8. My First Love.

37 7 4
                                    


Suara riuh dan bau familiar membangunkan ku lagi dari tidurku. Aku mimpi buruk sekali tadi. Aku sampai memohon agar aku bisa bergerak dan bisa pergi dari mimpi itu saking seramnya. Rasanya seperti nyata, aku bahkan seperti benar-benar dipeluk oleh orang itu didalam mimpi.

Ketika aku membuka mata yang aku lihat malah ruang asing yang terlihat sangat familiar. Seperti ruang observasi rumah sakit. Seperti ada di IGD. Aku hampir saja tertawa. Ini seperti sedang mimpi lalu terlempar ke mimpi lain dengan tema yang berbeda.

Tapi tidak apa, yang penting tidak ada orang itu lagi dimimpiku.

Aku baru mau mengangkat badanku dan mendudukkannya saat aku melihat Irgi tiba-tiba ada di depanku lalu memanggilku dengan cemas.

"Teteh!"

Irgi mungkin tidak tahu, raut cemas sama sekali tidak pantas dengannya yang slengean itu. Dia lebih pantas tertawa dari pada begini.

Sebentar. Tapi kenapa dia cemas? Apa aku benar-benar sedang di observasi di IGD? Tapi kenapa?

"Teteh bangun Ayah!" Seru Irgi heboh.

Tidak lama Ayah juga hadir di hadapan ku dengan wajah cemasnya. Ayah dan Irgi harusnya baru pulang dari Bandung nanti malam. Kenapa sudah disini? Atau ini sudah malam? Seperti-nya aku terlalu lama tidur hari ini, mentang-mentang sedang ulang tahun.

"Ayah sama Irgi kok disini?"

"Iya disini..."

"Kerjanya udah selesai?"

Ayah berdeham "Udah" jawabnya agak tersedak

Aku kembali mengedarkan pandanganku. Ternyata benar, aku ada di IGD, tapi kenapa aku pakai ada di IGD segala? Memalukan sekali dokter dirawat IGD.

"Aku kenapa?" Tanyaku akhirnya.

"Pingsan"

Aku mengangguk walaupun bingung. Dan di detik itu juga aku baru sadar aku di pasangi infus dan selang oksigen. Jadi aku beneran sakit? Atau ini beneran didalam mimpi?

"Ini Ara masih didalem mimpi ya?" Tanyaku sendiri, terbukti salah saat aku merasakan sakit karena mencubit lenganku sendiri.

Harusnya ini jadi lucu, tapi melihat ekspresi Ayah yang makin cemas aku jadi ikut cemas. Jangan-jangan aku beneran sakit parah sampai di bawa ke rumah sakit. Apa aku tipes lagi ya? Karena seingatku aku tidur seharian karena kecapekan. Dan karena ku tidak akan dimarahi kalau tidur seharian pas ulang tahun jadi aku manfaatkan saja moment ini.

"Apa yang dirasain, Nak? Masih sesek nafasnya?"

Aku menggeleng tapi lalu mengangguk. Ayah makin cemas dan memanggil kan dokter jaga. Dokternya mungkin seumur aku, saat dia ingin menjelaskan kondisi ku Ayah mengajaknya menjauh agar aku tidak bisa dengar. Namun dari raut ayah yang ku tangkap dari sini Ayah terlihat sedikit lebih lega.

 Namun dari raut ayah yang ku tangkap dari sini Ayah terlihat sedikit lebih lega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang