13. Wishlist Nomor 35 dan 30

13 6 0
                                    

"Auri mau ke mana?" tanya Starla saat melihat anak gadisnya telah berganti pakaian dan buru-buru menuruni anak tangga. Bahkan, ia masih melihat cepolan rambut Auri masih berantakan, belum disisir sehabis mandi.

"Mau ke rumah Anggara bentar, Mom," jawabnya sambil memasang jam di pergelangan tangannya. Ia meneguk segelas air putih untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan.

"Nggak makan dulu? Mommy udah masakin omelet, loh." Auri sedikit menelan ludah saat melihat sepiring omelet hangat yang disajikan dengan saus tomat dan saus sambal. Sangat menggugah selera. Namun, kalau makan sekarang, ia takut pulang kesorean, apalagi awan mendung mulai terlihat menutupi setengah langit.

"Wah, kayaknya enak, Mom. Tapi maaf, Auri tadi udah jajan sama Melody, jadi agak kenyang," jawabnya berbohong. Mana mungkin ia jajan dengan Melody. Bahkan, saat istirahat ia lupa untuk makan siang.

"Okay, take care, Baby." Auri berjalan keluar rumah setelah mendapat izin dari ibunya. Gadis itu berjalan cepat menuju halte, dengan keadaan perut yang mulai terasa perih.

Sesampainya di halte, Auri duduk dengan mata terpejam. Perutnya benar-benar sakit, kepalanya juga pusing. Mungkin efek belum makan, pikirnya. Padahal, kondisi tubuh Auri memang sedikit memburuk akhir-akhir ini. Hal itu disebabkan karena Auri kurang tidur, terlalu banyak pikiran dan jadwal makan yang tidak teratur. Efek seperti ini akan sangat terasa bagi orang-orang yang biasanya menerapkan pola hidup sehat, seperti waktu istirahat yang cukup, juga menjaga pola makan.

Gadis dengan cepolan rambut yang tidak rapi itu menatap sekeliling, mencoba mencari pedagang keliling di sekitar situ. Namun, nihil. Tak satu pun penjaja makanan berkeliaran di sekitarnya. Padahal biasanya tempat itu ramai akan penjual. Mungkin, efek cuaca membuat mereka lebih nyaman di rumah daripada keluar mencari pundi-pundi uang. Lagipula, saat ini di sekitarnya tidak ada seorang pun yang menunggu bus.

Akhirnya bus yang ditunggu-tunggu tiba. Gadis itu menaiki kendaraan yang tidak banyak orang di dalamnya. Memangnya siapa yang berkeliaran saat cuaca mendung begini. Orang-orang pasti lebih memilih tidur bergelung di bawah selimut daripada berada di bawah awan mendung.

Butuh waktu lima belas menit, untuk Auri sampai di Halte dekat rumah Anggara. Ia berjalan pelan, karena menahan rasa sakit yang menyerang kepala dan perutnya secara bersamaan, tanpa mempedulikan rintik air hujan yang membasahi tubuhnya.

Tepat saat Auri menginjakkan kaki di teras rumah mewah itu, hujan turun dengan derasnya membasahi bumi. Ia memandang pintu rumah itu dengan pandangan ragu, terlalu khawatir jika Anggara tidak memaafkannya. Namun, karena sudah sampai di sana, ia terpaksa mengetuk pintu.

Ketukan pertama dan kedua, tidak ada tanda-tanda pintu itu akan terbuka. Di ketukan ketiga, Auri sengaja mengetuknya dengan keras. Gadis itu tersenyum tipis saat melihat pintu itu hampir dibuka dari dalam. Terpampanglah wajah datar Anggara yang menenangkan.

Belum sempat membuka mulut, Auri merasa pandangannya mengabur dan kepalanya serasa berputar dengan cepat. Perlahan, kesadaran Auri menghilang. Ia pingsan. Sayup-sayup, terdengar suara Anggara yang memanggil namanya.

♛♛♛

Kelopak mata Auri perlahan terbuka, cahaya lampu yang sedikit menyilaukan membuat matanya menyipit. Gadis itu berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan keadaan sekitar. Ia menolehkan kepala, menatap Anggara yang sedang duduk bersandar di sofa dengan mata terpejam dan kedua lengan disilangkan di depan dada.

Sekuat tenaga, Auri mencoba bangun dan duduk bersandar di sofa. Pergerakannya itu membuat mata Anggara terbuka. Dengan sigap, laki-laki jangkung itu membantunya dengan meletakkan bantal kecil di punggungnya agar nyaman. Tanpa di minta, ia mengambilkan segelas air putih dan menyodorkannya di depan mulut Auri.

"Anggara," panggil Auri lirih dengan suara yang bergetar.

"Kenapa, hm? Ada yang sakit?" Meskipun terkesan datar, tetapi Auri dapat melihat sedikit kekhawatiran di wajah Anggara. Hal itu membuat perasaan di hati Auri tersentil. Padahal, Auri telah memakinya dengan kata-kata yang tidak pantas. Seharusnya Anggara tidak seperhatian ini padanya.

Air mata turun perlahan melewati pipi Auri yang mulus. Anggara yang tidak pernah berada di situasi itu panik. Tiba-tiba, Auri menarik baju, sehingga tubuhnya terhuyung. Gadis itu mendekapnya erat sambil menggumamkan kata maaf berkali-kali.

Anggara terpaku beberapa detik, mencoba menetralkan perasaan aneh yang muncul dalam dirinya. Dengan ragu dan gerakan kaku, Anggara membalas pelukan Auri. Cowok itu bahkan mengusap lembut punggungnya agar gadis itu tenang.

Baru kali ini, Anggara merasakan sebuah pelukan. Sangat hangat, apalagi pelukan itu berasal dari gadis yang ia sukai. Anggara merasa hidupnya sedikit berharga. Auri pun demikian, ia tidak pernah dekat dengan laki-laki mana pun, sehingga mengawali memeluk Anggara sedikit memalukan untuknya. Tapi tak apa, demi pemberian maaf dari Anggara.

Pelukan itu memunculkan setitik perasaan baru di hati keduanya. Awal kisah asmara keduanya akan segera dimulai, dengan jalan terjal berbatu yang akan menghalangi langkah keduanya.

Sejak sore itu, pandangan mereka masing-masing mulai berubah. Auri menyukai sisi Anggara yang dingin, tetapi lembut dan hangat. Sedangkan Anggara menyukai sisi Auri yang berisik, tetapi hangat, sesuatu yang Anggara butuhkan sejak lama.

Tanpa Auri sadari, ia telah mewujudkan wishlist nomor 35, 'Berpelukan mesra saat matahari tenggelam'. Ia pun telah gagal mewujudkan wishlist nomor 30, 'Memiliki pasangan yang romantis, humble, humoris, dan perhatian'.

Auristella's Wish [ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang