23. Masa Lalu Anita

12 5 0
                                    

Farhan dapat menghela napas lega, ketika melihat Anggara yang telah sadar dan menatap ke arahnya dengan pandangan dalam. Tangan lemah laki-laki itu mencoba melepaskan selang oksigen yang menyumbat lubang hidungnya, tetapi farhan tahan.

"Nggak usah banyak tingkah!" peringatnya garang membuat Anggara mengurungkan niat. Anggara melirik jam dinding dengan pandangan sayu. Sudah siang, bagaimana Auri semalam? Pasti gadis itu kecewa padanya karena tidak datang.

"A—Auri," lirihnya menatap Farhan dengan pandangan memelas. Laki-laki itu meminta maaf kepadanya karena lupa mengabari Auri jika ia tidak bisa datang. Sebelum Anggara drop, laki-laki itu sempat memberitahukan rencana mereka yang akan nonton bersama di bioskop, agar Farhan mengikuti mereka diam-diam, berjaga-jaga jika sesuatu terjadi padanya.

Farhan merasa iba kepada Anggara yang terlihat kecewa. Sudah pasti laki-laki itu menantikan momen yang seharusnya terjadi semalam, mewujudkan keinginan sang kekasih. Mungkin, hubungan antara Auri dan Anggara tidak akan sedekat biasanya, karena sifat Auri yang pendendam, juga kondisi Anggara yang tidak memungkinkan untuk masuk sekolah beberapa waktu ini——mungkin tidak akan lagi, mengingat ucapan dokter semalam tentang kemungkinan bertahan hidup Anggara.

Dokter datang dengan senyuman secerah mentari di luar sana. Laki-laki paruh baya itu berbasa-basi tapi hanya dibalas gumaman oleh Anggara. Bukan karena ia tidak menghormati orang yang lebih tua, tetapi ia muak bertahun-tahun lamanya bertemu dokter itu yang selalu mensugesti dirinya pasti sembuh setelah meminum obat dan menjalani pengobatan. Akhirnya juga dia hampir sekarat. Andai dulu semasa SMP tidak browsing di warnet tentang penyakitnya dan cara penyembuhannya, ia pasti tetap akan mengonsumsi obat-obatan konyol itu bertahun-tahun lamanya. Karena nyatanya, penyakitnya itu tidak ada obatnya.

Farhan berbincang-bincang dengan dokter itu sedikit jauh darinya. Entah membicarakannya atau tidak, ia tak peduli. Yang Anggara tahu, dia ingin segera keluar dari rumah sakit ini dan bertemu Auri untuk menjelaskan apa yang terjadi semalam. Semoga gadis itu mau memaafkannya.

Dari ekor matanya, Anggara dapat melihat bahwa perdebatan Farhan dan dokter itu sangat alot. Ia mengernyit heran karena senyum kemenangan tersungging di bibir Farhan ketika dokter menyuntikkan sesuatu dan melepas selang oksigennya, lalu pergi tanpa sepatah kata pun.

Anggara mengangkat salah satu alisnya, pertanda bertanya 'apa', tetapi Farhan menjawab, "Jangan kepo. Ini urusan laki-laki." Hal itu membuat Anggara mendelik. Anggara juga laki-laki kalau Farhan lupa. Alih-alih memperpanjang urusan tadi, Farhan memilih menanyakan kondisi Anggara, tetapi hanya nama Auri yang Anggara sebut.

"Nanti aku jelasin ke Auri," ucap Farhan menipiskan bibir, "ikut bentar, yuk!" Anggara menatap Farhan aneh. Bukankah laki-laki itu melihatnya terbaring tidak berdaya di ranjang rumah sakit? Kenapa sepupunya itu mengajaknya keluar?

Anggara tidak bisa menolak ketika Farhan telah mendekatkan kursi roda di dekat ranjang, lalu memindahkan tubuh kurus itu ke sana, apalagi tiba-tiba tubuhnya terasa sedikit bugar saat ini. Laki-laki itu mengejek, "Ringan banget ini tubuh. Gimana kalau nikah sama Auri? Bisa-bisa dia yang gendong." Anggara hanya mendegkus. Ia tidak ingin angan-angannya terlalu tinggi. Bisa menjadi kekasih Auri saja sudah sangat bersyukur, ia juga sadar diri usianya tidak akan selama itu.

Farhan mendorong kursi roda itu perlahan, laki-laki itu sedikit kerepotan karena harus memegang tiang infus juga. Dengan tangannya yang lemas, Anggara mengambil alih tiang infusnya.

"Sorry," ucap Anggara membuat Farhan mengernyitkan dahi. "Udah jadi beban buat keluarga kamu. Andai aku nggak ada, keluarga kamu pasti masih lengkap," lanjutnya membuat Farhan berhenti mendorong kursi rodanya. Laki-laki itu menatap tajam Anggara yang pastinya tidak dapat dilihat oleh sang empu.

"Kalau mau ngomong ngelantur lagi mending diem aja!"

Anggara terkekeh kecil saat Farhan kembali melajukan kursi rodanya. Ia merasa seperti orang sekarat sekarang, padahal dulu saat Farhan memintanya untuk tinggal bersama, ia dengan sombongnya mengatakan tidak butuh belas kasihan dari Farhan. Nyatanya sekarang berjalan pun Anggara tidak mampu.

Wajah Anggara berubah dingin saat tahu ke mana arah tujuan Farhan, tempat yang paling Anggara hindari, bangunan dari rumah sakit ini yang dikhususkan untuk rehabilitasi orang depresi berat dan orang dengan gangguan kejiwaan.

"Balik, Han!"

"Enggak, Ngga. Udah saatnya kamu ketemu dengan ibumu. Sekali aja." Anggara mendengkus, tetapi tak mencegah Farhan untuk meneruskan langkahnya ke bangsal milik Anita. Sesampainya di dalam, Farhan menghentikan kursi roda Anggara di depan ruangan dengan kaca transparan besar yang digunakan untuk melihat kegiatan di dalam sana.

Anggara terpaku melihat seseorang di sana. Wanita paruh baya dengan rambut yang disanggul dan menggenakan daster panjang. Wajah wanita itu pun nampak bersih berseri, tidak seperti orang depresi pada umumnya. Jika orang melihatnya di luar ruangan ini, mereka akan mengira Anita adalah wanita normal pada umumnya.

"Udah, kan? Buruan balik!" Anggara tidak ingin lama-lama di sana. Ada sudut hatinya yang bergetar ketika melihat wanita itu menimang sebuah boneka dan menggumamkan namanya berkali-kali, menganggap boneka itu adalah dirinya.

"Cerita Mommy tentang Aunty Anita bohong, Ngga," ucapnya membuat Anggara hendak menyela, tetapi laki-laki itu kembali meneruskan ucapannya, "Aunty Anita mendapatkan penyakit itu bukan karena dia wanita malam, tetapi karena obat penenang yang dia gunakan ketika mengalami baby blues dengan suntikan yang digunakan bersama penderita."

"Kamu cocok jadi aktor," ucap Anggara terkekeh. Apakah dengan mengarang cerita seperti itu Farhan pikir bisa mengelabuhinya?

"Kalau kamu nggak percaya, tanya aja sama Daddy. Dia yang pernah memergoki Aunty Anita memakai penyuntik itu bergantian dengan teman-teman wanitanya."

"Aunty Anita nggak pernah mengkhianati pernikahannya dengan Uncle Rafi."

Auristella's Wish [ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang