Hari-hari berikutnya berjalan sama. Anggara yang masih dengan sikap cueknya, serta Auri yang berusaha mendekati cowok itu. Hari-hari ia habiskan hanya untuk menempel pada Anggara, mempertanyakan sesuatu yang tidak penting, meskipun laki-laki itu hanya diam seribu bahasa. Anggara lebih dingin dari sebelumnya.
Video praktikum mereka pun selesai di hari itu, entah bagaimana Anggara yang dalam keadaan sakit itu bisa mengedit video yang biasanya Auri kerjakan selama tiga hari. Auri berpikir, jika laki-laki itu lembur semelaman penuh, terbukti dengan lingkaran hitam yang terbentuk di bawah matanya.
Rasa bersalah mulai menyerang hatinya ketika mengingat bahwa di hari itu Auri sama sekali tidak serius dalam mengerjakan praktikum. Gadis itu cenderung merecoki Anggara. Namun, dengan santainya ia malah bertanya sesuatu yang mungkin bersifat privasi. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Auri merasa menjadi orang yang tidak tahu diri.
Anggara mungkin merasa risi jika ia menempelinya, tapi hanya itu satu-satunya cara agar ia bisa dekat dengan Anggara. Auri hanya ingin berteman, itu saja. Tidak ada niat untuk mencampuri urusan pribadi laki-laki dingin itu, meskipun dalam lubuk hatinya yang paling dalam Auri penasaran.
Padahal jika ingin tahu, Auri hanya tinggal bertanya dengan Tante Fara. Wanita itu pasti tahu banyak tentang Anggara. Namun, hati kecilnya memilih untuk mengetahui dari sisi Anggara. Karena ia tidak yakin dengan tetangganya itu. Meskipun Aunty Fara adalah orang yang baik, Sepertinya wanita itu tidak terlalu suka dekat dengan Anggara, entah apa sebabnya.
"Auri, kamu ngelamunin apa?" tanya Melody membuatnya tersentak. Ia tersenyum kepada gadis rambut sebahu itu dan menggeleng.
"Beneran videonya udah jadi?" Auri mengangguk mantap. Ia melihat sendiri video itu dari awal sampai akhir. Video praktikum paling keren yang pernah ia lihat.
"Serius 'kan kamu udah lihat dari awal sampai akhir?" Kerutan terbentuk di dahi Auri. Gadis itu merasa Melody terlalu khawatir jika Anggara hanya main-main melakukannya. Padahal, praktikum itu Anggara yang membuatnya. Ingin berkata jujur, tapi ia tidak mau membuat laporan. Auri malas untuk menyusun kata pengantar, daftar isi, juga rumusan masalah.
"Kamu kenapa, sih, Mel?
Melody memilin ujung jarinya, " Aku ragu."
Auri menghela napas kasar. Apa yang diragukan dari Anggara? Jelas-jelas cowok itu yang melakukan praktikum, dan tidak ada satu pun kesalahan yang ia buat. Dari mana Auri tahu? Karena gadis itu sendiri yang mengawasi Anggara.
"Kamu tahu sendiri 'kan gimana Anggara selama ini. Dua tahun kita satu kelas, tapi aku nggak pernah lihat dia kerjain tugas rumah. Kalaupun ngerjain, Anggara cuma modal nyolong di google, 'kan?"
"Kamu takut dia nyuri karya orang lain?" Tebakan Auri dari awal benar. Melody meragukan Anggara. Padahal, memang benar Anggara yang mengerjakan praktikum itu, dan Auri mengawasinya sejak awal.
"Nggak akan, karena aku sendiri yang ngerjain bareng dia." Setelah itu, percakapan mereka terhenti karena guru sudah memasuki kelas. Auri menghela napas berat saat melihat Anggara menelungkupkan kepala di atas meja, dengan menjadikan kedua lengan sebagai bantalan.
Rutinitas Anggara yang susah dihilangkan, berbagai macam hukuman diterima oleh cowok itu, tetapi tak satu kali pun ia merubah kebiasaannya.
♛♛♛
Bel istirahat berbunyi, membuat siswa memekik kegirangan. Beberapa langsung berhambur keluar kelas, termasuk Melody. Awalnya gadis itu mengajaknya untuk pergi ke kantin, tetapi Auri menolak dengan dalih sudah membawa bekal dari rumah.
Hanya ada dia dan Anggara di kelas itu. Auri berjalan mendekati Anggara membawa kotak bekal di tangannya. Gadis itu mendudukkan diri di samping cowok yang tengah menyumpal kedua telinga menggunakan earphone, seolah tak terusik oleh kehadiran Auri.
"Hai, makan, yuk!" ajaknya menyerahkan sekotak sandwich di hadapan Anggara. Cowok itu tersentak. Ia mengambil sandwich itu dan memakannya perlahan. Auri tersenyum, karena beberapa hari ini ia membawa nasi goreng dan bekal nasi, cowok itu tidak pernah memakannya. Sepertinya, besok Auri akan meminta Starla membawakannya sandwich saja.
"Terima kasih," ucapnya datar setelah berhasil menelan suapan terkahir. Auri membalas tatapan Anggara dengan senyum lebar. Gadis itu lagi-lagi terpaku pada tatapan Anggara yang dalam, seolah memandangnya penuh kehangatan.
Tatapan itu seolah menarik separuh jiwa Auri. Pandangan gadis itu terjatuh pada bibir Anggara yang seksi, salah satu aset ketampanan Anggara yang sejak awal menyita perhatiannya. Auri menginginkannya. Biarlah ia dicap sebagai gadis yang tidak tahu diri karena menyosor laki-laki.
Perlahan namun pasti, Auri mulai mendekatkan wajahnya ke arah Anggara. Seolah tertarik oleh magnet, jarak wajah mereka tinggal beberapa senti saja, nyaris bibir mereka bersentuhan. Jantung Auri berdegup kencang, apa yang akan terjadi setelahnya jika ciuman pertama mereka saling menuntut satu sama lain. Apakah sikap Anggara menjadi lebih hangat, atau justru lebih parah dari sebelumnya, Auri tidak bisa menduganya.
Saat bibir mereka nyaris bersentuhan, Anggara memalingkan wajahnya yang memerah. Auri mendesah kecewa. Anggara tidak seperti yang ia bayangkan. Cowok itu sama sekali tidak menghargainya.
Perasaan Auri hancur ketika Anggara mengambil langkah seribu meninggalkan kelas dengan telapak tangan mengepal. Anggara sangat susah untuk digapai, dan Auri harus sadar diri mulai sekarang, karena terang-terangan cowok itu tidak menginginkan kehadirannya. Auri merasa usahanya selama ini untuk mendekati Anggara gagal. Ya, Auri akan menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Auristella's Wish [ TAMAT]
Ficção Adolescente🥉Juara 3 Event Menulis Novellet 30 Hari with Bougenvillea publisher cabang Bekasi Auristella Danuarta, memiliki seratus keinginan yang ia tuangkan dalam 'whistlist' dan ia tempel di dinding-dinding kamar. Gadis penuh ambisi itu selalu memiliki sera...