Prolog

83 7 1
                                    

Embusan debu yang beterbangan akibat gesekan sapu dan lantai di ruang kelas memenuhi ruangan. Akhirnya, setelah satu bulan penuh libur akhir tahun, sekolah kembali dibuka. Auristella datang pagi-pagi buta untuk membersihkan kelas, atas kemauannya sendiri.

Bersenandung, ia menyapu ruangan dengan semangat memikirkan wishlist yang akan ia buat di acara perayaan tahun baru nanti. Mengingat 99 list yang ia buat di tahun ini sukses besar, ia berencana menambah 50 list dengan tidak menyertakan 'bertambah tinggi'. Memikirkan tinggi badan yang tidak naik, Auri menjadi tidak bersemangat.

Dulu, bertambah tinggi adalah wishlist nomor satu yang harus ia capai, karena di kelas ini hanya dia yang bertubuh pendek, hanya 148 cm. Sedangkan di kelas ini rata-rata memiliki tinggi badan 160 cm.

Sibuk memikirkan wishlist, tak terasa kini ruangan kelas telah bersih, tinggal menuangkan isi pikirannya ke dalam notebook yang selalu dibawanya ke mana-mana.

Lagu Loneliness milik penyanyi tunanetra yang tengah booming di Negeri Paman Sam mengalun indah melalui earphone yang tersumbat di telinga. Satu putaran lagu penuh, Auri hampir membuat separuh wishlist untuk tahun depan, dimulai dari snorkeling, hal yang sering dilakukan oleh ayahnya.

Karena pegal, gadis berkepang dua itu meregangkan otot. Mengedarkan pandangan di seluruh ruangan, Atensinya terkunci pada sebuah buku, di laci meja depannya. Auri penasaran sehingga mengambil buku itu, meletakkannya di sebelah notebook miliknya.

Buku tulis sains yang ia yakini milik Anggara——kekasihnya. Auri membuka halaman demi halaman. Ia terkikik geli ketika membaca tulisan laki-laki cuek yang jauh dari kata rapi. Beberapa kata juga disingkat. Tidak ada yang aneh, sebelum ia terpesona pada lukisan berteknik arsir. Bibir Auri tersungging. Lukisan itu sangat indah, menggambarkan seorang laki-laki yang sedang menatap indahnya matahari terbenam di tepi pantai.

Lukisan realistis menyiratkan keputusasaan dan kesedihan yang mendalam. Suram, seperti lukisan itu yang tiada warna.

"Dia sangat berbakat dalam hal ini," gumam Auri hendak menyobek gambar itu dan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Kapan lagi bisa menyimpan lukisan buatan Anggara jika laki-laki itu saja pelit, pikirnya.

Setelah menyobek dengan rapi, gadis itu mengembalikan buku sains itu ke tempat semula. Dipandanginya lamat-lamat karya itu sekali lagi. Auri menemukan sebuah tulisan berukuran sangat kecil, nyaris tak terlihat karena tertutup arsiran ombak yang cukup tebal.

"Aku ingin hidup bahagia," gumam Auri dengan kening berkerut. Dua tahun berada di kelas yang sama, Auri tidak pernah tahu bagaimana kehidupan Anggara. Selain karena dingin dan cuek, laki-laki itu cenderung menutup diri dari orang-orang di sekitarnya.

Dipandanginya lagi wishlist miliknya dengan tatapan kosong. Banyak wishlist yang berhasil ia wujudkan. Tanpa ragu, Auri menghapus semua wishlist yang susah payah ia tulis dan menggantinya dengan satu kalimat yang sederhana. Namun, Auri tidak pernah tahu jika wishlist-nya kali ini tidak akan pernah terwujud. Auri terlalu percaya diri, tanpa memikirkan kemungkinan yang terjadi.

'Tuhan, izinkan Anggara hidup bahagia'

Auristella's Wish [ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang