Libur akhir tahun telah dimulai, setelah penilaian akhir semester pertama dilakukan. Semua siswa mendapatkan jatah libur panjang selama sebulan. Waktu itulah yang ditunggu-tunggu oleh semua murid. Dengan adanya libur akhir tahun, mereka dapat mengistirahatkan otak dari belajar, refreshing di tempat wisata, atau sekedar tidur-tiduran di rumah.Rencananya, hari pertama liburan akan Auri manfaatkan untuk pergi jalan-jalan dengan Anggara, memijak pasir putih pantai yang hangat, sambil menikmati suara deburan ombak yang menghantam beton. Lalu, setelahnya Auri beserta ayahnya akan snorkeling di Kepulauan Raja Ampat, Papua.
Sejak dua tahun Auri merencanakan pergi ke sana, tetapi sang ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan. Jadilah ia menunggu laki-laki itu memiliki waktu luang.
Setelah berpamitan dengan orang tuanya, Auri janjian bertemu dengan Anggara di halte bus dekat rumahnya. Mungkin, Anggara akan memesan taksi, karena jika menaiki bus, akan jauh lokasinya dari bibir pantai. Tidak mungkin, bukan jika mereka akan berjalan jauh dari halte sampai pantai?
Belum sampai di halte bus, sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Pengendara mobil merah itu membunyikan klakson, membuat Auri berjengit kaget. Dahi Auri mengernyit, merasa asing dengan mobil itu. Namun, ketika sang pengendara menurunkan kaca jendela, gadis itu tersenyum lebar dan melambaikan tangan.
"Ayo masuk," ucap Anggara membuat Auri mengangguk. Kesan pertama saat memasuki mobil itu adalah nyaman. Kondisi interior mobil yang bersih dan berbau harum, cukup yg menetralkan detak jantung Auri yang menggila.
Perlahan, Anggara melajukan mobilnya, membaur dengan kendaraan lain di jalanan. Mata Auri tak lepas dari wajah Anggara. Sungguh, kekasihnya itu terlihat sangat keren hari ini, meskipun hanya memakai kaus oblong oversize dan celana pendek dibawah lutut.
"Kamu bisa nyetir?" tanyanya random membuat Anggara terkekeh. Laki-laki itu melirik ke arah Auri dan dengan santai menjawab, "Kalau nggak bisa nyetir, aku nggak pakai mobil ini, Auri."
Iya juga. Auri merutuki kebodohannya. Sangat terlihat jika ia mengagumi kekasihnya itu. Akhirnya, Auri memilih diam, mengamati pemandangan luar dari jendela mobil, membiarkan Anggara fokus menyetir.
Tiga puluh menit kemudian, mereka telah sampai di pantai. Deburan ombak yang terbawa oleh angin laut terasa memanjakan indra pendengaran mereka. Senyum Auri mengembang. Sudah lama ia tidak pergi ke pantai, ia merindukan vitamin sea.
Saat akan keluar dari mobil, Auri menahan Anggara. Gadis itu mengambil sunblock dari sling bag-nya, lalu mengoleskan krim itu ke wajah, leher, dan tangan Anggara. Gadis itu tak sadar, bahwa tindakannya itu membuat Anggara panas dingin. Mati-matian Anggara menahan hasratnya untuk tidak mencium Auri. Ia tidak ingin, kekasihnya itu tertular virus oleh bekas bibirnya.
"Biar pacar aku nggak gosong," ucap Auri terkekeh, dibalas gumaman oleh Anggara. Laki-laki itu buru-buru keluar dari mobil, sambil mengusap kasar wajahnya.
Auri mengernyit, tetapi gadis itu segera menyusul Anggara. Keduanya terlihat serasi saat berdiri berdampingan. Gadis itu telah menetapkan outfit untuk mereka healing hari ini, atasan putih dan bawahan cream. Rambut sepunggung Auri ia biarkan tergerai.
"Kamu kenapa? Sakit?" tanyanya sambil menyentuh jidat Anggara. Hangat. Bibir Anggara pun terlihat pucat.
"Kita pulang aja, ya." Auri merasa bersalah karena telah merengek pada Anggara semalaman di telepon. Awalnya, laki-laki itu menolak dan mengusulkan jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, tetapi Auri yang telah rindu dengan laut pun membujuk Anggara untuk menurutinya. Pada akhirnya, Anggara setuju dengan syarat, Auri mau menuruti perkataannya selama di sana.
"Enggak usah. Aku pakai jaket aja, ya. Nanti kalau mau foto tinggal dilepas." Belum mendapat persetujuan sang kekasih yang menatapnya iba, Anggara langsung kembali ke dalam mobil, mengambil jaket tebal yang telah ia siapkan sebelumnya. Tanpa Auri tahu, di dalam mobil Anggara mengambil beberapa obat dan menelannya.
Kuatkan aku untuk kali ini saja, Tuhan, batinnya sambil memejamkan mata. Ia takut, tubuhnya down saat di pantai nanti. Semalam saja laki-laki itu demam tinggi setelah melakukan panggilan suara dengan Auri.
"Yakin nggak mau pulang aja?" tanya Auri kembali saat Anggara mendekatinya sambil memakai jaket. Laki-laki itu menggeleng. Ia ingin menuruti semua keinginan Auri selagi mampu.
"Cuma demam biasa, kok. Mungkin mau flu aja, nanti juga baikan," jawabnya sambil tersenyum, meyakinkan Auri kalau keadaannya baik-baik saja. Kenyataannya, tubuhnya serasa melayang, tak terasa bahwa ia berpijak di atas tanah.
Auri memeluk lengan Anggara posesif saat mereka berjalan. Anggara yang tidak biasa pun merasa tak nyaman. Bukan karena malu, tetapi tubuh Auri terlalu menempel padanya. Hal itu membuat suatu gelanyar aneh muncul dalam perasaannya. Jangan tanyakan juga kondisi jantungnya, berdebar tak karuan.
"Kamu kayak mau nyebrang aja. Padahal nyebrang 'kan sekarang ada zebra cross sama JPO, nggak perlu gandengan juga," ucap Anggara membuat senyum di bibir Auri luntur. Gadis itu manyun lalu melepaskan pelukannya di lengan sang kekasih.
Anggara terkekeh, lalu menyelipkan jari-jari besarnya di sela-sela jari Auri yang mungil, "Bercanda. Kok, baperan, sih."
Hati Auri menghangat ketika Anggara yang biasanya cuek dan tidak peduli pada orang lain itu kini tiba-tiba bersikap romantis padanya, meskipun tidak seperti drama Korea yang ia idamkan, malah terkesan seperti adegan film India. Tapi tak apa, begitu saja Auri sudah sangat bahagia. Ia tidak pernah menyangka laki-laki yang ia hindari sejak dulu sekarang tengah menggenggam erat telapak tangannya, sambil berjalan di hangatnya pasir pantai yang terasa lembut. Auri berharap, mereka akan selalu sama-sama hingga suatu saat nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Auristella's Wish [ TAMAT]
Jugendliteratur🥉Juara 3 Event Menulis Novellet 30 Hari with Bougenvillea publisher cabang Bekasi Auristella Danuarta, memiliki seratus keinginan yang ia tuangkan dalam 'whistlist' dan ia tempel di dinding-dinding kamar. Gadis penuh ambisi itu selalu memiliki sera...