Irene berlari menghampiri seseorang yang berjalan ke arahnya dengan membawa koper. Wanita itu segera memeluk erat calon suami yang sudah dua minggu tidak dia temui.
"Do you miss me?"
Irene mengangguk dengan bersemangat sambil tetap memeluk Bara dengan erat seolah-olah dia tidak akan melepaskan lelaki itu.
"Lepaskan aku, kita dilihat banyak orang" bisik Bara sambil tersenyum geli.
"Apa kau malu denganku?" protes Irene dengan tatapan merajuk yang membuat Bara mencium bibirnya dengan gemas.
"Bagaimana mungkin aku malu memiliki calon istri sehebat dirimu?" Godanya sambil merapikan beberapa anak rambut Irene.
"Kita pulang sekarang?" Lanjut Bara yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Irene. Wanita cantik itu kembali memeluk Bara dengan erat,
"Bisakah kita membeli beberapa wine malam ini?"
Bara tersenyum tipis mendengar bisikan Irene yang terdengar cukup manja di telinganya.
"Besok kita harus pemotretan pagi, jadi malam ini mari kita tidur saja ya" bujuk Bara yang membuat Irene segera melepas pelukannya dan memberinya tatapan kecewa.
Sepanjang perjalanan, Irene hanya diam. Bara yang sadar kekasihnya sedang merajuk justru sesekali meliriknya dengan tatapan gemas.
"Bolehkah aku bertanya sebagai orang awam?" Bara akhirnya membuka obrolan mereka walaupun Irene hanya merespon seadanya.
"Bukankah saat seseorang di angkat rahimnya, gejolak nafsunya akan menurun?"
Irene menatap Bara dengan tatapan tajam karena dia tahu kemana arah pertanyaan Bara selanjutnya.
"Menurun Bar, bukan hilang sama sekali. Tolong bedakan keduanya!" Jelas Irene ketus yang membuat Bara hanya bisa menahan tawanya. Dia tidak ingin memperburuk keadaan jadi lebih baik dia menahan tawanya daripada wanita di sebelahnya membunuhnya.
Sesampainya di rumah Irene, wanita itu meninggalkan Bara masuk ke ruang kerjanya tanpa memperdulikan Bara yang membuat Bara hanya bisa menatap heran calon istrinya itu.
Setelah mandi, Bara akhirnya membuka koper miliknya, mengeluarkan sebuah botol wine yang dia beli dari luar negeri. Langkah kakinya dia hentikan di depan ruang kerja Irene, tangannya mengetuk pelan pintu ruang kerja Irene sampai akhirnya ada suara dari dalam yang mengizinkannya masuk.
"Mau minum?" Bara mengangkat botol wine yang dibawanya tetapi Irene sepertinya sudah benar-benar marah yang membuat Bara harus sedikit ekstra untuk membujuknya.
"Mas..." pekik Irene saat Bara tiba-tiba menarik kursi Irene dengan menggendongnya.
"Mau minum dulu atau langsung ke ranjang?" Goda Bara dengan tatapan yang Irene tahu benar arti tatapan itu.
Setelah malam panas mereka, sekarang dua anak manusia yang hanya tertutup selimut itu terlihat sedang berpelukan. Tangan Bara bahkan bermain-main di sekitar rambut Irene yang sedikit berantakan setelah aksi panas mereka yang baru saja selesai.
"Sayang, kamu masih punya janji kan sama aku?"
Irene mengangkat pandangannya, matanya menatap ke arah Bara yang posisi kepalanya lebih tinggi dari Irene.
"Janji apa?"
"Aku bisa mendapatkan semua cerita tentang hal-hal yang belum kamu ceritakan padaku"
Irene terdiam mendengar ucapan Bara. Ada sisi hatinya yang memintanya untuk jujur, tetapi fikirannya memintanya untuk menyembunyikan semuanya.
Irene kembali mengarahkan pandangannya ke arah Bara, tatapan mata bimbang yang dibarengi dengan jari-jari lentiknya yang sedang bermain-main di sekitar rahang Bara membuat Bara tahu benar kebimbangan Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
Fiksi PenggemarMahardika Suho Dirgantara, lelaki tampan berusia 35 tahun yang memiliki seorang putra berusia 15 tahun yang baru saja masuk SMA. Kehadirannya di acara penerimaan siswa baru di sekolah sang putra membuatnya kembali bertemu dengan sosok wanita cantik...