Bab 52

17.1K 523 22
                                    

"Pa?"

"Papa ganggu ya?"

Prasojo melirik besannya yang berdiri jauh membelakangi, pria itu tampak canggung. Apalagi saat sang menantu secara terang-terangan menolak kehadirannya.

Ia memberikan beberapa bingkisan yang ia bawa untuk sang putri. "Papa dari Singapura, ingat sama kamu dan beli ini. Ada buat Barak juga di dalam, sama suami kamu." Pria itu mengusap kepala sang putri. "Kalau begitu, Papa permisi dulu ya? Maaf ya."

Aleesha menghela nafas panjang, wanita itu menarik lengan sang ayah. Membawa pria itu duduk di sofa ruang tamu. Ia memanggil asisten rumah tangganya agar membawa minum dan cemilan. "Sebentar ya, Pa? Aku ngomong sama Mas dulu."

Mata Kawindra melotot, jelas tak suka dengan aksi sang istri. Ia berdecak kesal. "Kenapa dibawa masuk? Kan ada Papa."

"Kayaknya kita harus lurusin masalah ini deh, Mas. Kalau sampai Barak besar begini terus, aku khawatir malah memicu konflik yang lebih besar. Lagian aku gak mungkin terang-terangan ngusir Papa dari sini kan? Padahal beliau cuma niat mau kasih oleh-oleh dan ketemu cucunya."

Kawindra terdiam, menimbang usulan sang istri yang tak sesuai dengannya. Tapi ada benarnya, semakin lama putranya akan semakin besar. Ia tak ingin menempatkan Barak pada situasi canggung antar dua keluarga. Pun hal ini pasti akan membuat Aleesha tak merasa tenang.

Ya, kalau dirinya hidup sampai Barak dewasa. Tapi kalau-kalau sesuatu buruk terjadi padanya? Bagaimana nasib anak itu kelak?

"Mas bicara sama Papa dulu. Kamu bicara dengan ayahmu."

Setelah sang suami setuju dan mengajak Papa mertuanya diskusi, ia pun menghampiri ayahnya yang tengah menunggu di ruang tamu.

Wanita itu tersenyum tipis. "Aku sengaja ngundang Papa mertua buat makan malam di rumah. Beliau waktu itu ketemu Barak sekali dan responnya bagus banget. Makanya aku sengaja ajak beliau biar bonding antara Papa mertua, Mas Kawindra dan Barak semakin erat."

"Papa ngerti." Prasojo tampak gelisah. "Papa permisi dulu kalau begitu. Lain kali, Papa akan sempatin buat ke sini lagi dan mengabari kamu."

"Bukan. Aku gak nyuruh Papa buat pergi," tekan Aleesha.

Pun sebenarnya hubungan antara mereka juga cukup canggung. Prasojo yang tak ingin mengganggu rumah tangga putrinya dan Aleesha yang tak ingin membuat sang suami murka.

Tapi rasanya tak mungkin mereka akan berada dalam situasi canggung yang berkepanjangan.

Prasojo menaikkan sebelah alisnya, jelas ia tengah menunggu penjelasan dari sang putri yang tampak ambigu. "Lalu?"

"Ikut makan malam sama kami," ucap Aleesha dengan lembut. Ia menatap sang ayah. "Bukan sebagai musuh, tapi sebagai ayahku dan kakek dari Barak."

"Dia tak akan mau."

"Mas Kawindra akan mencoba. Papa memangnya mau berapa lama hidup dalam kesalahpahaman? Bukankah dulu kalian dekat?"

Mulut Prasojo membungkam, tak ingin menyangkal ucapan sang putri. Karena kini ia tengah berada dalam dilema. Jelas Kawindra dan keluarganya tak akan suka pada kehadirannya. Ia takut hal ini malah memicu pertengkaran antar suami istri tersebut.

Tapi Kawindra lebih dulu datang menghampiri mereka. Dengan wajah datar, pria itu melirik Prasojo. "Papa mau."

"Yuk," ajak Aleesha.

Mereka menuju ruang makan, Barak telah duduk di samping kakeknya dengan baby chair. Bocah itu sibuk berceloteh dan memamerkan hasil masakan sang ibu yang unik.

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang