8. Video yang Sama

14 8 0
                                    

Saat ini, menuju pergantian jam pelajaran terakhir. Beberapa siswa mulai menggerombol menghampiri kelompoknya masing-masing untuk memantapkan presentasi. Ada waktu lima belas menit sembari menunggu guru sains datang.

Seperti Auri dan Melody, keduanya menuju ke bangku Anggara, karena sejak tadi cowok itu hanya diam, apatis terhadap sekitarnya. Auri melirik ke arah Melody yang memasang wajah malas. Gadis itu ogah-ogahan mendatangi Anggara.

"Videonya udah siap, 'kan?" tanyanya tanpa menatap Anggara sama sekali. Ia masih kesal mengingat penolakan cowok itu saat istirahat siang tadi. Memangnya hanya Anggara saja yang bisa cuek, Auri juga bisa, bahkan lebih dari itu. Sayangnya, hati Auri seperti jelly, tidak tegaan untuk balas dendam.

"Udah, tinggal bagi tugas buat moderator, pemateri, sama bagian tanya jawab." Auri mangut-mangut, sembari menuliskan poin-poin penting yang akan disampaikan nanti. Auri yakin, nanti dirinyalah yang akan ditumbalkan menjadi pemateri. Sementara Anggara pasti menjadi bagian tanya jawab, karena tidak mungkin orang sekaku cowok itu menjadi moderator yang harus dapat memimpin jalannya presentasi.

"Proposalnya kamu bawa, 'kan, Mel?"

"Aman." Setelah itu, ketiganya——lebih tepatnya Auri dan Melody mendiskusikan kemungkinan kesalahan yang akan mereka hadapi nanti, termasuk sesi tanya jawab yang biasanya sedikit memusingkan kepala. Mereka menulis kemungkinan soal, sekaligus memikirkan jawabannya agar nanti saat ditanya bisa saling melengkapi satu sama lain.

Auri menghembuskan kasar napasnya, melihat Anggara tertidur dengan santainya di dalam kelas yang cenderung ramai. Biasanya ia akan menegur atau mengganggu jika Anggara sedang tidur di pergantian jam pelajaran. Namun, mulai saat ini tidak lagi. Auri akan menjauh perlahan dari Anggara. Laki-laki itu terlalu tinggi untuk digapai dan rencananya esok ia akan mengatakan kepada Miss Cindai kalau Auri menyerah.

"Mana videonya?" tanya Melody membuat Anggara mengeluarkan ponselnya dari saku, dengan mempertahankan posisi tidurnya. Melody melirik jam di pergelangan tangannya. Lima menit, mungkin cukup untuk mereka menyaksikan video praktikum itu.

Keduanya tenggelam dalam video yang terpampang di layar ponsel. Mereka terkesima melihat video editan Anggara yang sangat halus. Kualitas gambarnya pun jernih. Seperti video yang diedit oleh profesional.

"Selamat siang, Anak-anak." Suara Miss Cindai yang menggelegar membuat murid-murid yang sedang gaduh langsung terdiam dan berlari ke tempat duduk masing-masing, termasuk Auri dan Melody. Sebelumnya, Auri menepuk punggung Anggara keras untuk membangunkan cowok itu.

"Baik, sesuai kesepakatan hari ini kita akan melakukan presentasi atas praktikum yang sudah kalian lakukan. Miss akan membagi kelompok-kelompok menjadi dua. Separuhnya akan presentasi hari ini, dan sisanya akan presentasi minggu depan. Paham, ya?"

"Paham, Miss."

"Bagus, sekarang ketua setiap kelompok dimohon maju ke depan untuk mengambil nomor urut." Para ketua kelompok masing-masing satu per satu mulai menuju meja guru dan mengambil kertas undian. Setelahnya, mereka kembali ke tempat duduk masing-masing untuk melihat nomor urutan tampil.

Sepuluh, angka yang tertera di kertas undian milik kelompok Auri. Ia dan Melody memekik kegirangan. Itu artinya mereka tampil di urutan terakhir, berarti minggu depan. Mereka masih memiliki waktu untuk berlatih presentasi.

Auri melirik ke arah Anggara yang sejak tadi hanya diam, tak sedikit pun melirik atau menanggapi ucapannya. Anggara benar-benar menjauhinya karena kejadian istirahat tadi. Jujur, Auri merasa bersalah dan malu karena hampir menyosor laki-laki cuek itu.

Tidak sengaja, Auri melihat tulisan di belakang buku Anggara yang sedang ditulisnya. Gadis itu menduga, jika Anggara secara tidak sadar menulisnya, karena setelah kalimat itu terbentuk, Anggara langsung mencoret-coretnya saat melihat apa yang dilakukan oleh tangannya.

'Dia diam, tetapi tidak dengan pikirannya'

Apa maksud Anggara? Memangnya pikiran Anggara lari-lari ke mana? Apa mungkin karena kejadian istirahat tadi? Astaga, Auri tidak bisa tenang saat ini. Pikirannya selalu mengarah pada hal-hal yang negatif. Sibuk melamun, Auri sampai melewatkan empat kelompok yang sudah presentasi. Tinggal kelompok terakhir, itu artinya jam pulang akan segera tiba.

Wajah Auri dan Melody menegang, saat melihat judul presentasi dan video yang sama dengan milik kelompok mereka. Sama persis, tidak ada bedanya. Sedangkan Anggara mengeraskan rahang. Kepalan di tangannya semakin erat. Anggara benci situasi ini.

♛♛♛

Auri memandang Anggara dengan tatapan tajam. Apa-apaan ini?! Bukankah waktu itu ia sendiri yang mengawasi cowok itu membuat video dan mengeditnya, kenapa ia bisa kecolongan? Melody yang sudah menduga hal ini akan terjadi menelungkupkan kepalanya di atas meja. Usahanya selama ini menyusun laporan berakhir sia-sia. Sedangkan Anggara, cowok itu diam tidak berekspresi seolah tidak merasa bersalah sama sekali.

"Bisa dijelasin kenapa bisa gitu, Anggara?" tanya Auri lirih, tetapi penuh penekanan.

"Aku nggak tau," jawabnya santai membuat emosi Auri memuncak. Gadis itu menarik kerah seragam Anggara mendekat ke arahnya dengan kasar. Napas Auri yang memburu dapat dengan jelas cowok itu rasakan. Namun, Anggara tetap tidak bergeming, ia hanya menatap datar kepada Auri.

"Kamu, tuh harusnya sadar diri! Emang siapa yang mau satu kelompok sama kamu?! Kalau bukan karena Miss Cindai yang minta, aku juga nggak mau satu kelompok apalagi deket-deket sama kamu! Kamu ngerasa, nggak kalau selama ini cuma beban di kelas ini!" Teriak Auri dengan wajah memerah. Melody yang tersentak melihat Auri lepas kendali langsung mendekati dan menenangkannya, karena kata-kata Auri sangat keterlaluan.

"Udah, Ri. Tenang."

"Nggak bisa, Mel! Kamu udah susah payah juga nyusun laporan, tapi ujung-ujungnya kayak gini, 'kan? Dia pikir dia siapa? Hanya karena Miss Cindai mempertahankan dia biar tetap sekolah di sini bukan berarti dia bisa seenaknya!" Pandangan Auri kembali menatap Anggara dengan tajam.

"Asal kamu tau, kamu adalah orang yang paling menyedihkan di dunia ini! Pantas aja kamu tinggal sendiri, Aunty Fara nggak mau nampung kamu, karena kamu itu beban! Pembawa sial!"

Anggara menatap Auri dengan tatapan tajam. Cowok itu melepaskan cengkraman tangan Auri di kerah seragamnya dan berlalu dari sana tanpa mengucap sepatah kata pun. Satu detik, Anggara berhenti di pintu kelas, lalu kembali berjalan dengan cepat meninggalkan ruang kelas yang memang sudah sepi.

Dengan napas yang masih memburu, Samar-samar Auri melihat seseorang yang menatap kepergian Anggara dengan seringai di bibirnya, lalu berjalan pulang dengan siulan kecil.

Auri merasa ada yang janggal.

Auristella's Wish [ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang