Part 31

26.8K 1.1K 61
                                    

"Sialan! Cepat lacak keberadaan nomor ini. Saya mau minta informasi mengenai detail dari nomor ini. Jangan ada satu pun informasi yang tertinggal, saya minta malam ini sudah ada," kata Kawindra.

Ia tak peduli jika mereka sedang kelelahan atau lainnya, yang terpenting Kawindra telah membayar dan menyewa mereka. Dari kemarin, Kawindra tak ingin lalai jika tiba-tiba nomor ponsel sang istri aktif atau bisa terlacak keberadaannya. Maka, ia tetap menyewa tim.

Meski orang-orang mengatakan banyak jika harapan untuk hidup terlalu minim, tapi bagi Kawindra istrinya masih tetap hidup dan harus hidup bagaimana pun caranya. Ia tak peduli, istrinya tak boleh meninggalkannya begitu saja.

Lelaki itu menghempaskan tubuhnya ke ranjang tidur. Rumah terasa hampa sejak kepergian sang istri. "Kamu kemana sih, sayang. Seharusnya kita bicarakan ini, kamu tidak boleh pergi kemana-mana tanpa seizin saya. Tapi, kamu melanggar perintah saya. Rasanya, saya mau marah pada diri sendiri karena tidak bisa mengontrol emosi saat itu. Ternyata tak ada kamu di sisi saya, membuat saya merasa tak hidup," ucap Kawindra.

Jika biasanya sang istri yang akan mengurus tatanan rambutnya, mencukur jambangnya agar tak terlihat. Kata Aleesha, ia geli saat dicium oleh sang suami saat Kawindra memiliki jambang. Terkadang, Aleesha juga membantu Kawindra mencukur area pribadi. Tapi, tentu itu keinginan dari Kawindra sendiri.

Istrinya juga harus menahan malu, tapi karena Kawindra tak memilikialu sama sekali. Hal itu, akhirnya dianggap biasa oleh Aleesha. Meski terkadang wanita itu akan tertawa jika melakukan kegiatan tersebut.

Tok..tok..

"Masuk!"

Mbok Mirna menghampiri Kawindra, wanita paruh baya itu membawa nampan berisi makan steak daging untuk Kawindra. Ia menyimpan nampannya di atas meja dekat sudut kamar.

"Eh-m. Den, maaf ini Mbok bawain makan. Jangan lupa dimakan, biar ada tenaganya. Kalo Neng Aleesha ada di sini pasti marah. Mbok pergi dulu," kata Mbok Mirna.

Lelaki itu hanya mengangguk, ia tak menoleh pada Mbok Mirna. Perasaan kesalnya masih ada sampai sekarang pada Mbok Mirna karena wanita itu membiarkan sang istri pergi tanpa sepengetahuan dirinya. Padahal, ia sudah mewanti-wanti Mbok Mirna agar menjaga sang istri.

Kawindra terduduk, ia melirik nampan yang berada di atas meja. "Saya lagi tidak ingin makan. Kenapa semua orang mendadak perhatian, seolah-olah saya orang yang pesakitan," gumamnya.

Ia sama sekali tak ingin makan, terakhir makan kemarin siang. Kawindra sama sekali tak tertarik pada makanan untuk saat ini, jika nanti sang istri kembali padanya. Ia ingin sang istri membayar penderitaannya.

Tangan pria itu mengambil baju sang istri yang berada di sampingnya, setiap kali ia sulit tidur. Kawindra akan memeluk baju itu. "Kamu harus bayar ini semua. Kenapa kamu bisa membuat hidup saya berantakan? Kenapa tanpa kamu saya jadi seperti tidak waras? Sialan! Balas dendam apa, jika pada akhirnya saya bisa mencintai kamu setengah mati," gumam Kawindra.

Rencana yang ingin ia lakukan semua berakhir sia-sia, jika kehilangan sang istri nyatanya sesakit ini. Sepertinya, Kawindra akan mencoba menghapus dendamnya. Tapi, bukan berarti ia tak akan balas dendam.

Jika saja, saat itu ia jujur pada Aleesha. Akankah pada akhirnya Aleesha bisa berpihak padanya? Atau, Aleesha malah jadi membencinya?

"Kamu berhasil memporak-porandakan hidup saya. Kamu harus membayar ini semua," kata Kawindra.

Semoga kali ini Tuhan berpihak padanya, meski ia jarang sekali mengingat Tuhan jika dalam keadaan normal. Tapi, Kawindra ingin Tuhan mendengarkan keinginannya kali ini. Semoga ia diberi kesempatan untuk kembali bertemu dengan Aleesha.

"Tunggu saya. Saya akan menjemput kamu."

_______

"Katanya kamu tadi pinjam ponsel orang, apakah kamu ingin menghubungi Kawindra?" tanya Prasojo.

Aleesha mengendikkan bahunya, ia sedang tak ingin berbicara dengan pria tua itu. Kesal sekali rasanya, Prasojo seolah-olah sengaja menjauhkannya dari sang suami. Semua akses ditutup oleh lelaki tua itu!

Prasojo mendekat pada putrinya, pria itu duduk di samping Aleesha. "Kamu marah sama papa? Papa sudah mengatakan jika ini demi kebaikan kamu, Kawindra tak sebaik apa yang kamu pikirkan. Jangan terlalu percaya pada sikapnya."

Alih-alih mendengarkan ayah biologisnya berbicara, Aleesha menutup kedua kupingnya. Wanita itu memejamkanata sembari menggeleng, ia tak ingin mendengarkan penuturan dari Prasojo. Apa pun yang dikatakan oleh Prasojo, tak akan berpengaruh apa-apa pada Aleesha.

Baginya, meski Kawindra terkadang terlihat kasar dan ketus. Tapi, lelaki itu begitu baik padanya. Kawindra selalu menuruti keinginannya, meski lebih sering Aleesha yang menuruti keinginan Kawindra.

"Sha. Tolong dengarkan papa bicara, ini semua demi kebaikan kamu. Jangan terlalu percaya padanya, lihat?! Sampai sekarang saja, dia sama sekali tidak mencari kamu. Seharusnya, dia dapat dengan mudah mencari kamu," kata Prasojo.

Aleesha menoleh. "Bisa tidak? Jangan menjelek-jelekkan suami saya di depan bayi saya? Anda selalu mengatakan kebaikan dan kebaikan. Stop lying! Saya tidak ingin mendengarkan lebih banyak omong kosong itu. Sebelum anda menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, apa alasan anda tidak menyukai suami saya? Karena saingan bisnis? Jangan terlalu kenakak-kanakan. Anda sudah tua, tidak seharusnya bersikap begini," tukasnya.

Ia beranjak dari duduknya, sembari memegang perut. Tiba-tiba perutnya terasa kembali keram, meski biasanya memang beberapa kali sempat terasa keram. Tapi, kali ini rasanya begitu sakit sampai ia meringis kesakitan.

"Nak, kita ke rumah sakit?!" ucap Prasojo.

Aleesha hanya diam, rasanya ia tak sanggup lagi untuk membalas ucapan dari ayahnya. Ia terlena dengan rasa sakit yang amat sangat, tak lama ia juga merasa ada sesuatu yang mengalir dari pahanya.

Prasojo dengan cepat membawa Aleesha dalam gendongannya. Dengan tergesa-gesa, ia membawa Aleesha.

"Tolong jangan menutup mata. Kamu boleh marah sama papa, tapi jangan seperti ini caranya. Tolong tetap sadar," ucap Prasojo.

Perlahan mata Aleesha tertutup.

"Kita ke rumah sakit terdekat sekarang, anak saya pendarahan," kata Prasojo pada pengawalnya.

Mereka langsung mengangguk, tapi saat Prasjo inginwmbula pintu mobil. Seseorang menahan pintunya terlebih dahulu.

"Tunggu! Saya ikut!"

Dengan rasa panik berlebihan, tak lagi dapat membuat Prasojo untuk berpikir waras. Ia hanya mengangguk dan membolehkan orang tersebut untuk ikut serta dengannya.

Lalu, mobil melaju membelah jalanan.

Lelaki itu melihat wajah Aleesha yang tampak pucat pasi, lalu dengan sengaja ia menggenggam tangan Aleesha yang begitu dingin.

"Kita harus segera sampai, sepertinya kondisinya begitu memprihatinkan," ucap lelaki itu.

Prasojo menoleh pada lelaki yang berada di sampingnya, lalu ia baru menyadari bahwa lelaki asing itu ikut masuk ke mobilnya.

"Kamu siapa?" tanya Prasojo.

"Saya Brata. Tenang, saya dokter."

Maaap banget lama, kemarin ngejar bonus di pf lain. Dan udah mulai kerja di dunia nyata, jadinya agak sibukan. Ini ngetik dalam keadaan ngantuk berat 🙃 hehe

Selamat membaca ya, semoga suka..

Bahagia selalu dan sehat selalu, jangan lupa tekan ⭐

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang