⁰³ - Surat Kilat -

146 9 0
                                    

Keira memutar bola matanya jengah mendengar teguran Zea yang intinya selalu sama, Keira menyandarkan punggungnya pada pintu yang tertutup rapat di belakangnya lantas ia menatap tajam Zea. "Lo sampai segitunya gak pengen alurnya berubah, jadi Lo pengen gw mati? sampai segitunya? Kenapa gak dari dulu aja, Lo punya banyak kesempatan buat bunuh gw loh..," Ucapnya dengan santai.

Tangan Zea terangkat menunjuk wajah datar Keira yang langsung di tepis kasar oleh Keira, Zea mendengus sebal dan mengelus punggung tangannya dengan wajah memelas dan mata yang sengaja di buat berkaca kaca ia semakin terlihat seperti anak kucing yang malang namun kata yang di ucapkannya justru tidak cocok untuk seekor anak kucing."Keira Lo bukan orang bodoh, Lo tinggal gak ikuti alur dimana antagonis itu nyewa assassin untuk bunuh laudya, Lo tinggal kabur sebelum hari itu tiba,"

Dahi Keira berkerut, assassin? Menyewa? Maksudnya dia menyewa pembunuh bayaran? Hei yang masuk akal aja! Keira mana mungkin akan menyewa assassin.. tapi tunggu, ini Keira yang mana?, otak Keira berputar cepat dan menyimpulkan kalau itu adalah alur novel, jadi begitu itu alur yang membuat Keira di tahan dan mungkin ia akan merasakannya langsung jika benar benar menyewa assassin untuk membunuh laudya.

Keira kembali memutar bola matanya, saat kata 'bodoh' terngiang di otak nya, ia juga tahu kalau dirinya ini tidak bodoh, tapi bukan itu intinya, sebelum membuat rencana bukannya harus memikirkan apa keuntungan dan resikonya?! lantas kenapa sahabatnya ini bodoh sekali, tidak tahu kah kalau kerugian dari rencananya itu sangat besar terutama untuk keamanan nyawa Keira sendiri."Justru karena gw bukan orang bodoh gw gak mau, Lo kira kalau gw gak nyewa assassin, Theo gak bakal nangkap gw?."Serunya memperjelas ucapannya agar Zea segera paham akan maksudnya.

"Zea ... Lo juga bukan orang bodoh, Theo gak bakal ngelepasin gw setelah gw ganggu laudya habis habisan, yang ada dia bakal gunain kekuasaan putra mahkota itu buat nyari gw sebagai buronan,"lanjutnya panjang lebar, Keira menarik nafas dalam dalam di akhir ucapannya karena ini pertama kalinya ia berbicara panjang lebar setelah 3 tahun.

Selama sepersekian detik Zea melongo menatap Keira, ia sungguh takjub sekaligus bangga mendengar sahabatnya itu akhirnya mau terus terang dan berbicara panjang lebar padanya, yah walaupun bukan di situasi seperti ini yang di harapkan Zea.

"Keira Lo cerdik Lo bisa-,"

"Setelah Theo di angkat jadi putra mahkota, gw kabur,"Potong Keira

"GAK BISA!! LO-,"

"BACOT!! LAMA LAMA LO MIRIP JALANG ITU ANJING!!,"Teriak Keira dengan amarah yang menggebu gebu, ia paling benci ini, sungguh, ia paling benci di atur, sedari tadi Zea terus berbicara dan menyusun rencana tanpa mendengar pendapatnya persis seperti 'jalang itu',jalang yang merebut posisi nyonya Ardel , posisi yang seharusnya menjadi milik ibunya, istri sah dari pemilik perusahaan Ardel saat ini.

Zea menatap nanar Keira dengan mulut melongo, ia bisa melihat dengan jelas urat urat leher yang tercetak jelas dan memaksa keluar dari tempatnya, bahayaaaaaa! ini bahaya! Jika Keira sudah marah apa lagi mengumpat seperti ini lebih baik diam seperti udara saja.

"Keira...,"

"UDAHLAH!,"Teriak Keira dengan memijat pelipisnya nya, Keira menghela nafas panjang merutuki dirinya yang tanpa pikir panjang malah berteriak, "... Apa yang harus gw lakuin,"Ucapannya dengan suara rendah, Keira menutup mulutnya dengan telapak tangan, berusaha mengontrol emosinya yang akan lepas kendali jika di biarkan, biasanya emosinya akan mereda kalau ia membekap mulutnya.

Kedua tangan Zea saling bertautan ia bingung harus menjelaskan alur novelnya seperti apa lagi, Karna ini... Mungkin akan gagal jika sikap kutub keira tak di hilangkan, netra Keira menangkap gelagat Zea yang tak seperti biasanya tanpa sadar satu alisnya terangkat satu, kebiasaan lamanya yang kembali muncul setelah terpaksa dikubur.

The Antagonist Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang