21. Anggara Menghilang (Lagi)

14 6 1
                                    

Sekolah akan dimulai lagi esok hari, jadi pagi ini Auri akan mempersiapkan perlengkapan sekolahnya, mulai dari buku, alat tulis, tas dan seragam. Gadis itu menulis ulang jadwal pelajaran yang nantinya akan ia tempel di dinding dekat meja belajar. Agar terlihat cantik, Auri membuat jadwal menggunakan kertas warna cream dan bunga kering sebagai hiasannya.

Saat sedang asyik menulis indah, nada dering di telepon membuat atensinya teralih. Tangan gadis itu terulur mengambil benda persegi itu dan meletakannya di antara daun telinga dan pundak dengan posisi kepala miring.

[Halo, kenapa, Mel?] tanyanya kembali meneruskan tulisannya yang belum rampung.

[Kamu pacaran sama Anggara?] Auri terkekeh. Ia kira Melody akan menanyakan tugas membuat mading yang harus dikumpulkan esok, ternyata tentang hubungannya dengan Anggara.

[Sejak kapan? Kenapa nggak cerita?] Melody di seberang sana misuh-misuh. Rahasia sebesar itu Auri simpan darinya. Padahal, dulu Auri sendiri yang mengatakan kalau tidak ada rahasia di antara mereka.

[Sorry, aku lupa.] Melody berdecih. Gampang sekali gadis itu melupakannya. Andai pagi ini ia tidak melihat postingan gadis itu, Melody tidak akan pernah tahu jika mereka telah menjalin hubungan. Auri memposting foto saat mereka di pantai dan saat di alun-alun kota semalam. Meskipun dalam foto tak terlihat wajah mereka, tapi dari postur tubuhnya Meldoy yakin kalau itu adalah Anggara.

[Maaf, deh, Mel. Besok aku traktir.]

[Kenapa nggak sekarang aja?] Auri terkekeh mendengar jawaban semangat Melody. Gadis itu suka sekali makan, apalagi geratisan. Tetapi, gadis itu menolak untuk mentraktir Melody hari ini, karena nanti sore ia telah memiliki janji dengan Anggara. Mereka akan menonton film bersama untuk mewujudkan salah satu wishlist Auri.

Setelah memutuskan panggilan, Auri mengirim pesan kepada Anggara, memastikan jadi atau tidaknya rencana mereka nanti. Pandangan Auri tak lepas dari layar ponsel, menunggu balasan dari sang empu. Auri mencebik kala pesannya hanya dibaca, tak kunjung dibalas. Karena tidak sabar, Auri menelepon Anggara. Panggilan pertama dan kedua, tidak dijawab dan panggilan ketiga ditolak.

Hendak menelepon kembali, tiba-tiba Anggara mengirimkan pesan padanya, 'Maaf, lagi buang hajat'. Auri menggelengkan kepalanya. Jadi, ke WC pun Anggara membawa ponsel.

Tidak hanya itu, Anggara mengirimkan foto berisi dua tiket bioskop film action yang akan tayang pukul tujuh nanti. Anggara menyuruh sang kekasih untuk langsung menuju ke tempat tujuan, tidak usah menunggunya.

Di lain tempat, laki-laki yang katanya sedang buang hajat itu tengah merintih kesakitan. Tubuhnya melemah dengan keringat yang mengucur membasahi tubuhnya. Laki-laki itu terseok menuju nakas untuk mengambil beberapa obat-obatan di sana.

Setelah berhasil menemukan obat itu, Anggara langsung menelannya. Meskipun bukan obat untuk menyembuhkan, tetapi obat itu cukup ampuh untuk mengurangi rasa sakitnya. Hanya saja, obat itu memiliki efek samping, yaitu ketergantungan karena yang Anggara konsumsi berdosis tinggi. Akibatnya, telat sedikit saja tubuh Anggara akan melemah dan demam.

Anggara menyandarkan tubuhnya di ranjang dengan posisi duduk selonjor di lantai. Napasnya mulai berembus tak beraturan. Perlahan, laki-laki itu memejamkan mata. Kesadaran mulai hilang dari tubuhnya.

♛♛♛

Pukul lima sore, seperti bisanya Fara akan membawakan makanan untuk makan malam Anggara. Siang tadi, wanita itu telah memesankan makanan online karena memang ia belum masak. Kali ini, makanan yang ia bawa menggunakan rantang, bukan lagi kertas minyak seperti sebelumnya.

Wanita paruh baya itu mengetuk pintu dan memanggil nama keponakannya itu agar dibukakan pintu. Nihil, pintu tak kunjung di buka dan tidak ada sahutan dari dalam sana. Akhirnya, ia membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Itu artinya sang pemilik rumah ada di dalam dan tidak pergi ke mana-mana.

Kaki Fara menelusuri rumah besar itu, mulai dari ruang tamu, dapur, dan halaman. Sepi, tidak ada siapa pun di sana. Atensi wanita itu terfokus pada sebuah foto keluarga, yang diambil sembilan belas tahun yang lalu. Ada Zac, Rafi, Anita dan ia yang tengah mengandung. Foto terakhir sebelum Rafi——ayah Anggara meninggal dalam kecelakaan.

"Maafin aku, Ko. Aku nggak becus ngurus anak Koko. Andai dulu aku kasih support dan nggak nyalahin Mbak Anita, pasti Anggara tumbuh dengan baik seperti anak-anak yang lain." Air mata Fara mengalir begitu saja ketika kilas balik masa lalu saat ia menghakimi Anita terulang dalam memorinya. Ia menganggap semua yang terjadi pada Anggara selama ini adalah salahnya. Dialah andil utama kesengsaraan hidup Anggara selama ini.

Fara memejamkan mata dan mengusap air matanya. Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Sekarang, ia mulai fokus untuk memperbaiki semua kesalahannya di masa lalu. Wanita itu kembali mencari keberadaan Anggara yang ia duga sedang berada di kamarnya di lantai dua.

Fara mengetuk pintu, tetap tidak ada jawaban. Akhirnya, ia membuka pintu yang kebetulan tidak di kunci. Tubuhnya menegang ketika melihat Anggara tergeletak tak berdaya di lantai dengan wajah yang sangat pucat.

"ANGGARA!"

♛♛♛

Pukul tujuh malam, Auri telah sampai di depan gedung bioskop. Ia menatap pantulan tubuhnya di dinding cermin, mengagumi kecantikannya yang bertambah berkali lipat setelah memotong sepundak rambutnya, terlihat lebih imut, serasi dengan tubuh mungil Auri.

Gadis itu mengirimkan pesan kepada Anggara, tetapi tak kunjung di balas. Berkali-kali ia menelepon laki-laki itu, ketika film telah dimulai. Auri resah, karena hari ini film itu tayang perdana, dan Auri telah melewatkan bagian awal film.

Gadis itu tetap menunggu dan tak lelah menelepon nomor Anggara. Perasaan marah, khawatir, dan sedih bercampur menjadi satu. Entah sejak kapan air matanya mulai menetes, ketika para penonton telah keluar dari bioskop karena film telah usai, dan Anggara tak kunjung datang, minimal memberi kabar. Untuk pertama kalinya, Auri sangat kecewa dengan Anggara.

Auristella's Wish [ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang