30. Garis Takdir [ END]

58 7 0
                                    

Matahari bersinar cerah dari ufuk timur mengiringi suasana duka, seolah bumi menerima penghuni baru yang akan menetap di perutnya dalam batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Meninggalkan dunia yang tidak pernah mengizinkannya mendapatkan kebahagiaan semasa hidup, menuju nirwana yang menjanjikannya kebahagiaan dan keabadian hakiki.

Berbeda dengan alam yang seolah bahagia, isak tangis orang-orang yang telah menyia-nyiakan Anggara semasa hidup terdengar pilu, terutama Fara yang tak henti meminta maaf kepada jenazah Anggara yang belum dikebumikan. Wanita itu menyesal, menyimpan rasa gengsinya untuk meminta maaf kepada sang keponakan. Andai waktu bisa diputar, ia akan meminta maaf, bahkan jika perlu bersimpuh di kaki Anggara.

Semuanya telah terlambat. Baik orang terdekat maupun jauh, akan tergerak hatinya untuk berandai-andai masalah waktu, seolah berat melepas kepergian jenazah. Padahal, nyawa yang telah lepas dari raganya bebas dan bahagia meninggalkan tubuh dan dunianya.

Jangankan orang terdekat, orang asing pun akan tiba-tiba sayang ketika seseorang pergi dari dunia ini. Pepatah itu cocok untuk Anggara saat ini. Andai jenazah Anggara bisa berbicara barang semenit saja, pasti laki-laki itu akan mengatakan, "Ke mana saja selama ini? Kenapa baru datang setelah aku pergi?"

Gadis dengan rambut sebahu menatap kosong liang lahat yang nantinya akan menjadi rumah baru untuk sang kekasih. Ia sama sekali tidak mengeluarkan air mata setelah jenazah Anggara dimandikan. Padahal, dadanya sesak ingin mengeluarkan segala emosi yang ada dalam dirinya. Auri butuh menangis. Namun, ia tidak ingin Anggara berat meninggalkan dunia ini jika ia menangis.

Auri menatap sekeliling. Banyak orang yang ia kenal berada di sana, di mana sebelumnya mereka menganggap Anggara layaknya sampah, mengolok jika laki-laki itu mendapat masalah, kini menangis terisak di depan jasad Anggara.

Tangis mereka palsu, bukan karena tangis kehilangan, tetapi tangis iba. Kini Auri tahu mengapa Anggara memilih apatis dari pergaulan sesama, karena tidak ada yang benar-benar tulus. Semua hal dalam hubungan selalu ada timbal baliknya.

Atensi Auri kembali menatap peti jenazah yang akan dimasukkan ke dalam liang lahat. Hatinya sesak ketika perlahan tanah-tanah di sekitar lubang mulai menimbun jenazah itu. Air mata yang sedari tadi ia tahan, akhirnya menetes juga. Memori perjumpaan mereka, momen di mana terkadang Auri memergoki Anggara menatap ke arahnya lalu memalingkan muka jika tertangkap basah singgah di ingatannya.

Kini, laki-laki yang tidak pernah ia sangka akan menjadi salah satu bagian dari hidupnya telah pergi untuk selamanya. Meninggalkannya dan segala mimpi indah yang telah Auri rancang di masa depan. Harapannya telah sirna, tertimbun bersama jenazah Anggara. Tidak akan ada lagi orang yang memeluknya ketika ia bersedih, dan tidak akan ada lagi wishlist di tahun-tahun berikutnya. Wishlist Auri selesai di tahun ini dalam jangka waktu yang singkat.

"Ayo pulang, Nak." ajak Starla yang sedari tadi memeluk tubuh sang anak dari samping, menguatkan agar putri semata wayangnya tidak tumbang.

"Sebentar aja, Mom. Auri ingin tinggal lebih lama," tolaknya membuat sangat ibu mengangguk. Wanita itu paham, jika Auri membutuhkan waktu untuk memenangkan diri.

Starla menepuk bahu Farhan, "Titip Auri," ucapnya membuat Farhan mengangguk. Laki-laki itu duduk di sebelah Auri yang sibuk mengusap lembut nisan di hadapannya, sesekali mengusap air matanya agar tidak jatuh di tanah.

"Anggara udah nggak sakit lagi sekarang," ucapnya membuat Auri mengangguk. Gadis itu melirik singkat ke arah Farhan, memperhatikan mimik wajah laki-laki itu yang terlihat sangat terpukul. Meskipun tidak akrab, mereka adalah saudara dan tumbuh besar bersama. Sudah pasti pemuda itu merasa kehilangan Anggara. Apalagi, akhir-akhir ini Anggara selalu melibatkan Farhan dalam semua urusannya.

"Tapi dia curang," ucapnya, "sekarang dia udah tenang dan bahagia di sana, tapi dia ninggalin aku sendiri di sini, dengan wishlist terakhir yang belum dia wujudin."

"Setelah semua yang dilewati, pada akhirnya dia menyerah."

Farhan mengeluarkan flashdisk dari saku kemejanya dan menyerahkannya kepada Auri, "Dari Angga."

♛♛♛

Auri menatap kosong flashdisk di tangannya. Atensinya beralih pada Farhan yang tengah menatapnya. Gadis itu mengembuskan napasnya, memasangkan flashdisk di laptop. Isi flashdisk itu kosong. Hanya ada satu video berdurasi tiga menit.

Keduanya saling berpandangan ketika video itu menampilkan gambar kualitas rendah selama beberapa saat, hingga akhirnya wajah Anggara muncul memenuhi layar.

"Hai, Auri," lirih Anggara dengan seulas senyum tipis. Itu, video ketika laki-laki itu ada di rumah sakit, tepat saat Auri sedang di kamar mandi dan Farhan membeli sarapan.

"Mungkin, kalau kamu lihat video ini aku udah nggak ada di samping kamu." Air mata yang sedari tadi enggan untuk ia keluarkan dengan tidak sopannya kembali menetes. Entahlah segala yang berhubungan dengan Anggara, membuatnya sensitif.

"Kamu jangan pernah sedih, ya. Anggap aja kehadiran singkatku hanya singgahan sementara yang harus kamu lupakan. Aku cuma mau bilang, terima kasih telah menjadi alasanku bahagia di detik-detik terakhir hidupku."

"Andai aku masih bisa hidup lebih lama, aku ingin sekali membahagiakanmu Auri, memenuhi wishlist terakhir kita."

Anggara diam sejenak, membuat Auri menyela ucapan Anggara di video itu sebelum ia melanjutkan kalimatnya. "Kamu bohong!"

"Maaf, mungkin wishlist terakhirmu bukan untukku. Suatu saat nanti, akan ada laki-laki hebat yang akan menikahimu. Wanita sebaik kamu, pasti akan mendapat pendamping hidup yang baik pula. Saat itu tiba, bawa dia ke pusaraku dan perkenalkan dia padaku."

"Of course, Anggara. Terima kasih telah singgah meski sebentar dalam hidupku. Aku mencintaimu."

Auristella's Wish [ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang