Bab 44

23.6K 610 31
                                    

"Akhirnya anak kita lahir," ucap Aleesha dengan nafas tersengal.

Senyumnya merekah kala melihat bayi merah dengan tangisan yang nyaring. Rasa sakit saat melahirkan tiba-tiba saja memudar, seiring dengan perasaan bahagia yang ia rasakan saat ini. Akhirnya buah hatinya dan kecintaannya lahir dengan selamat.

Kawindra terdiam, ia masih menelisik wajah sang istri yang bergumul peluh. "Saya tidak ingin memiliki anak lagi," gumamnya.

Senyuman Aleesha langsung lenyap seketika, alih-alih mengatakan terima kasih padanya, sang suami malah berkata demikian. Pria itu tampak tak senang saat malaikat kecil itu kini berada di samping tubuhnya.

Wanita itu mengusir sang suami. "Mas sama deh! Aku males banget lihat wajah Mas."

"Ayahnya boleh gendong," kata sang dokter.

Kawindra lantas pergi dari ruangan tersebut. Menemui sahabatnya yang sejak tadi berada di ruang tunggu dengan sahabat Aleesha itu. Wajah Narenda dan juga Zalina harap-harap cemas saat melihat Kawindra yang nampak tak senang.

Mereka pikir, pasti sesuatu terjadi dengan Aleesha. Tapi Zalina yang tak begitu dekat dengan bosnya itu hanya bisa diam sembari melirik pria yang lebih tua darinya dengan takut-takut.

Sedangkan Narendra yang cepat membaca situasi langsung menyuruh Kawindra duduk di sampingnya. "Minum dulu, bos. Gue dulu waktu bini lahiran juga cemas gini. Tapi tidak masalah, kita do'akan sama-sama kalau Ale bisa melewati proses persalinan dengan lancar."

Kawindra menegak minuman pemberian sang sahabat hingga habis. Lalu melempar botol itu di wajah Narendra. Ia mendengus kasar. "Istri saya tidak apa-apa dan anak saya lahir dengan selamat. Tapi ada masalah."

"Bagus kalau begitu. Kenapa tidak senang dulu karena Ale tidak apa-apa dan anak Lo selamat? Dasar! Selalu tidak tahu cara berterima kasih pada Tuhan. Diambil nikmat yang Tuhan kasih, baru tahu rasa!" Gerutu Narendra.

Memang Kawindra adalah manusia yang tak tahu cara bersyukur. Telah diberi istri yang cantik dan sangat muda, ditambah dengan anak lucu yang sehat tapi tetap saja tak ada kata syukur yang keluar dari bibir tebal pria itu. Pria itu belum merasakan ditinggal sang istri sih! Sepertinya yang benar-benar merasa kehilangan.

Zalina menggeser duduknya saat Narendra semakin terasa dekat dengannya. Bukan apa-apa, hanya saja tak baik untuk jantung gadis itu. Menghirup aroma parfum serta keringat yang khas dari Narendra hanya akan membuat ledakan di jantungnya semakin menjadi-jadi. Ia tak sanggup diterpa pesona duda yang luar biasa!

"Masalahnya anak saya laki-laki!"

"Loh, kan bagus buat penerus. Semua orang pasti pengen banget punya anak laki buat penerus tahta. Lo kok malah begini?" Tanya Narendra keheranan.

Zalina juga ikut mengerutkan keningnya. Merasa heran dengan tingkah aneh dari bosnya itu. Atau mungkin Kawindra tak ingin kalau anak Aleesha yang akan mewarisi kekayaannya kelak? Lantas, untuk apa pria itu menikahi Aleesha dan memiliki anak!

Kawindra mengusap wajahnya dengan kasar. "Saya tidak bisa membiarkan laki-laki lain ikut merasakan kehangatan istri saya. Saya tidak mau, walau dia darah daging saya sendiri. Tak ada yang boleh mencuri perhatian Aleesha selain saya!"

Tawa Zalina dan Narenda langsung menggema, merasa lucu dengan alasan konyol dari Kawindra. Bagaimana bisa seorang pria merasa cemburu dengan anak sendiri? Sebenarnya pria itu benar-benar pria dewasa atau anak kecil yang terjebak dalam tubuh pria dewasa?

Lagipula sejak kapan Kawindra tampak seperti kanak-kanak? Ini aneh! Narendra benar-benar tak habis pikir dengan tingkah sahabatnya itu.

Ia segera mengalungkan leher Kawindra dengan lengannya. "Serius Lo cemburu sama anak Lo? Sadar, woy! Posisi anak sama suami jiga beda. Ada batasan yang tidak bisa dilalui oleh anak. Kok Lo masih mikir hal aneh ini dalam otak kecil Lo itu?! Gue pikir Lo bisa berpikir jernih. Ternyata cemen banget! Lebih kekanakan dari Sean! Kacau!"

"Lo tidak akan ngerti rasanya! Sejak awal gua tidak mau kalau anak itu laki-laki."

Mana tadi nyusunya kuat banget!

Ledekan dari Narendra juga tak membuat Kawindra sadar. Dalam pikirannya saat ini hanya ingin membuat sang istri agar tak terlalu mencurahkan perhatiannya pada anak mereka. Memang terdengar gila, tapi Kawindra benar-benar tak bisa berbagi.

Mungkin ini yang disebut karma dari niat jeleknya dulu. Kini ia malah tergila-gila pada Aleesha. Tak ingin membiarkan hal yang telah jadi miliknya malah dimiliki oleh orang lain juga.

"Lo gak niat mau lihat anak Lo dan gendong? Kalau gitu gue aja!" Narendra kini beralih pada Zalina. "Yuk, Lin! Lihat anaknya Ale. Sean pasti senang banget karena adiknya udah berojol."

Zalina tersenyum saat Narendra mengajaknya. Momentum Aleesha lahiran malah mendekatkan dirinya dengan Narendra. Kalau begini terus, Zalim berharap Aleesha akan hamil setiap tahunnya. Agar kedekatannya dengan Narendra membuahkan hasil!

"Kan bukam adiknya Sean, Pak."

"Anggap saja begitu. Sean lagi pengen banget punya adik soalnya. Saya bingung," ujar Narendra.

"Kenapa bingung, Pak?" Tanya Zalina pura-pura polos.

Ya bingung lah! Karena Narendra tak memiliki istri. Mana bisa seorang anak bisa lahir tanpa adanya pasangan kan? Kalau Narendra bingung, itu artinya pria itu sedang tak memiliki pasangan. Dan ini merupakan kesempatan bagus bagi Zalina untuk mempromosikan dirinya.

Tak apalah mempromosikan diri sendiri, kalau spek idaman seperti Narendra, Zalina rela lahir batin. Kapan lagi ia bisa mendapatkan suami spek Harvey Moeis yang merupakan suami dari artis Sandra Dewi. Penyayang, tampan dan memiliki banyak uang.

Narendra menggelengkan kepalanya, ia memijit kecil pelipisnya. "Bagaimana tidak? Mau buat sama siapa saya adiknya Sean?"

"Memangnya bapak tidak memiliki pasangan? Yang sedang dekat gitu?"

"Menurut kamu?"

Zalina mengendikkan bahunya. "Saya tidak tahu. Kata Ale, bapak sulit buat move on sih."

"Mungkin karena saya belum mau mencoba saja. Move on juga bukan hal yang mudah kan?"

Mereka berdiri tepat di ruangan tempat Aleesha dirawat. Kini wanita itu telah dipindahkan di ruang rawat inap. Tak langsung masuk, Zalina memegang bahu Narendra bermaksud mencegah pria itu untuk masuk.

Sontak membuat Narendra mengerutkan keningnya. "Ada apa?"

"Pak Naren pasti bisa mencobanya. Kalau bukan dimulai dari sekarang, memangnya kapan lagi bapak mau coba? Hidup bakal terus berjalan, setiap tahunnya Sean juga akan semakin berkembang. Suatu saat dia pasti ingin merasakan kasih sayang seorang ibu. Antara ibu dan ayah itu berbeda loh, Pak."

"Memangnya kamu tau apa tentang hal itu?"

Zalina tersenyum. "Saya memang tak tahu apa-apa mengenai Sean. Tapi seperti pengalaman masa lalu saya, sampai kini bahkan perasaan hampa itu ada. Saya tidak bisa mendapatkan kasih sayang utuh hanya ketidak hadiran sosok-"

"Jangan sok tahu. Saya bisa memberi kasih sayang utuh. Lagipula saat ini Sean bahagia saja, ia tidak kekurangan apapun."

Hati Zalina mencelos, ia memang sok tahu dan anggap saja begitu. Tapi mendengar hal itu dari orang yang ia suka rasanya cukup menyakitkan. Atau memang mungkin Zalina berpikir terlalu jauh? Padahal ia dan Narendra belum begitu sangat dekat. Walau sudah cukup sering bertemu dan mengobrol ringan.

Maaaaf banget kalau baru update. Terakhir update itu bulan Maret hahah. Udah lama banget dan pasti pembaca pada hilang dan pada lupa sama ceritanya. Ngumpulin mood buat nulis lagi...

Dan juga maaf kalau banyak typo, perlahan kalau senggang nanti aku benerin semua part-nya yang aneh.

Duhhhhh.... Maaf banget yaaaa

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang