Asaris, kesal karena teman dekatnya, Wilona, berpacaran dengan laki-laki yang ia suka. Yang membuat Asaris makin kesal adalah selain karena Wilona tahu bahwa ia menyukai laki-laki tersebut, mendadak Wilona juga jadi menjauhi Asaris.
Sekar, teman As...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Akibat dari penjemputan paksa tadi siang sebelum berangkat ke kampus, gue jadi nggak bawa Si Montok, motor gue yang badannya sangat aduhai berat sekali tapi tetap di hati, itu.
Dan gara-gara sebelumnya dia jemput gue, selesai kuliah Eki maksa buat anter gue balik. Katanya kalau berangkat sama dia, pulang juga harus sama dia.
Ya, oke gue turutin aja.
Sialnya, gue nggak langsung dianterin balik. Melainkan diajak mampir-mampir dulu. Pertama, mau diajak mampir buat makan, kedua diajak mampir buat nemenin dia main basket dulu.
Padahal, niatan awal nggak ada tuh rencana Eki mau main basket. Cuma ngajak nemenin makan sore aja. Tapi, waktu dia lihat ada yang main basket pas kita mau cari tempat makan sore, eh dia minta mampir sebentar.
Iya, sebentar. Tahu-tahu udah satu jam aja. Mana sekarang dia main sendiri karena temen mainnya udah pada pulang.
Lapernya mendadak hilang kayaknya gara-gara ketemu basket. Padahal tadi pas pulang ngotot banget mau cari makan karena laper.
Iya, meski makan sore itu ada di rencana awal, tapi nggak kesampaian karena Eki lebih milih main basket ketimbang belokin motornya ke tempat makan.
Ya, nggak apa-apa, sih. Gue seneng-seneng aja diajak nemenin dia mainin olahraga kesukaannya itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Eki sama basket tuh bener-bener kayak dua kutub yang berlawanan yang saling tarik menarik.
Macem magnet sama besi juga yang bakal nempel terus kalau udah ketemu.
Se-addicted itu dia sama basket, selain musik.
Mungkin, kalau nggak gue teriakin buat berhenti, dia beneran nggak akan berhenti dan terus lanjut sampai nyeri di kakinya kambuh.
Dia yang main, gue yang khawatir.
"Nih," kata gue ke Hezkiel yang duduk di samping gue. Gue kasih satu botol air mineral yang sempet gue beli pas makan siang tadi. Masih sisa setengah isinya.
