Irene yang baru saja turun dari lantai dua menghentikan langkahnya saat mendapati Suho yang sudah dengan setelan jas duduk di ruang tamunya.
"Kenapa belum berangkat?"
"Menunggumu"
Irene menatap setelan jas yang dipakai Suho, itu bukan setelan jasnya semalam yang sudah dia cuci dan setrika.
"Itu bukan baju yang semalam kan?"
Suho tersenyum kecil lalu menggeleng pelan.
"Aku minta tolong Kim untuk mengantarkan bajuku"
Irene menuruni sisa anak tangga, kakinya dia arahkan ke dapur tanpa bertanya lebih lanjut lagi kepada Suho.
"Rene, mau sampai kapan marah terus?" Tanya Suho dengan nada serius saat melihat Irene yang terus-terusan mengabaikannya.
Irene menghela nafasnya dengan berat lalu menatap ke arah Suho dari tempatnya berdiri,
"Sampai aku yakin aku tidak akan menjadi bayang-bayang Thea dalam hidupmu"
"Baiklah. Saat kita menikah nanti, mari merubah semua yang ada di kamarku, tapi tolong jangan renovasi rumah, aku mohon" Ucap Suho pelan dengan tatapan memohon.
"Aku benar-benar harus memikirkan semuanya, mungkin lebih baik kita tidak usah bertemu dulu sekarang."
"Tapi sampai kapan?" Suho yang mulai tidak sabar akhirnya berdiri dari duduknya.
"Aku juga tidak tahu sampai kapan"
Lagi Irene tidak memberi jawaban dengan pasti. Tanpa menjelaskan lebih lanjut, wanita itu lebih memilih berjalan melewati Suho menuju ke arah mobil yang sudah menjemputnya di luar rumah. Dia meninggalkan Suho yang masih menatap Irene dengan ekspresi frustasi.
Tidak ada obrolan sama sekali selama perjalanan Irene ke rumah sakit. Hubungan yang dia jalani kali ini benar-benar melelahkan untuk Irene.
"Ann..." Panggil Irene singkat. Wanita cantik berambut pendek berusia 30an itu segera mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang duduk di kursi belakang mobil.
"Ada temanku yang bertanya, apa terlalu egois kalau dia meminta calon suaminya menghapus semua kenangan mantan istrinya? Bagaimana menurutmu?"
Anna hanya melirik sekilas ke arah Saka lalu tersenyum kecil,
"Kalau menurut direktur bagaimana?" Anna yang tahu kegundahan hati Irene mencoba kembali menelisik dari sudut pandang direkturnya itu.
"Entahlah. Ada satu sisi aku merasa kalau temanku begitu egois, tetapi bukankah tidak ada wanita yang mau menjadi bayang-bayang wanita lain?"
Anna kembali hanya tersenyum, matanya menatap Irene melalui pantulan kaca spion yang ada di tengah mobil,
"Kalau begitu direktur sudah tahu jawabannya."
Irene mengerutkan dahinya, dia tidak tahu point mana yang menurut Anna menjadi jawaban dari kegundahan hatinya.
"Tidak ada wanita yang mau menjadi bayang-bayang wanita lain. Itu jawabannya kalau menurut saya" lanjut Anna lembut sambil tetap menatap Irene dari pantulan kaca spion.
"Direktur, kalau saya boleh memberi saran.." Anna menjeda kalimatnya yang membuat Irene kembali berfokus padanya.
"Siapapun teman direktur itu, walaupun dia bisa merobohkan semua sisi atau sudut yang mengingatkan calon suaminya dengan mantan istri terdahulu, satu hal yang dia tidak akan pernah bisa merobohkannya sampai kapanpun"
"Apa itu?" Tanya Irene penasaran.
Anna kembali tersenyum kecil dan menatap Irene secara langsung,
"Sisi hatinya yang dia kunci rapat untuk mantan istrinya. Itu yang tidak akan pernah bisa di robohkan"
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
FanfictionMahardika Suho Dirgantara, lelaki tampan berusia 35 tahun yang memiliki seorang putra berusia 15 tahun yang baru saja masuk SMA. Kehadirannya di acara penerimaan siswa baru di sekolah sang putra membuatnya kembali bertemu dengan sosok wanita cantik...