahnya tidur shani terganggu karna sebuah pergerakan kecil dari tangan chika yang shani genggam sedari tadi.
Shani mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu mengangkat kepalanya menghadap ke arah chika. Disana terlihat bibir chika bergerak, seperti ingin mengucapkan sesuatu.
"A-adek haus ci.."
Ucapan chika membuat shani tersenyum hangat dan mengusap lembut pipi chika. Lalu mengambil gelas berisikan air minum di atas nakas samping brankar chika dan membantu chika untuk minum.
Setelah itu shani memperhatikan setiap inci wajah chika yang kini dipenuhi lebam dan luka. Sungguh perih hatinya melihat kondisi sang adik saat ini. Wajah sembab shani terlihat jelas saat ini, karna sedari tadi malam shani tak hentinya menangisi chika. Mungkin karna shani menyaksikan bagaimana adiknya diperlakukan sangat keji oleh kakek nya sendiri.
"Cici kenapa ngelamun?" Tanya chika, membuat shani sedikit terperanjak lalu menatap ke arah chika.
"Egh iya, kenapa dek? Masih sakit - sakit ya badannya?"
"Enggak kok ci, aku gapapa. Malahan aku yang heran sama cici, muka cici kaya orang abis nangis" heran chika yang sedang menelisik wajah shani."Cici nangisin aku ya?" Tengil chika.
"Ih pd banget kamu, ngapain cici nangisin kamu?"
"Ya bisa jadi kan, masa iya cici nangisin dokter yang nanganin aku?" Ucap chika diiringi sedikit tawa. Shani terkekeh mendengar jawaban chika, tetapi candaan itu tak berlangsung lama. Hingga shani kembali menatap wajah sang adik.
"Dek, maafin cici ya. Gara - gara cici adek jadi masuk rumah sakit" ucap shani sedih. "Sstt, ini bukan salah cici. Bunda sering bilang ke aku, kalo sayang sama seseorang jangan gampang melepaskan orang itu" ucap chika tersenyum tipis. "Bunda gamau masa lalu bunda terulang lagi sama aku ci" lanjutnya.
Shani merasa sakit mendengar ucapan chika. Memang shani sudah tau tentang bunda nya itu, tetapi ia tidak tau apa alasan bunda dan ayahnya berpisah.
"Cici kenapa sedih? Ada yang salah sama ucapan aku?" Ucapan chika sontak membuat shani kembali menatap chika dan merubah raut wajahnya dengan senyuman tipis.
"Engga dek, cici bersyukur aja bisa ketemu kamu" shani mengelus puncak kepala chika. Di tengah moment haru itu, tiba - tiba ada yang mengetok pintu ruang inap chika. Shani pun beranjak ke arah pintu dan membuka nya, shani sangat tau siapa di balik pintu itu.
"Hallo ci shani, kita udah mandi" ucap salahsatu dari tiga orang yang kini berada di ambang pintu. Siapa lagi kalau bukan jopana geng.
"Bagus, kalo ketemu chika harus bersih" balas shani. Karna memang ia yang menyuruh ketiga sahabat chika untuk bersih - bersih terlebih dahulu setelah mengantar chika ke rumah sakit.
Tanpa meminta izin untuk menjenguk, jopana geng nyelonong masuk ke ruang inap chika. Hal itu membuat shani geleng - geleng kepala.
"Woi jamet, jelek bet muka lo" ucap olla yang diikuti tawa adel dan zee.
"Iya anjir, bonyok parah. Untung gak jadi ubi" timpal adel.
Ucapan olla dan adel mendapat tatapan tajam dari chika. Kenapa chika tidak melawan, ya karna tubuh nya masih sangat lemah.

KAMU SEDANG MEMBACA
EVER LOST - END
Ficțiune adolescențiEVER LOST by Bxxvaxuthx_ [Cerita pertama di akun ini] Dear pembaca, jangan berharap ini cerita romance. Kakak adik lebih baik🤙🏻 - Ketika suatu saat chika mengetahui fakta bahwa saudara yang selama ini ia cari ternyata sering kali berada di dekatn...